Pagi hari ini, kami terdiam di meja makan. Sarapan pagi di depanku belum sempat kujamah saat adik perempuanku, Tiara, datang ke meja makan dengan alat tes kehamilan di tangannya. Dengan tangis dan suara lemah ia menunjukkan alat bergaris dua itu pada kami semua. Ayah adalah orang yang paling murka, ia merasa kecewa pada putri kebanggan yang sering digadang-gadangnya sebagai pengangkat derajat keluarga. Sementara ibu hanya bisa menangis, meratapi nasibnya sembari menenangkan ayah yang belum habis-habisnya menceramahi Tiara. Aku sendiri memilih diam, tak ingin ikut campur lebih jauh. Apakah aku kecewa? Tentu saja, sebagai kakak yang juga selalu menasihati Tiara atas gaya berpacarannya yang sering kelewat batas, aku benar-benar merasa seperti tidak dihargai karena ternyata selama ini nasihatku hanya dianggap angin lalu olehnya. Maka kali ini biarkan Tiara bertanggung jawab atas masalahnya.
KEMBALI KE ARTIKEL