Orang berderma tentunya akan mempunyai tendensi ibadah. Hanya landasan keyakinan saja jika kelak amal yang telah dikeluarkan itu mendapatkan balasan dari Tuhannya. Sehingga tidak jarang orang rela mengelurkan lebih besar pendapatannya untuk niat agar kelak setelah kehidupan di dunia akan memperoleh imbalan sesuai dengan yang telah dikerjakannya di dunia.
Penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam. Hal tersebut berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sebanyak 237,53 juta jiwa per 31 Desember 2021. Jumlah itu setara dengan 86,9% dari populasi penduduk yang mencapai 273,32 juta orang. Dan hubungan antara jumlah populasi penduduk dengan berderma ada benang merahnya. Jiikalau saja orang islam di Indonesia yang berjumlah 237, 53 juta jiwa tersebut menjadi donatur tetap ada 10 juta saja dengan minimal sumbangan 50.000, ada 500.000.000.000. sudah sangat banyak, cukup untuk donasi satu kalurahan selama satu bulan.
Dan semangat masyarakat Indonesia untuk berderma itu tampak terlihat kala ada bencana di daerah-daerah. Bahkan ketika bencana di luar negeri pun tidak sedikit timbul empatinya kemudian memberikan bantuan spontanitas lewat jalur yang memang disediakan oleh pemerintah bahkan lembaga-lembaga bantuan nonpemerintah pun banyak yang didirikan untuk mengelola antusiasme masayarakat yang ingin menolong sesamanya.
Namun sayangnya tidak semua lembaga yang menerima sumbangan itu menyalurkan kepada yang betul-betul membutuhkan. Bahkan sayangnya lagi ketika menyalurkan bantuan kepada masyarakat yang terkena musibah dana yang diterima penerima kurang dari yang seharusnya.
PPATK Telah Temukan Indikasi Penyimpangan Dana ACT, PPATK Lapor ke Densus, demikian bunyi judul berita Detik News tertanggal 4 Juli 2022. Lembaga sekelas PPATK saja sudah menemukan kejanggalan yang mendandai adanya ketidakberesan oleh lembaga nonpemerintah.
ACT (Aksi Cepat Tanggap) berdiri tanggal 21 April 2005 tujuan utamanya untuk menggalang dana umat Islam kepada individu maupun lembaga yang berada di negara Indonesia maupun luar negeri. Sebenarnya tujuan yang baik, tetapi sebagi lembaga yang berkenaan dengan dana umat sewajarnya juga baik tetapi manakala PPATK sendiri menemukan kejanggalan maka sudah selayaknya sebagai orang Islam juga merasa miris agama hanya dijadikan ruang mencari untung yang tidak jelas.
Kehati-kehatian Masyarakat Ketika Berdonatur
Masyarakat Indonesia yang sangat mudah merasa iba ketika melihat ciptaan Tuhan mendapat musibah seringkali tanpa pikir panjang memberikan sebagian hartanya. Berbagai cara mereka berikan rasa empatinya untuk menolong ada yang dengan memberikan uang recehan di perempatan jalan di bawah traffic light, atau langsung memberikan dananya lewat jalur-jalur yang memang ada entah itu resmi atau tidak resmi.
Hanya saja ketika sumbangan itu diberikan kepada organisasi yang berafiliasi ke pemberontak, teroris maka logikanya adalah kita pun ikut memerangi pemerintahan yang legalitasnya jelas atu sah. Jikalau pengumpul uang dari donator ini bisa membiayai ke organasisi yang memerangi pemerintah di luar negeri, maka bisa ditarik garis lurus juga kalau di negara Indonesia ini mereka juga membiayai organisai yang membuat teror ke pemerintah.
Selama ada bencana maka akan ada donatur yang akan menyumbang, mungkin itu jargon yang selalu dipakai oleh mereka, memang demikian faktanya dunia ini tidak pernah sepi dari bencana. Dari Nabi Adam hingga umat Muhammad manusia tidak pernah berhenti dari konflik individu, kelompok, hingga negara dan akibatnya pasti ada korban.
Ketika ada korban, paling tidak saat ada yang menderita dan disiarkan secara masif oleh penggiat berita. Dan di sini penggiat sosial yang berhati malaikat maupun srigala berbulu domba akan menggunakan momen ini untuk kegiatannya. Manusia yang berhati malaikat akan memberikan bantuannya dengan diam-diam hingga sampai yang benar-benar terdampak musibah. Namun sebaliknya kelompok atau individu yang mempunyai sifat srigala berbulu domba akan memanfaatkan penderitaanorang lain untuk kepentingan dirinya sendiri maupun kelompoknya dalam jangka panjang maupun pendek.
Jangka pendek mereka akan menikmati fasilitas sumbangan untuk kekayaan dirinya sendiri. Seperti diakuinya sendiri oleh para pengurus ACT jika mereka mengambil dana sebesar 13,5 % untuk operasionalnya. Sehingga tidak salah jika para petingginya mendapat fasilitas yang wah dari organisasinya.
keuntungan jangka panjang pastinya adalah mereka para petingginya memiliki nilai tawar sosial mupun pollitik yang tinggi karena telah memilik dana yang besar dan hubungan yang luas di dalam negeri maupun luar negeri. Tidak kurang dari beberapa gubernur pun telah mempunyai hubungan yang baik dengan organisasi ini
Sanksi Sosial Hingga Sanksi Tegas Wajib Diberikan Pada lembaga yang Menyelewengkan Donasi
Mungkin hanya ada di Indonesia ketika organisasi dibredel oleh pemerintah, maka dengan enteng pengurusnya mendirikan organisasi yang sebentuk dengan organisasi tersebut. Dan sepertinya masyarakat pun mudah amnesia dengan apa yang telah dilakukan oleh organisasi yang telah dibredel tersebut.
Meskipun Muhadjir Effendy telah mencabut ACT dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tetapi efek dari lembaga sosial itu sendiri masih menggurita. Sebenarnya masih banyak lembaga donatur yang senafas dengan ACT yang belum begitu mencuat ke permukaan. Semoga di lain waktu PPATK dapat menghentikan seluruh prosesi keuangan sebagaimana lembaga yang dicabut oleh Menteri sosial tersebut.
Masyarakat yag cerdas pun sudah sewajarnya tahu jika di tiap satu rupiah yang di sumbangkan tersebut ada harus mengerti visi dan misi lembaga penyalur, mengetahui dewan pengurusnya, mengetahui laporan keuangan organisasi secara transparan, mendapatkan informasi belanja barang sesuai dengan kesepakatan, mendapat keleluasaan untuk bertanya dan menerima jawaban yang jujur, dapat meminta agar donatur agar dimuat ke khalayak. Demikian kira-kira aturan internasional tentang hak donatur.