PRT di KSA bukan seperti PRT di Malaysia, Hongkong, Jepang, Korea atau negara2 lain. TKW di KSA boleh dianggap budak oleh majikan. Budak bukan berarti anak kecil. Tapi budak belian yang boleh disiksa, didera dan dicaci sekehendak hati majikan. Dari sejak tahun 80an keadaan ini sebetulnya sudah diketahui oleh kedubes Indonesia untuk arab saudi. tapi tak ada yang berani menggugat. Ketika pers sudah bebas, barulah kepedihan demi kepedihan terkuak. Memang kita tak boleh menafikan banyak TKW yang sukses di KSA, banyak yang bisa bangun rumah gedung di desaanya. Tapi kepedihan didera majikan baru terkuak akhir2 ini. Budaya perbuidakan masih kental di tanah yang banyak diturunkannya nabi2.
Standar ganda hukuman yang berlaku di KSA juga terasa aneh bagi orang yang faham betul dengan syariat Islam. Hukum pancung, potong tangan dan hukum qisas lainnya hanya berlaku bagi kaum yang lemah, pendatang, TKW, TKI, PRT dan orang2 non arab. Tapi kalau orang arab yang melakukan pelanggaran hukum itu tak berlaku. Hukum memihak kepada orang kaya dan bangsawan. Ini yang tak sesuai dengan syariat Islam. Kalau mau memberlakukan hukum Islam, semestinya hukum tak pandang bulu. tapi karena PRT itu dianggap budak belian, budak yang boleh diperjual belikan, maka kesewenang-wenanganlah yang didapat.
Moratorium masih bulan agustus, para PRT masih harus menahan siksaan dan deraan orang2 yang suka menyiksa dan mendera. Pemerintah RI harus menyetop pengiriman TKW secepatnya, jangan tunggu sampai agustus.