Permadi bahkan mengatakan bahwa buku GJA itu mengandung KEBENARAN MUTLAK. Silahkan metode penulisannya diperdebatkan. Yang jelas isinya mengandung kebenaran yang mutlak. Begitu katanya di saat bedah buku yang ditayangkan melalui TV ONE beberapa hari yang lalu. Di stasiun yang sama, Permadi mengatakannya lagi tadi pagi.
Esensi dari buku GJA adalah menggugat kemenangan pasangan Presiden SBY - Budiono. Pasangan capres/cawapres yang kalah mestinya mendukung buku GJA. Tetapi, pertanyaannya adalah, apakah pasangan capres/cawapres yang kalah juga tidak melakukan kesalahan yang sama ? Bukankah sudah ada KPU (Komisi Pemilihan Umum), Panwaslu (Panitia Pengawasan pemilu) dan ada juga MK (Majelis Konstitusi).
Kalau memang ada kesalahan atau pelanggaran dalam penggalangan dana kampanye pada pilpres yang lalu, tentu lembaga2 yang berwenang itu juga sudah menganulirnya. Masalahnya adalah semua pasangan capres dan cawapres melakukan kesalahan yang sama dalam penggalangan dana kampanye.
Jadi, siapapun pemenangnya, pastilah presiden terpilih akan ada yang menggugatnya. Karena memang sudah menjadi kebiasaan. Bahkan sudah tradisi atau juga sudah menjadi budaya. Bahwa politik uang itu sudah ada sejak di tingkat Kepala Desa. Mau apa lagi ? Mau menggugat ? Gugatan orang2 yang kalah. Gugatan pecundang...
Permadi dan orang2 yang menggugat terpilihnya SBY-Budiono sangat jelas sekali bahwa mereka sudah tidak senang atas terpilihnya SBY-Budiono dari sejak awal. Terbitnya buku GJA adalah cuma pemicu saja.
Permadi mengatakan pelaporan Ramadhan Pohan (RP) ke polisi justru akan merusak nama RP. Sebab, Pengadilan sekarang sangat dipengaruhi oleh masyarakat melalui FB dll. Kata Permadi, sebagai mana kasus Prita, maka pengadilan juga akan dikalahkan oleh GJA, jika kasus GJA berhasil dibawa ke pengadilan.
Tetapi, apakah kasus Prita sama dengan kasus GJA ?