Begitu mudahnya beli nomor perdana handphone di Indonesia lalu mendaftarkannya ke 4444 dengan biodata yang ngasal apakah bisa menghasilkan database pelanggan yang valid dan bermanfaat? Sepertinya tidak mudah menjawab pertanyaan ini. Tapi fakta tentang kemudahan itu adalah tidka terbantahkan kini. Beberapa tahun sebelumnya, tidak perlu pakai mendaftar jika mempunyai nomor perdana HP. Tapi kemudian kebijakannya berubah. Pakai mendaftar. Tapi isian dalam pendaftaran seperti nama, nomor ktp, alamat dan semacamnya bisa diisi asal. Apapun, tidak perlu data yang sebenarnya. Jadi seandainya memang dikelola database biodata pelanggan HP di seluruh Indonesia, pasti hasil databaseya cukup kacau. Banyak isian yang mungkin tidak ada isinya, nama yang sama, nomor ktp atau SIM yang tidak lengkap dan seterusnya. Jika memang demikian, apakah database seperti ini efisien, efektif dan valid? Silakan dijawab sendiri. Patut diteliti.
Saya jadi teringat beberapa hari yang lalu ketika salah satu pakar IT Abimanyu diwawancarai oleh salah satu stasiun televisi swasta. Katanya, hal ini berbeda dengan kebijakan di Singapore. Di sana, ketika membeli nomor perdana HP maka si penjual akan meminta ktp kita untuk difotocopy sebagai tanda bukti. Lebih terurus kebijakan penyimpanan databasenya.
KEMBALI KE ARTIKEL