Dalam tausiyahnya, beliau menyampaikan pesan-pesan yang sarat dengan manfaat. Walaupun hanya sebagian kecil yang dapat saya ingat, namun paling tidak itu menjadi suatu pengetahuan bagi diri saya, sekaligus pengingat untuk kemudian harapan saya bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kira-kira pesan-pesan beliau begini, kebaikan dan ibadah yang kita lakukan sehari-hari, itu cantolannya pada iman. Cantolan, kalo bahasa bumiayu sih artinya tempat untuk mengaitkan sesuatu, misal baju. Iman, menurut beliau, adalah tempat cantolan berbagai macam perbuatan baik atau ibadah. Karena itu, jangan sampai iman kita terkontaminasi dengan yang namanya syirik.
Beliau juga menjelaskan, perbuatan syirik, baik syirik Khafi maupun syirik Jahri adalah perbuatan yang sangat dibenci Allah dan termasuk dosa besar. Syirik Khafi, adalah syirik yang terselubung atau samar-samar. Sementara syirik Jahri, adalah syirik yang nampak atau terang-terangan, contoh menyembah gunung, menyembah batu, atau menyembah patung. Kita insyaAllah bisa menghindari syirik Jahri, tetapi kadang kita bisa saja terjebak pada hal yang termasuk dalam syirik Khafi, misalnya, kita membeli burung perkutut, kemudian tembung ndilalah rejekinya lancar, akhirnya kita berasumsi burung perkutut tersebut membawa rejeki. Contoh lagi, setelah memakai cincin, kemudian banyak yang tertarik sama kita, hehe, itu juga salah satu perbuatan syirik Khafi, makanya kita perlu hati-hati, karena perbuatan tersebut dapat melunturkan kebaikan yang telah kita kerjakan.
Idealnya, seorang muslim itu imannya bener, amalnya banyak. Tapi yang namanya manusia yang tak luput dari salah dan dosa, jika kita belum bisa menjadi seorang muslim yang ideal, paling tidak kita bisa mempunyai gambaran tentang apa-apa yang kita lakukan sebagai ibadah kita kepada Allah. Kita, lebih baik amalnya sedikit, tapi imannya bener, daripada amal kebaikannya banyak tetapi imannya salah. Karena jika demikian, walaupun kebaikannya segunung, tapi tidak punya iman, itu amal kebaikan tidak punya tempat untuk dia nyantol, sehingga amalnya menguap sia-sia, ngambang.
Adapun puncak tertinggi dari keimanan seseorang, menurut beliau, adalah saat seorang muslim mampu merasakan kehadiran Allah dalam dirinya. Kemanapun dia pergi, dimanapun dia berada, ia selalu merasa diawasi oleh Allah SWT, sehingga segala ucapan dan perbuatannya selalu mencerminkan atau sesuai dengan nilai-nilai agama.
Masih banyak diantara kita, yang merasa diawasi Allah hanya pada waktu dan tempat tertentu. Di masjid, kita bisa khusyu melakukan shalat karena merasa Allah ada bersama kita. Di pasar kemudian kita tidak ingat Allah, sehingga kita bisa mengurangi timbangan. Di Masjid kita merasa diawasi Allah, tapi di kantor kita lupa Allah, sehingga korupsi merajalela. Naudzubillah, semoga kita terhindar dari itu semua, dan kita selalu istiqomah, selalu ingat Allah dimanapun kita berada.
Ada anekdot yang disampaikan beliau, suatu hari, para penghuni neraka berkumpul dengan penghuni syurga.