Dalam menjalankan peran dan fungsinya, keluarga tak luput dari konflik keluarga dan ketegangan pekerjaan. Keluarga sebagai unit terkecil memiliki anggota dengan peran dan fungsinya masing-masing. Salah satu konflik-kerja keluarga yang membutuhkan penyesuaian yang lebih tinggi adalah adanya anggota handicap atau pengidap disabilitas.Â
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa paling sedikit ada 10 persen anak usia sekolah yang memiliki kebutuhan khusus. Jika mengikuti perkiraan tersebut, dengan jumlah anak usia sekolah di Indonesia 5-14 tahun sebanyak 428.000.000 jiwa, maka diperkirakan ada sekitar 42.000.000 anak berkebutuhan khusus di Indonesia (Kemenkes, 2010). Â
Menurut UU Nomor 8 Tahun 2016, penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan manusia normal, seperti hak pendidikan, hak pekerjaan, dan hak-hak lainnya.Â
Orang tua berperan sebagai caregiver bagi anak berkebutuhan khusus, yaitu seseorang yang memberikan bantuan kepada orang yang mengalami ketidakmampuan dan memerlukan bantuan karena keterbatasannya. Mace dan Rabins (2006) menyatakan bahwa merawat anggota handicap dapat menimbulkan dampak sosial dan finansial pada keluarga yang merawatnya karena kondisi disabilitas anak yang membuat mereka bergantung pada orang lain.Â
Oleh karenanya, dalam mewujudkan kesejahteraan pada keluarga dengan anggota handicap, orang tua akan sangat membutuhkan dukungan dan koordinasi antar anggota keluarga dengan saling membantu dalam tanggungjawab keuangan keluarga.