Bukan tanpa sebab pula jika sutradara perempuan sekaliber Nia Dinata sampai harus membuat film bertajuk ‘Berbagi Suami'. Bukan tanpa maksud jika film seperti Perempuan berkalung sorban, Sinetron Muslimah dan Hareem di benturkan sedemikian agar di ketahui publik secara luas. Seluruh aktivis-aktivis yang mengaku peduli nasib perempuan pun di kerahkan di bawah naungan LSM-LSM bermodal kucuran dana dari The Asia Foundation untuk turun kelapangan. Sampai-sampai, Caleg perempuan sekelas Rieke Dyah Pitaloka sampai Nurul Arifin bergema untuk turut memenuhi zona legislatif demi memperjuangkan hak perempuan.
Pemblow-up an kasus-kasus di atas membuka mata saya bahwa ada skenario besar di balik ini semua. Secara sistematis dan konsisten mereka memperjuangkan gagasan kesetaraan gender yang cukup absurd secara substansi. Meski rapuh dalam solusi dalam menyelesaikan berbagai kasus atas nama gender, Mereka aktivis-aktivis feminis tetap saja pede untuk menyuarakan pemikiran nyeleneh mereka agar tetap eksis di permukaan.
Pernahkah anda mendengar?
Bila Perempuan Barat berhenti bekerja dan lebih memilih di rumah, maka itu adalah sebuah "PENGORBANAN AGUNG" Akan tetapi...
Bila Perempuan Timur berhenti bekerja dan lebih memilih di rumah, maka itu adalah sebuah "KEMUNDURAN BESAR.
Mengapa demikian? Sampai bisa terjadi perbedaan pandangan yang terbalik 180 derajat dari belahan bumi yang satu dengan belahan bumi yang lain.
Ada skenario besar yang bisa kita simpulkan dari pernyataan seorang filsuf bernama Socrates.
Bila gender 50/50 ingin dicapai, maka jangan sampai intitusi keluarga terbentuk, entah melalui seks bebas, aborsi, pembunuhan bayi, mencegah ibu mengasuh anaknya, perkawinan semalam dan sebagainya. Hilangkan maskulinitas pria. Pria juga harus dibebaskan dari mitos-mitos bersikap melindungi wanita. Kesempatan sama-resiko sama"
Ya, Tujuan Kesetaraan Gender tak lain adalah memfeminimkan pria dan memaskulinitaskan wanita.
Jika pria boleh bekerja di luar dan pulang malam, maka wanita boleh melakukan hal yang sama. Jika wanita biasa mengurus anak dan rumahtangga, maka pria pun wajib melakukan hal yang sama. Jika Pria bisa memperbaiki genteng yang bocor, maka wanita pun harus melakukannya
Tujuan lainnya adalah menghancurkan institusi keluarga sebagai basis pertama dalam mendidik generasi berkualitas dengan tujuan akhir untuk menghancurkan peradaban bermutu yang mulai mengarah kepada kebangkitan.
Ini bisa di lihat dari fakta-fakta yang terjadi yang menunjukkan arah skenario besar mereka. Jika melihat korelasi antara usaha melegitimasi kesetaraan gender dengan usaha untuk di golkannya CLD-KHI (Counter Legal Draft-Kompilasi Hukum Islam) yang mengotak-atik pengaturan pria dan wanita dalam kacamata agama.
Di mana dalam CLD-KHI yang di motori Musdah Mulia,dkk merevisi kembali aturan-aturan tertentu yang kira-kira begini redaksinya :
1). Dalam hal perkawinan, perempuan bisa menikah tanpa meminta izin dari walinya, bahkan perempuan bisa menikahkan dirinya sendiri tanpa wali nikah.
2). ‘Memerdekakan' perempuan dalam hal meminta izin kepada suami, baik dalam hal bekerja, bepergian, memutuskan pendapat, dll yang katanya agar perempuan ‘mandiri' dalam mengambil keputusan.
3). Memberlakukan masa iddah bagi laki-laki yang bercerai sebagaimana yang berlaku pada perempuan. sungguh tidak masuk logika, tujuan di berlakukannya masa iddah terhadap perempuan itu dengan tujuan agar mengetahui apakah perempuan itu hamil atau tidak dari suami sebelumnya. Moso hal ini harus di berlakukan bagi pria yang notabene tidak melahirkan dan tidak menyusui?
4). Melarang Poligami dalam bentuk apapun karena di anggap sebagai bentuk pelecehan seksual terhadap perempuan.
5). Melarang nikah siri. Dan para pelaku nikah siri akan di perkarakan secara hukum pidana dan perdata.
6). Hak waris antara laki-laki dan perempuan 1:1. Padahal dalam Islam,laki-laki dilebihkan secara hak waris karena merekalah yang akan menjadi tulang punggung keluarga. dan perempuan akan di nafkahi oleh suaminnya yg notabene laki-laki.
Mempertanyakan makna kesetaraan gender penting untuk mendapatkan jawaban orisinal dan hakiki yang bukan semata-mata versi dongeng turun temurun milik patriarki di wilayah silang pendapat antara pro dan kontra yang terjadi.
Berbicara tentang diskriminasi , saya mengutip tulisan dari saudara mahendrattunggadewa:
Masalah gender, merupakan satu dari banyak aspek kehidupan yang memberi stimulus kepada manusia untuk berupaya mencari jalan pencarian jati diri kemanusiaan untuk menuju pada fitrah kesempurnaannya. Oleh sebab itu, jawaban atas masalah gender hanya bisa ditemukan di wilayah kedalaman relung diri yang imanen dan transendental melalui hubungan langsung antara manusia yang diciptakan dengan Sang Maha Kehendak yang menciptakan. Tidak ada satu otoritas apapun di dunia ini yang boleh bertindak sebagai juru bicara untuk memberi jawaban atas pertanyaan tersebut kecuali Sang Maha Pencipta itu sendiri. Dalam logika yang paling sederhana, tentu yang paling mengerti eksistensi kesejatian suatu benda adalah yang menciptakan benda tersebut.Makna Kesetaraan Gender tidak dapat di putarbalikkan begitu saja secara multitafsir yang dipenuhi oleh keterbatasan pemahaman akal pikir manusia yang penuh dengan muslihat dan arogansi intelektual.
Gerakan melawan arus fitrah ini sungguh harus di hentikan. Betapa tidak, dari tujuan saja sudah jelas mereka ingin menghancurkan generasi yang berperadaban tinggi. Padahal secara Fitrah, Dan dalam hal-hal urgen seperti hitungan jumlah pahala dalam ibadah, laki-laki dan perempuan sama di mata Allah. yang membedakan hanyalah amalnya saja.
Dunia terasa indah bila laki-laki dan perempuan saling memahami perbedaan masing-masing, karena memang sejak awal mereka diciptakan berbeda...Justru perbedaan itulah yang menyebabkan mereka bisa bersatu dan saling melengkapi. :)