Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Foke Tipe Pemimpin Tak Setia

8 September 2012   14:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:45 1780 12
[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Foke dan Prijanto (http://koran-jakarta.com)"][/caption] Seandainya bukan Prijanto, belum tentu Foke bisa maju menjadi Calon Gubernur pada tahun 2007. Kalau tidak bisa jadi Calon, berarti tidak bisa terpilih jadi Gubernur sampai saat ini. Prijanto adalah pahlawan bagi Foke. Saat itu, koalisi 19 partai pengusung Foke terancam pecah. Masing-masing partai bersikeras, ngotot dan keukeuh mengajukan Calon Wakil Gubernur mendampingi Foke.

Setelah mengalami jalan buntu atau deadlock, akhirnya disepakati untuk mencari figur Calon Gubernur dari kalangan profesional. Setelah memilah beberapa tokoh, Foke menjatuhkan pilihan kepada Prijanto. Kala itu Prijanto menjabat Asisten Teritorial KASAD dengan pangkat Mayor Jenderal TNI.

Foke merayu-rayu dan merengek-rengek kepada Prijanto agar bersedia mendampinginya. Setelah berpikir panjang lebar untuk bisa memberikan pengabdian yang lebih besar kepada bangsa dan Negara, Prijanto menyatakan bersedia. KASAD Djoko Santoso dan Panglima TNI Djoko Suyanto juga mengijinkannya. Tanggal 31 Juni 2007 Prijanto resmi mengundurkan diri dari TNI, setelah mengabdi selama 32 tahun.

Patut dicatat! Prijanto tidak pernah mencalonkan atau meminta jabatan. Ia dilamar Foke. Ia rela mundur dari TNI demi menyambut lamaran Foke. Tapi apa perlakuan Foke kepada Prijanto untuk balas jasa setelah menang pemilukada 2007?

Habis manis, sepah dibuang. Itulah kalimat yang tepat untuk diungkapkan. Setelah tujuan berkuasa tercapai, Foke lupa diri. Ia lupa dengan jasa Prijanto. Maka pelan-pelan Prijanto disingkirkan dan dicampakkan. Ia tidak difungsikan sebagaimana seharusnya sebagai Wakil Gubernur. Wujuduhu ka-adamihi. Adanya Prijanto sama dengan tidak ada. Sungguh TERLALU.

Faktanya, Foke tidak memberi kesempatan Prijanto untuk membantu pekerjaannya. Saran-saran yang diberikan Prijanto, tak begitu didengar oleh Foke. Seringkali Foke berkata dengan nada tinggi, “Ngapain Wagub ikut campur” atau “Wagub tidak usah ngurusi hal itu”.

Foke tidak pernah berkomunikasi dengan Prijanto diluar rapat, tidak pernah mengangkat telpon Prijanto, tidak mau balas sms Prijanto dan tidak pernah melimpahkan tugas secara jelas. Jika berhalangan hadir di suatu acara, Foke menunjukk Sekda atau Deputi yang membacakan pidato sambutannya, padahal Wagub Prijanto ada.

Ketika Foke mengambil kebijakan untuk memberi Tunjangan Khusus kepada 4.000 PNS dari jumlah keseluruhan PNS di Pemprov DKI sekitar 75.000. Prijanto sempat memprotes, menentang kebijakan itu, karena dianggap tidak adil. Foke pun berang. Dalam rapat Foke berteriak lantang, “Pak Wagub tidak merasakan, mereka adalah teman-teman saya yang naik turun tangga bersama-sama saya”. Gara-gara penentangan itu, Foke makin tidak suka dengan Prijanto.

Seperti lagu Rhoma Irama, sahabat karib Foke, “Kau yang mulai, kau yang mengakhiri…” Foke yang mulai mengajak Prijanto ke pemerintahan, tapi ia juga yang mengakhiri keberadaan Prijanto di pemerintahan. Prijanto tidak akan mundur, jika harkat dan martabatnya tidak diinjak-injak. Yang dilakukan Prijanto bukan aksi, tapi reaksi atas perlakuan Foke yang tidak manusiawi, tidak memanusiakan Prijanto. Sungguh teganya… teganya…..

Pemimpin seperti ini, apakah pantas memimpin Ibukota Republik Indonesia? Kujawab TIDAK. Kepada teman seperjuangan, pasangannya selama pemilukada 2007 dan wakilnya di pemerintahan, Foke berani tidak setia dan berkhianat. Bagaimana ia akan setia kepada jutaan rakyat Jakarta, yang ia tidak kenal mereka.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun