Apakah diperlukan terkait permendikbud no 30 tahun 2021 tersebut ? jawabannya adalah iya, sangat diperlukan. Karena pada dasarnya peremendikbud ini dikeluarkan sebagai upaya pencegahan Kekerasan seksual khususnya diranah Perguruan Tinggi, dari poin-poin yang terkandung dalam pasalnya pun jika dilihat dari kacamata teori hukum feminisme sangat membantu korban utamanya perempuan baik itu mahasiswa maupun dosen dalam mengusut kasus kasus kekerasan seksual yang terjadi sampai saat ini. Karena pada dasarnya perbuatan kekerasan seksual merupakan perbuatan yang tidak dapat ditoleransi, sebab hal ini berdampak sangat buruk terhadap korbannya. Baik itu secara fisik maupun psikis. Selain itu peremndikbud ini bisa menjadi rumah atau dalam kata lain sebagai perlindungan dan batu pijakan bagi korban kekerasan seksual untuk mendapatkan keadilan, sebab dari teori feminisme ini menyebutkan bahwa perempuan mulai bisa beranjak ke ranah publik, bisa jadi politisi, hukum dsb, namun pada kenyatanyaan nya tidak semudah itu, masih tetap ada kekerasan kekerasan seksual didalamnya seperti contoh ketika mahasiswa sedang melakukan bimbingan atau penelitian bersama dosen laki-laki pasti selalu ada kejadian yang tidak diinginkan. Sering kita dengar terkait frasa "tanpa Persetujuan korban" ini, seharusnya kita tidak berpandangan secara sempit. Sebab Peremendikbud pasal 30 ini konteksnya untuk Perguruan Tinggi, Dan memang yang dimaksud dengan sexual concent sendiri memang merupakan sebuah ungkapan persetujuan untuk melakukan hubungan seksual. Tetapi dalam lingkup pada kekerasan seksualnya, sangat keliru jika kita berpandangan jika konsep sosial consent itu merupakan persetujuan untuk melakukan hubungan seks sesuka hati, dalam arti lain melegalkan perzinahan. Disini pada dasarnya konsep sexsual consent di ranah kampus memang sangat tidak diperbolehkan sebab jatuhnya ini menjadi pelanggaran kode etik, dan kampus sendiri mempunyai kode etik masing-masing artinya mempunyai tindakan hukum khusus sendiri yang tetap berlaku dan tidak dihapus sebab adanya peremendikbud ini. Kalaupun itu terjadi diluar wilayah perguruan tinggi itukan tindak pidananya beda lagi, ada undang-undang yang mengatur sendiri terkait tindakan tersebut. Yang pada intinya secara logika dari frasa "tanpa persetujuan korban" dan konsep sexsual consent ini jika tidak dilawan dari apa yang dilarang maka itu belum tentu diperbolehkan.
KEMBALI KE ARTIKEL