Dalam beberapa abad terakhir, dalam ruang galeri hingga museum banyak ditemukan seni pertunjukan yang melakukan penampilannnya, khususnya muncul sebuah disiplin seni baru, Performance Art (seni rupa pertunjukan), dengan menggunakan tubuh sebagai media penyampaiannya. Di Eropa dan Amerika, gerak pertunjukan pada galeri dan museum tak hanya menampilkannya pada penonton, namun juga mengajak penonton untuk ikut dalam pertunjukan dan ruang arenanya. Jika dilihat pada segi ruang, penonton diharapkan tidak lagi mempunyai batasan terhadap kreator dan sebaliknya, melainkan saling mempunyai kebebasan ruang, waktu, serta tafsir. Dalam teater pasca dramatis, nafas, ritme, dan aktualitas kehadiran visceral tubuh saat ini lebih diutamakan dari pada logo. Bahkan, jauh sebelum teori Posdramatic milik Lehmann menyebar di tahun 1990-an, Marina Abrahamovic dikatakan berhasil membawa teater yang semula hanya di atas panggung, kini hadir dan tampil di galeri dan museum sebagai karya yang berkepanjangan, entah dalam karya instalasi sebagai monumental karya maupun arsip performance sebagai sebuah karya dalam ruang museum yang berfungsi sebagai benda yang penting dalam sejarah dan bermanfaat dalam ilmu pengetahuan pasca peristiwanya. Setiap kejadian dalam sejarah seni dinilai sangatlah berperan penting dan menunjukkan bahwa pembatasan akan konvensi di setiap disiplin seni juga tercipta karena banyaknya akar-akar sudut pandang. Sehingga jika sebuah karya seni dilihat sebagai efek dari setiap perkembangan zamannya dalam sejarah seni, seni pertunjukan hari ini kejadiannya sudah bisa mempunyai karya mounumental atau paten yang sifatnya berkepanjangan dan mempunyai arsip yang bisa masuk pada galeri dan juga museum.
KEMBALI KE ARTIKEL