Sampai pada suatu hari aku bertemu dengan cowok ini. Uffttt … nyebelin. Dia tidak suka siang dan malam. Dia suka diantaranya, senja dan fajar. Dia sering mengajakku berada dalam sunrise atau sunset. Hobinya memang fotografi tapi ada hal yang tak kumengerti, dia mengajakku tapi sibuk dengan dirinya. Aku dicuekin. Dan setelah tahu dia seperti itu, aku sering membiarkan diri dalam kantuk saat sunrise dan membiarkannya sibuk dengan dirinya. Atau hanya melihatnya dalam diam saat sunset.
“Ayolah, sebentar lagi matahari terbit. Aku dengar ada spot yang bagus banget untuk sunrise. Ayolah des”
“hoaaaeemm .. aku gak ikut aja yaah”
“Des, aku perlu kamu. serius. pleaseee”
“ya ya ya …”
“Aku tunggu di bawah ya”
Begitulah telponnya di sebuah pagi. Dan seringkali aku tak bisa menolaknya. Aku sebal. Dia tak pernah bicara. Tak pernah ada penjelasan apa yang sedang dilakukannya. Kata teman-teman dia sedang pendekatan. Aku pun juga tak menolak untuk didekati. Dia tampan. Aku juga suka namanya, Surya. Nama yang punya hubungan dengan namaku. Tapi sampai setahun ini tidak ada tanda sedikit pun yang mengarah bahwa Surya mempunyai rasa padaku. Aku pernah berada pada suasana jatuh cinta padanya hingga akhirnya tinggal tersisa sebal. Tapi aku tak bisa jauh darinya.
“Yaaa, pulang yuk?”
Surya tidak menjawab. Dia masih sibuk dengan kameranya. Aku semakin sebal. Tapi aku selalu membiarkannya. Dan begitulah selalu. Jika sudah seperti ini pagi semakin menyebalkan.
“Dah. Yuk pulang”
Kali ini ada yang berbeda. Dia mengulurkan tangan untuk membantuku berdiri. Dengan ragu aku menyambutnya. Tidak pernah dia seperti ini. Kala aku berdiri, dia memandangku dengan tersenyum.
“Aku mencintaimu des .. “
Gak ada deg! Gak ada kaget. Yang ada sebel. Kenapa caranya gini? Nggak romantis! Aku segera memasang muka sebal dan berbalik dengan kemarahan. Sebal. Dan aku semakin sebal ketika di atas motor ini Surya seperti tak ambil pusing. Rasa kesebalan yang bertahan sampai tahunan sampai kemudian bapak menyuruhku pulang pada suatu hari. Hampir 8 bulan aku tidak pulang. Tesis memang menyiksaku.
“Nduk, kenalkan ini Surya. Anaknya Pak Dewo. Yaaa barangkali cocok, bapak dan pak dewo ingin besanan”
Aku kaget. Cerita kesebalan ini berlanjut? seperti ini? Surya tersenyum. Duh dua tahun tak bertemu kangen juga. Ah, apa sih? Enggak pokoknya enggak. Aku sebal padanya. Sebentar … dari semalam datang aku tidak memperhatikan hiasan besar memenuhi tembok ruang tamu ini. Rasanya seperti nyata seperti sedang melihat jendela. Aku menengok lagi di sebelah barat juga ada. Foto sunrise dan sunset yang besar. Aku ingin menjerit kala ada foto siluet yang aku tahu itu aku.
“Kenapa nduk? Oh iya, bapak lupa, itu foto sudah lama. Bapak pengen ngabarin tapi kepikiran bikin kejutan tapi kamu 8 bulan tidak pulang. Eee malah lupa. Itu karyanya Surya.”
Ah. Sebel. Senyum Surya yang makin manis ini terlihat semakin menyebalkan. aku ingin bilang pada dia, “Surya!! Ini bagus banget tauuuu. Di dinding sebelah timur ada fajar dan aku, di barat juga”.
“Katamu, kamu ingin ada fajar dan sunset di tembok ini”
Surya bicara dengan kalem dan Aku masih sebel tapi sudah lumayan berkurang
“mmm .. saya bikin teh dulu pak.”
Bapak hanya mengangguk. Surya juga. Aku ingin menyajikan teh terbaik untuk pagi ini.
*buat bulek Deasy, ni cerpen lama aku posting lagi disini semoga tak menangis lagi.