"it's just you and me and the rain"
Katamu menatapku lembut. Kelembutan yang mencoba memalingkan hatiku dari gundah keadaan yang tidak jelas. Kata-katamu juga mengutip nyanyian Bono. Dan lagu itu selama lima menit dua puluh dua detik mendiamkan aku dan kamu. Dan pilihan kita pada lagu itu juga tak pernah kita mengerti. Diantara kita sudah sedemikian banyak lagu. suara-suara tanpa bentuk visual tapi menghadirkan banyak bentuk visual.
Kita sudah memilih sibuk dengan pikiran kita tanpa bicara. Pikiran yang mereka-reka metafora, menggali-gali barangkali ada makna terhadap waktu yang telah berjalan. Pertemuan kita sudah seperti keniscayaan tanpa makna. Pertemuan sudah menjadi kesibukan pikiran kita. Kemudian saat jiwa kita berhadap-hadapan, kita sudah memilih tak mempedulikannya siapa yang membawa jiwa kita berhadapan.
"it's just you and me and the rain"
Aku menggeleng dengan lembut menyambut katamu yang lembut. Dan seperti biasa kamu hanya tersenyum. Senyum yang sudah aku tahu maknanya, getir. Getir atas kenyataan bahwa rasa juga bisa berbeda dan kita seperti harus menerima atas nama kualitas lapang dada.
"peluk aku dan biarkan hujan turun"
Jika bisa, aku ingin mengungsikan semua gundahku padamu. seperti raga-raga yang telah mengungsi ke delapan penjuru mata angin dan tapi gundah masih ingin tinggal. Maafkan aku, aku masih memikirkan hujan di sana. Hujan yang mengantar malaikat maut bukan malaikat cinta seperti yang kau bayangkan sore ini kala kita berdua. Hujan yang memeluk raga-raga di pengungsian sementara gundah mereka tak mengungsi dan masih tinggal direlung-relung rasa mereka. dan Bono bertanya, And if God will send his angels, would everything be alright? jika pertanyaan itu padaku jawabku, tidak.