Melestarikan budaya melibatkan tindakan berkelanjutan, terarah, dan terpadu untuk mencapai tujuan tertentu yang mencerminkan ketahanan dan keluwesan, serta menjaga nilai-nilai seni budaya dan tradisional melalui pengembangan yang dinamis. (M.I Nahak, Hildgardis, 2019:71)..
Kudus sebagai daerah yang dahulunya digunakan walisongo bertugas mengembangkan ajaran Islam di wilayah Jawa, tentunya kaya akan nilai, tradisi, dan budaya yang kemudian menjadi bagian dari suatu warisan budaya baik benda maupun tak benda. Dalam peradaban Islam di Indonesia, Kota Santri memiliki tempat yang sangat istimewa sebagai peninggalan Sunan Kudus, salah satu wali songo yang legendaris.
Sunan Kudus, yang juga dikenal sebagai Syekh Ja'far Shodiq, dikenal sebagai pemimpin spiritual yang mendedikasikan hidupnya untuk menyebarkan ajaran Islam. Sunan Kudus, sebagai figur yang mengedepankan nilai-nilai toleransi, penghargaan, dan kebijaksanaan, membentuk harmoni dalam kehidupan beragama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dihargai oleh warga Kota Kudus. Keberagaman tempat ibadah menjadi bukti konkret dari kerukunan agama di kalangan umat beragama (Ismaya, 2017:45). Masyarakat Kudus masih sangat memperhatikan dan melestarikan nilai-nilai budaya dalam kehidupan sehari-hari yang telah diajarkan secara turun temurun bagi masyarakat yang bersumber dari ajaran-ajaran leluhur, salah satunya adalah Sunan Kudus sebagai walisongo yang menyebarkan agama Islam dengan menggunakan pendekatan prinsip-prinsip budaya.
Setiap daerah memiliki adat istiadat dan tradisi sendiri yang cenderung berbeda-beda. Salah satu kebiasaan khususnya Kudus, Jawa tengah yang masih dilakukan dan diyakini sampai saat ini, yaitu tradisi Buka Luwur. Ritual ini dilakukan setiap tahun pada awal tahun Hijriyah, yaitu setiap 1 Muharam, sebagai penghormatan terhadap Sunan Kudus atas kontribusinya dalam penyebaran Islam di Kudus. Perayaan dimulai pada tanggal 1 Muharam dan mencapai puncaknya pada tanggal 10 Muharam. Buka Luwur sebagai salah satu wujud budaya hasil dari interaksi antara Islam dan tradisi lokal, yang melibatkan praktik penggantian kain kelambu atau mori yang digunakan untuk menghias nisan, cungkup, makam, dan juga untuk bangunan di sekitar kompleks makam. Buka Luwur merupakan salah satu wujud kebudayaan dari hubungan Islam dengan tradisi setempat (Nuha, 2016:56). Buka Luwur diadakan untuk menghormati leluhur sebagai orang terkenal dalam bidang agama dan kehidupan sehari-hari atau memiliki peran tertentu dalam suatu daerah.