Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Adik Saya di Bully karna Bahasa Inggris

22 Juli 2014   23:14 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:33 274 0
Saya menelpon adik saya hari ini, berhubung adik saya ini masih duduk di kelas 1 SMA. Seperti biasa saya menelpon dia di jam istirahat. Tapi, ada yang berbeda kali ini suara nya tak lagi bersemangat riang dan tak ada lagi kata-kata pembuka seperti "What's up sista, how are you?" atau "I just think about you and u're calling". Sedikit informasi, saya membiasakan adik-adik saya untuk berkomunikasi dalam Bahasa Inggris di keseharian kami bukan untuk bergaya 'sok bule' atau pamer tapi untuk membuat mereka masuk ke dalam dunia yang nanti akan mereka masuki. Dimana Bahasa Inggris merupakan modal dasar jika mereka ingin berkarir di dunia yang lebih luas.

Kembali lagi kepercakapan saya dengan adik saya, kali ini dia mengangkat telepon saya dengan suara yang sedikit dingin dan bertanya "ya kak, ada apa?". Dengan segera saya dapat mencium bau masalah dan ternyata benar. Setelah sedikit memaksa, akhirnya adik saya menceritakan kronologi ceritanya:

1 Tahun lalu adik saya tidak lolos olimpiade Bahasa Inggris yang di adakan Dinas Pendidikan setempat karna hasil ujian lisannya yang kurang, Adik saya memegang score tertinggi untuk Ujian Tulis dan jatuh di Ujian Lisan. Permasalah umum yang dihadapi oleh kebanyakan anak yang bersekolah di sekolah Negeri. Yaitu mereka 'jago' di tulisan tapi tidak di Verbal. Karna pola pengajaran yang saya pikir kurang tepat.

Semenjak itu, saya menekankan pola pendidikan PRACTICE MAKES PERFECT. Saya meminta adik-adik saya untuk hanya berbicara dengan saya dan satu sama lain dalam Bahasa Inggris, jadi semua conversation kami dalam Bahasa Inggris jadi jika ada pengucapan yang salah maka kami saling membenarkan. Awalnya kami menerapkan metode ini hanya di rumah saja, beruhubung saya tinggal terpisah di luar kota dengan keluarga saya jadi saya hanya menelpon adik saya ketika saya pulang kerja dan adik saya pulang sekolah.

Selanjutnya, saya berpikir mengapa tidak melakukan hal yang sama ketika di jam-jam dia istirahat yang kebetulan bersamaan dengan jam isitrahat makan siang saya. Beberapa kali semua berjalan lancar, hingga kemarin.

Saya melihat arloji dan jam menunjukkan pukul 12 WITA berarti di Sumatra sudah pukul 11 WIB dan itu adalah waktu isitirahat adik saya.

Saya pun menelponnya dan mengobrolkan banyak cerita mulai dari yang tidak penting sampai ke hal politik hingga setengah jam lebih.

Ternyata beberapa temannya yang iseng menguping setiap kali kami mengobrol, selalu 'mengejek' adik saya dengan hal-hal yang tidak penting seperti: 'Ikh, si Rahmy punya kakak Bule. Ngomong nya aja sekarang Bahasa Inggris" atau "Mentang-mentang juara Umum, jadi kelas Bahasa Inggris di bawa ke kantin gitu?" dan "Gaya Bahasa Inggrisan, padahal olimpiade kemaren KALAH. Pamer doank tuh dia sekarang supaya semua pada tau kalau dia pinter Bahasa Inggris"

Saya sempat mendengar, selentingan-selentingan tersebut tapi adik saya mengatakan kepada saya tidak apa-apa. Juga, ketika saya iseng berbahasa Arab, mengingat saya tidak punya teman yang bisa diajak berbicara dalam Bahasa Arab dan banyak kata-kata yang terlupa. Yang ternyata menjadi bahan ejekan baru bagi teman-temannya "Di sekolah kita ada Onta woiii"

Sungguh di sayangkan sikap anak-anak tersebut, karna sekolah tempat mereka belajar sekarang adalah sekolah dengan Standart International. Adik saya yang notabene cuek ternyata merasa terganggu dengan hal tersebut dan memutuskan untuk mengadu kepada guru nya yang saya pikir merupakan keputusan yang tepat dan TERNYATA SALAH!

Kata-kata Guru nya adalah:

" LAGIAN KAMU NGAPAIN NGOMONG BAHASA INGGRISAN SEGALA DILUAR KELAS, APA 3 KALI PERTEMUAN BAHASA INGGRIS DALAM SEMINGGU ITU KURANG? TERUS KENAPA BAHASA ARAB? BUKANNYA KITA TIDAK ADA SUBJECT BAHASA ARAB DI SEKOLAH INI? JANGAN BIASAKAN PAMER YA NAK, BIAR TIDAK MENIMBULKAN KECEMBURUAN DIANTARA TEMAN-TEMAN YANG LAIN"

Menanamkan budaya PRAKTEK kepada adik saya bisa disebut pamer? Saya mencoba untuk berpikir diluar kebiasaan guru yang minim inovasi demi membantu adik saya yang saya tau kualitas berpikirnya di atas rata-rata, saya mencoba menyelamatkan aset bangsa yang berkebetulan ada di adik saya. Mereka para tenaga pengajar yang merupakan pendidik yang menyiapkan bibit-bibit berkualitas bangsa memiliki kualitas rendah di mata saya dengan pemikiran mereka yang seperti itu. Saya tau ini hanya cerita dari satu guru, tapi saya yakin seseorang yang berpikir seperti ini tidak patut disebut sebagai guru dan orang ini bukanlah satu-satunya. Biarlah para pembaca yang menilai.

Sekedar saran untuk para orang tua, jangan mempercayakan pendidikan sepenuhnya kepada sekolah kita selaku orang tua dan yang lebih tua bertanggung jawab penuh atas pola didik apa yang cocok diterapkan kepada anak atau adik-adik kita. Kualitas mereka ada ditangan kita bukan di tangan mereka para pendidik yang kita tidak tau cara mendidik mereka tersebut membangun atau tidak

Salam Kompasiana

NT

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun