Kini menjadi rumah terseram yang pernah ku punya,
Kini menjadi rumah tersempit dibanding polusi kota,
Kini menjadi rumah terpanas dibanding Jakarta,
Kini tidak ada lagi tempat istirahat ketika merenungi hiruk pikuk dunia.
Kenapa jalang itu datang mengacak-acak rumah kita?
Kenapa jalang itu merebut tempat kita?
Kenapa jalang itu menghancurkan semuanya?
Berkeping-keping semua.
Berantakan!
Haruskah takdir kita di dunia seperti ini, Bu?
Apa tidak ada setitik bahagia untuk kita, Bu?
Senangkah dunia melihat kita porak poranda?
Musim kemarau rasanya musim hujan,
Tidak hujan namun bagai disambar petir,
Hidup namun mati.
Kesal, marah, benci, jijik!
Kenapa harus kita lagi, Bu?