Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Muhammad TWH Pendiri Museum Pers Perjuangan: Jurnalis Harus Berakhlak Baik, Pathui KEJ

8 Februari 2023   18:58 Diperbarui: 8 Februari 2023   19:02 213 1
Muhammad TWH, Pendiri Museum Pers Perjuangan:

Jurnalis Harus Berakhlak Baik, Patuhi KEJ



Di tengah dinamika masyarakat dan gejolak di dalam republik saat ini, penting bagi setiap jurnalis untuk  memiliki dan menerapkan akhlakul karimah (akhlak yang mulia) dan mematuhi kode etik jurnalistik (KEJ) dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik.

Demikian pesan tokoh pers Muhammad Tok Wan Haria (TWH) sekaligus pendiri Museum Pers Perjuangan di Medan, Senin (6/2) terkait penyambutan perayaan Hari Pers Nasional (HPN) 2023 yang digelar di Kota Medan berpuncak pada 9 Februari mendatang.

"Harapan saya bagi generasi bangsa Indonesia, agar dalam melaksanakan tugas-tugas jurnalistik dan lainnya, supaya selalu berjalan pada kode etik, harus senantiasa berakhlakul karimah. Jangan asal menghantam sana, menghantam sini," ujarnya ketika ditemui di kediamannya di Jalan Sei Alas, Jalan Darussalam, Medan yang juga difungsikan sebagai museum pers tersebut.

Wartawan senior kelahiran 15 November 1932 ini, seiring berjalan waktu tentunya banyak mendapatkan pengalaman dari berbagai belahan dunia terkait kerja jurnalistik. Tak hanya mengisi media massa kala itu, ia juga pernah bekerja di bagian penerangan militer kala itu, hingga diangkat menjadi veteran pejuang Indonesia.

Jauh sebelum ia mendirikan museum, awalnya ia sering melakukan berbagai pameran pers. Pameran ini yang menjadi cikal bakal dan motivasi ia mendirikan museum pers. Pernah dalam suatu waktu ia mengisi pameran pers di acara TNI di Lapangan Benteng, Medan. Kala itu dihadiri Wakil Presiden RI Tri Sutrisno, yang turut mengunjungi pameran yang Muhammad TWB sajikan pada acara itu.

Hingga, pesan dari wakil presiden saat itu yang dijadikan sebagai motivasi awal mendirikan museum. "Wakil Presiden Tri Sutrisno saat itu memberikan pesan, 'pelihara baik-baik dokumen kemerdekaan'," katanya menurikan wakil presiden kala itu.

Wartawan itu kolektor dokumen

Tok Wan Haria yang pada 2022 lalu genap berusia 90 tahun itu, terus melanjutkan hobinya untuk mengumpulkan berbagai dokumen seiring dengan kerja jurnalisnya. Baik dalam bentuk foto, tulisan dan lainnya. Sehingga dalam suatu masa, koleksinya tersebut dinilai layak untuk dijadikan material atau isi dari museum.

Dulu, karena sering mengisi pameran pers, barang-barang atau meterial pameran sering dibawa pulang ke rumahnya. Pelan-pelan namun pasti, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada akhirnya museum ini terbentuk. "Pelan-pelan jadi museum ini, tidak ada meminta pemerintah untuk bantuan dan kepada yang lain juga," tukas ayah lima anak dengan 11 cucu ini.

Salah satu sumber pendanaan ialah ia mempunyai rumah yang bertetangga dengan Ali Sukardi, salah satu pendiri Harian Analisa. Rumah itu ia sewakan dan untuk membiayai dan membenai museum ini. Upaya ini memang juga didukung hobinya yang senang mengoleksi. "Saya sejak dulu suka mengoleksi dan mengumpulkan dokumen. Bagi wartawan koleksi dokumen itu sangat diperlukan," tandasnya yang mulai bekerja di Harian Mimbar Umum sejak 1951 ini.

Semangat mengoleksi ini, ia dapatkan dari sang ayah yang juga pewarta di Harian Seruan Kita pada era kolonial. Mengulangi pesan ayah TWH, yaitu foto atau dokumen ini memang sekarang tidak ada harganya, tapi 20 atau 30 tahun ke depan akan sangat berharga. Pesan ini yang ia pegang teguh hingga hari ini banyak karya yang ia hasilkan, termasuk museum pers.

Pers bagian dari perjuangan

Ia menjelaskan, pers yang menjadi bagian dari perjalanan hidup dan kariernya mempunyai makna penting. Termasuk dalam lahirnya republik ini. Menurut TWH, pers merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari perjuangan bangsa untuk meraih kebebasan dan kemerdekaan dari belenggu penjajah dan kolonial masa itu. Setiap gerakan perjuangan, tokoh, kejadian penting, strategi dan peristiwa itu direkam dan didokumentasikan serta disebarluaskan atau dipublikasikan oleh kerja-kerja jurnalistik.

Maka dari itu, museum ini kini merupakan warisan literasi yang ia kembangkan untuk generasi muda memahami perjuangan bangsa bahwa kita adalah bangsa yang besar, berikut dengan peran pers di dalamnya. "Agar generasi muda bangsa mengetahui dan memahami para tokoh dan bagaimana perjuangan bangsa. Pers juga memberikan perjuangan sejak lama. Karena itu, pers merupakan bagian dari perjuangan kemerdekaan dan pembebasan bangsa Indonesia," katanya.

Lalu, di usianya yang kini sepuh, ia berpesan pada generasi muda agar mengedepankan akhlak yang baik dan kode etik dalam pelaksanaan tugas-tugas, khususnya dalam kerja jurnalistik. Kini berbagai penghargaan ia dapatkan, di antaranya menerima gelar kehormatan veteran pejuang kemerdekaan RI dari Panglima Abri kala itu diterbitkan 1983.

Orang-orang bertanya-tanya mengapa ia mendapatkan gelar veteran padahal sebagai wartawan. Ternyata dulu, ia sempat direkrut pejabat TNI saat itu untuk menjadi personel penerangan di Resimen V Divisi X di Lhokseumawe, Aceh. Momen ini sejalan dengan jenjang pendidikannya yakni di sekolah menegah Islam dan menjadi tentara pelajar Islam, lalu mendapatkan peluang bekerja di penerangan militer. Salah satu rekan yang ia kenang ialah Dakka Taus alias Hak Muddin yang di akhir kariernya sebagai wartawan Harian Analisa Medan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun