Bangunan dua tingkat tersebut akan dipakai sebagai kantor pusat National Integration Movement (NIM). Tempat berkarya menyuarakan semangat persatuan serta nilai inklanusifitas yang dulu pernah digaungkan oleh almarhum Nurcholis Madjid.
Turut hadir dalam peristiwa bersejarah itu Prof. Dr. Budi Susilo (Dirjen Potensi Pertahanan Departemen Pertahanan) beliau mewakili Menteri Pertahanan RI, Juwono Sudarsono yang sedang kurang enak badan. Selain itu, turut hadir Ibu Omi (Istri Cak Nur) beserta kedua anaknya. Tamu VIP lainnya ialah Deputi IV Kementrian Polkam, Bapak Sudharmadi, Bapak Utomo Dananjaya, dan last but not least Gus Dur.
Selaku tuan rumah adalah National Integration Movement (NIM), kebetulan tanggal 14 Januari 2006 merupakan hari ulang tahun yang ke 16 Yayasan Anand Ashram (berafiliasi dengan PBB), paguyuban spiritual lintas agama yang didirikan oleh Anand Krishna.
Dalam sambutannya tokoh humanis lintas agama tersebut mengatakan mengatakan, "Cak Nur adalah sebuah pandangan, falsafah, dan harapan...oleh sebab itu jiwa, kesadaran, dan visi beliau tak pernah mati. Kini kita dapat berkumpul di tempat ini karena kita mempunyai ikatan yang kuat pada Ibu Pertiwi, mari kita senantiasa mengukuhkan dan memperbaharui komitmen untuk berjuang, berbakti bagi Ibu Pertiwi demi terwujudnya Indonesia Jaya"
Cak Nur Memorial Hall berhiaskan berbagai ornamen dari berbagai tradisi agama. Terdapat berbagai Kitab Suci di sana. Semua itu adalah saran untuk mengingatkan walau berbeda jalan toh kita menyembah DIA yang satu adanya.
Lokasi tempat indah tersebut berada dekat dengan Alam. Tepatnya di atas Bukit Pelangi, sehingga kita dapat merasa lebih dekat dengan Ibu Bumi. Cuaca yang lebih sejuk niscaya membuat kita lebih bersemangat berkarya demi kebangkitan dan kejayaan Indonesia.
Sharing dari Ibu Omi
Di lingkungan keluarga almarhum Cak Nur adalah seorang ayah yang baik. Beliau senantiasa
mendidik putra-putrinya agar bersikap inklusif dan menghargai perbedaan terutama agama. Cak Nur
menyarankan mereka untuk mengapresiasi semua agama dan kepercayaan. Misalnya dengan membaca semua kitab suci agama, sehingga semangat pluralisme sungguh sunguh dipraktikkan dalam keseharian. Tentunya di mulai dari rumah sendiri.
Permasalahan kebangsaan kita ibarat lingkaran setan yang sulit untuk dibenahi, sering Ibu Omi mengungkapkan secara jujur rasa pesimis ini pada suami tercinta. Namun Cak Nur selalu menandaskan, "... justru karena bentuknya seperti lingkaran setan kita mudah memutusnya. Kita bisa memulainya dari mana saja, dari sudut (angle) manapun."
Ada juga ulasan dari Pak Budi Susilo, utusan Menteri Pertahanan RI. Beliau menjelaskan 2 tipe ketahanan Nasional. Pertama lewat militer, tapi kita tak akan bisa mengamankan seluruh wilayah kepulauan Nusantara yang begitu luas melulu lewat kekuatan militer. Cara yang terbaik adalah dengan membangkitkan semangat bela negara di dada setiap penduduk Indonesia. Ini yang disebut pertahanan non militer alias pertahanan budaya.
Ibu Norma Slamet Harsono yang sempat berguru pada Cak Nur di Universitas Paramadina juga mempersembahkan sebuah puisi "Madrasah Sang Guru" berisi sharing pengalaman semasa belajar nilai-nilai pluralitas dari Sang Guru Bangsa.
Gus Dur juga bicara panjang lebar selama sejam lebih di Aula As-Salam. Yang menarik adalah urain beliau tentang istilah Bende Mataram, ternyata idiom ini merupakan ikrar yang biasa dibacakan pada saat pengakatan seorang raja. Tradisi tersebut telah berlangsung sejak dinasti Sanjaya, kemudian di Kerajaan Airlangga, Kediri, Singosari, terakhir di Mataram Yogyakarta dan Jawa Tengah. Maknanya adalah tekad untuk berbakti bagi "Mataram", Ibu Pertiwi.
Di Kompleks One Earth, Duta Besar Pakistan pernah meresmikan sebuah mushola. Uniknya mushola
yang bernama Shah Abdul Latif tersebut ditandatangani oleh wakil dari NU dan Muhamadiyah, dua aliran Islam yang hingga detik ini relatif belum bisa akur. Masih ditambah bubuhan tanda tangan dari wakil Katholik, Kristen, Buddhis dan Hindu. Sungguh sebuah langkah konkrit untuk merevitalisasi semboyan "Bhinekka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa" yang ditulis oleh Mpu Tantular.
dalam Kakawin Sutasoma pada abad ke 13.
Acara malam itu juga dimeriahkan oleh role play dari Torchbeaers (Muda-mudi Pembawa Obor Kasih). Mengisahkan tentang konspirasi pembunuhan Dyah Ayu Pitaloka, putri ayu dari Kerajaan Pajajaran. Ada segelintir orang yang tak mau Nusantara bersatu, untuk konteks saat itu adalah persatuan secara politis, ekonomis dan kultural antara 2 kerajaan besar: Majapahit dan Pajajaran.
Ironisnya, pola semacam inipun masih terjadi hingga kini. Namun yang namanya integrasi, persatuan, dan Kebangkitan Bumi Nusantara adalah suatu keniscayaan. Tugas setiap anak bangsa untuk mewariskan Indonesia yang damai, utuh dan rukun bagi generasi penerus Republik ini.