Jajaran bunga trotoar dengan aneka ragam warna dan harumnya kini sudah tidak bisa kita temukan lagi di sudut kota lama itu. Bahkan sedapurpun kini lekas sudah tidak menjuntai lagi. Dahulu ketika nasib masih berpihak, surya masih berbagi, terlihat mereka begitu anggun menyapa pembeli, dan pelayan-pelayan toko yang genit manis dengan daun gincunya yang merah menawarkan barang. Semua sudah ditelan waktu, ditumbuk dalam lumbung nasib, bahkan tapak kaki yang dahulu menggilas lapak-lapak kumuhpun sekarang sudah tidak ada jejaknya lagi. Kemana nasib hendak mengadu, kalau benih dari merekapun sudah layu untuk disemai?. Sekarang sudut-sudut kota lama itu tinggal ornamen-ornamen kaku yang membujur dari mallis searah mata memandang hanya kebekuan, kekakuan dan kesombongan metrokosmos yang sombong.
KEMBALI KE ARTIKEL