Beberapa tahun ke belakang, pemerintahan kota Bandung menginstruksikan agar Saritem ditutup, kaena Bandung harus bebas dari maksiat. Alhasil semua “pekerja” di Saritem pun kalang kabut, karena mereka bingung, praktek prostitusi ditutup, penghasilan pun nihil. Namun, hingga saat ini kegiatan prostitusi tersebut masih menggeliat, meski prakteknya konon lebih “santun” alias mungkin beberapa melakukannya sembunyi-sembunyi. Saat walikota Bandung Dada Rosada mengutarakan beliau mengharapakan sekali Kota Bandung sebagai Kota Agamis. Maka sebagai langkah konkretnya ia mengupayakan agar Kota Bandung benar-benar bersih dari penyakit masyarakat (pekat), terbebas dari perjudian, penyalahgunaan narkoba,miras dan prostitusi.Ia pun tak segan-segan untuk mencobot jabatan anak buahnya yang terbukti menerima suap dari tempat maksiat.
"Kalau ada oknum aparat atau lurah saya dilapangan, menerima uang haram dari perlindungan praktik prostitusi, harus berhenti dan siap dicopot dari jabatan,” saat audiensi dengan sejumlah ormas Islam yang tergabung dalam forum silaturahmi ormas Islam (FSOI) Kota Bandung, di ruang Arab Pendopo, Jalan Dalem Kaum Bandung, Jumat (15/05 thn 2009)
Dan saat itu Saritem adalah sasarannya. Mengapa harus Saritem?