pada selembar kemeja usang yang pernah
kau kenakan,
aku tekun menulis puisi tentang hari yang tak pernah datang lagi
ditemani secangkir kopi pahit tanpa ampun,
menghadirkan hantu-hantu kenangan di kepala
entah bagaimana mereka bisa menari tanpa tubuh
tapi mereka ahli merayap dalam sunyi
sambil tenggelamkan setiap harapan yang tersisa.
kemeja usang itu usai menuliskan cerita
tentang buku-buku
tentang waktu yang berpamitan
tentang kita yang berburu pada mata-mata telanjang,
kau selesai menulis sajak-sajak kebaikan pada tubuhku,
kini tiada lagi atma bersemayam di rumah kayu,
di kemeja usang kuhidu aromamu, bapak.