Umat manusia kini tengah menghadapi berbgai krisis, dan perubahan pola iklim menjadi salah satu ancaman yang paling serius. Di indonesia, yang terletak di daerah tropis, dampak perubahan iklim sangat terasa, terutama dalam konteks kesehatan publik. Penyebaran penyakit tropis yang dipengaruhi oleh perubahan iklim menjadi isu yang mendesak untuk ditangani, mengingat dampak terhadap kualitas hidup masyarakat. Menurut Kementerian Kesehatan, sekitar 1 juta penduduk Indonesia masih terjangkit penyakit tropis terabaikan, termasuk kusta dan filariasis (Tempo, 2024). Kajian ini berfokus untuk menelaah hubungan antara trasformasi iklim dengan kesehatan public di Indonesia, sekaligus merumuskan berbagai strategi adaptif untuk meminimalisir penyebaran penyakit tropis.
Latar belakang
Indonesia adalah negara kepulauan dengan iklim tropis yang kaya akan keanekaragaman hayati. Namun, kondisi ini juga menjadikan rentan terhadap penyakit menular yang ditularkan oleh vektor, seperti nyamuk. Indikasi terjadinya perubahan iklim dapat diamati dari dua aspek: eskalasi temperature rata-rata dan transformasi pola hujan yang berkontribusi pada perubahan ekosistem dan pola penyebaran penyakit. Menurut data dari WHO, Indonesia melaporkan 14.376 kasus kusta pada tahun 2023 dan hingga kini, delapan penyakit dari total 21 penyakit tropis yang terabaikan masih mewabah (Tempo, 2024). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa peningkatan suhu global sebesar 1 derajat Celsius dapat meningkatkan insidensi DBD hingga 20% (Arivadany, 2024). Hal ini disebabkan oleh siklus hidup nyamuk Aedes aegypti yang lebih cepat dalam kondisi hangat. Kasus demam berdarah dengue (DBD) dan malaria semakin sering terjadi, menimbulkan beban kesehatan yang berat bagi masyarakat. Menurut data terbaru, kasus DBD di Indonesia meningkat dari sekitar 114 kasus pada tahun 2023 menjadi 146 kasus pada tahun 2024, menunjukkan tren yang mengkhawatirkan (Hadi, 2024).
Dasar Teori
Perubahan iklim dapat mempengaruhi kesehatan manusia melalui beberapa mekanisme. Teori ekologi kesehatan menjelaskan bahwa perubahan lingkungan dapat mengubah pola interaksi antara manusia, hewan, dan vektor penyakit. Selain itu peningkatan suhu dan kelembaban dapat mempercepat siklus hidup vektor penyakit dan meningkatkan risiko penularan. Penelitian menunjukan bahwa cuaca ekstrim dan kondisi lingkungan yang tidak stabil berkontribusi pada peningkatan insidensi penyakit menular (Susilawati, 2021).
Isu dan Masalah:
Dampak perubahan iklim terhadap kesehatan publik di Indonesia termanifesing dalam berbagai bentuk. Peningkatan suhu dan curah hujan yang ekstrim telah menciptakan lingkungan ideal bagi perkembanganbiakkan vektor penyakit, terutama nyamuk. Data dari kementerian kesehatan RI (2024) menunjukan bahwa wilayah dengan perubahan suhu signifikan mengalami peningkatan kasus DBD dan malaria yang tinggi. Perubahan pola curah hujan juga berkontribusi pada meningkatnya risiko penyakit water borne disease seperti diare dan leptospirosis.
Untuk mengatasi tantangan ini, berbagai strategi adaptasi telah diimplementasikan. Kementerian Kesehatan RI (2024) telah mengembangkan sistem peringatan dini dan pemetaan daerah rawan penyakit tropis. Program pengendalian vektor terpadu dan penguatan sistem surveilans juga telah ditingkatkan.
Namun, efektivitas program-program ini masih perlu dievaluasi dan disesuaikan dengan dinamika perubahan iklim yang terus berlanjut.