“Ada apa denganmu, Nov?”, tanya Dida, sahabat yang begitu peduli padaku dan aku masih diam dan tersenyum. “Aku tahu, kau ke Malang bukan hanya ingin bertemu denganku. pasti ada sesuatu yang ingin kau katakan”. Aku hanya tersenyum dan mengangguk.
“Aku Hamil, Did!”
“Apa !!!!!!!. Hamil ? gila apa kamu ?!!! . Aku hanya mengangguk lemas. “Aku tak percaya!. Bukankah selama ini kau selalu mempertahankannya, mengapa tiba-tiba kau lengah ?”
“Aku tidak lengah, tapi aku memang menginginkannya. Aku hanya ingin hamil, Did”
“Gak mungkin ! bukannya kau selama ini punya control yang kuat untuk mempertahankan keperawananmu. Tapi mengapa sekali jebol, kau malah ingin hamil ? siapa laki-laki itu ?”
“Laki-laki yang tak pernah ku tahui namanya. Tapi aku tahu, dia laki-laki baik-baik. Dia cerdas. Dia kaya. Dan dia cakep.”
“Oooo… jadi karena kau sudah menemukan laki-laki yang pas menurut seleramu, lalu kau dengan mudah menyerah begitu saja?”
“Tidak, Did. Sebenarnya aku sudah mengenalnya cukup lama. Tapi kami baru saja bertemu dan terjadilah !”
“Jadi kau sudah tahu sapa dia ?”
“Iya, dia adalah laki-laki cerdas dan menarik “
“Lalu ?”
“Tapi dia dari keluarga yang tidak mungkin menerimaku. Keluarganya adalah orang hebat dan aku tak mungkin bersamanya”
“Aku yakin, kau melakukan hal itu, bukan karena itu semua”
“Betul, aku melakukannya, karena ia masih perjaka”
“ Apa !!!! Gila Kau ! apa laki-laki itu tahu, bahwa kau hamil ?”
“Tidak ! ia tidak tahu, dan aku memang tidak ingin memberitahukannya?”
“Kenapa ?”
“Karena aku hanya ingin hamil dan menjadi ibu, bukan sebagai istri”
“Tapi keluargamu, Nov ?”
“Itulah yang ingin ku obrolkan denganmu”.
________________________________
3 Minggu yang lalu…..
Di rumahku
“Kamu yakin mau melakukan ini?”
“Iya.. lakukanlah !”
“Apa perlu aku ke market untuk beli kondom ?”
“Tak perlu ! sudahlah ! lakukan saja!”.
Laki-laki itu memadangku nanar. Aku menghela nafas panjang dan memejamkan mataku
“Kau tidak mencintaiku, Nov?”. ia memindahkan tubuhnya yang sudah berada di atas tubuhku ke sampingku. Kami masih telanjang di bawah selimut dengan tanpa bersentuhan. Sama-sama menerawang memandang langit-langit atap rumahku. Dan kami pun menjadi diam.
“Kenapa kau berhenti ?”
“Karna sebenarnya kau tak ingin melakukannya”
“Mengapa kau berfikir begitu?”
“Karena aku mencintaimu”
Aku menghela nafas berat dan berusaha untuk tidak memejamkan mata agar air mata yang tergenang tak jatuh hingga membuatnya ia tahu, bahwa aku sebenarnya mencintainya.
“Jika zina ini haram dan berdosa, mari kita berdosa bersama dan katakan pada Tuhan, bahwa kita saling mencintai namun tak mampu untuk bersama di dunia. Tapi jika Tuhan masih menghadiahkan kita neraka, minimal kita masih bisa bersama disana karena Tuhan telah cemburu pada kita"
“Apa yang kau katakan, Nov?”
Aku tak peduli lagi. hingga akhirnya aku menciumnya dan ia membalasnya dan kami pun bercinta.
______________________________
2 minggu kemudian
Laki-laki itu datang lagi menemuiku..
“Kenapa sms ku tak pernah kau balas dan telponku tak pernah kau jawab, Nov?”
“Apa itu penting ?”
“Pentinglah!”
“Bagimu. Bagiku tidak !”
“Ahh sudahlah ! kau sehat ?”
“He’eh “
“Tidak terjadi apa-apa kan ?”
“Tidak. Mengapa kau bertanya hal itu ?”
“Karena aku bermimpi, ada suara yang memanggilku ‘ayah’”
“Haaaa…… lalu kau anggap itu apa ?”
“Aku akan menjadi seorang ayah…..” dia menunduk malu dan aku hanya bisa tertawa ngakak.
“Haaa… ayah ? haaaaaa”
“Kenapa kau tertawa ?”
“Ya lucu aja….haaaaaaa…”
Kami ngobrol dengan canda dan tawa yang tak pernah berhenti. Ia adalah laki-laki yang sangat lucu dan kadang bodoh. Mungkin karena selama hidupnya ia hanya memikirkan hal-hal yang serius, jadinya kelihatan lucu dan kaku. Setahun yang lalu ia telah berhasil meraih gelar megisternya dan kemudian meneruskan estafeta perusahaan keluarganya.
Kami bertemu sebulan yang lalu di acara Kick Andy di Metro TV. Ia datang sebagai keluarga dari salah satu undangan yang juga diwawancarai oleh bang Andy. Kebetulan ia duduk tepat di sampingku. Dan kami pun mulai berkenalan, ngobrol dan menjadi akrab. Aku tidak menyangka, lulusan luar negeri ternyata sangat kaku dalam pergaulan. Dan aku melihatnya di dia.
Kami masih ngobrol dan bercanda hingga harus terhenti karna sopir taxi memberitahukan pada kami, bahwa kami sudah sampai di Bandara. Ia mengatakan, bahwa ke Jakarta hanya mengurusi bisnisnya dan harus segera balik ke kotanya.
“Makasih ya, Nov. Sudah mengatarku. Kalau ada apa-apa, kau harus memberitahukan ku ! ingat ! jangan lagi tak membalas smsku atau tak menjawan telponku! Okay…!”. Aku mengangguk dengan senyum.
Dan aku melambaikan tangan padanya ketika ia memasuki bandara untuk boarding pass. Aku masih diam tersenyum sambil meremas kertas hasil labotorium rumah sakit yang menyatakan bahwa aku positif hamil di dalam tasku. Ia masih melihatku dengan senyum dan aku pun juga masih tersenyum yang tertahan.
“Maafkan aku… maafkan aku…! Dan jangan pernah muncul lagi di hadapanku ! hingga bayi ini sudah beranjak dewasa untuk memintamu menjadi wali nikah di pernihakannya kelak “
Gunuk, 1 April 2011. 14.00