Secara deskriptif, kalimat "Jangan menilai buku dari sampulnya" adalah sebuah ungkapan yang berarti bahwa seseorang tidak boleh membuat asumsi tentang seseorang, atau sesuatu berdasarkan penampilannya. Ini adalah pengingat bahwa penampilan bisa menipu dan bahwa nilai sebenarnya terletak di dalam.
Penampilan di sini tak selalu berarti dipandang dari segi fisik seseorang, melainkan dapat dipandang juga dari segi perilaku dan kebiasaan yang melekat pada seseorang.
Memang benar, yang namanya berpendapat tentu boleh-boleh saja. Semua orang punya hak yang sama untuk berpendapat tentang sesuatu yang dipandangnya, tak terkecuali perihal perilaku orang lain. Saya boleh saja berpendapat tentang kamu, dan kamu boleh juga berpendapat tentang saya.
Tapi, meski kamu berhak berpendapat, kamu tidak berhak menarik kesimpulan hanya dari satu sudut pandang yang sesaat. Kamu pun tidak pantas untuk menghakimi hidup orang lain.
Karena kamu tak pernah tahu berapa banyak hal yang telah dilaluinya selama perjalanan hidupnya. Kamu juga tidak pernah tahu isi hatinya. Bisa jadi, orang yang kelakuannya lebih buruk dari kamu justru memiliki hati yang seribu kali lebih tulus dibanding kamu.
Siapa tahu, amalan dan ibadah orang yang kamu anggap buruk itu jauh lebih baik dan mulia di sisi Tuhan.
Mereka yang kerap memandang orang lain dengan pandangan miring dan seenaknya menilai orang lain berdasarkan perspektifnya sendiri, biasanya merasa bahwa dirinya jauh lebih baik dari orang yang dinilainya.
Dan pada akhirnya, mereka akan berpura-pura merendah diri dengan mengatakan, "Ini pendapat saya lho, bukan berarti saya lebih baik dari dia."
Halo..! Kalau memang benar merasa tidak lebih baik dari orang yang kamu nilai tadi, sebaiknya lebih banyak berkaca dan koreksi diri. Dan jangan lupa, mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa.
Fokus saja pada amalan dan ibadahmu sendiri. Jangan sampai pahala ibadahmu hilang hanya karena kamu seenaknya menarik kesimpulan dari satu kebiasaan buruk yang melekat pada seseorang. Apalagi sampai ngomongin di belakang.
Dan jika kamu mengaku sebagai orang beragama, mungkin kamu sudah ataukah belum pernah mendengar kalimat ini, "Allah lebih mencintai pendosa yang bertaubat, dibandingkan orang soleh yang sombong dan selalu merasa dirinya benar."
Jadi, cobalah untuk stop ngurusin hidup orang lain! Selama apa yang mereka lakukan tidak merugikan kamu dan tidak menyusahkan kamu, jangan coba-coba berargumen di depan banyak orang untuk menggiring opini yang sama.
Yang perlu diingat, setiap orang punya kapasitas hidupnya masing-masing. Setiap orang diberi cobaan dan ujian hidup sesuai kapasitasnya. Kamu belum tentu sanggup menjadi saya, begitu pun saya yang mungkin tidak akan sanggup jika menjadi kamu.
Dan seperti di awal tulisan ini, bahwa setiap orang punya standar kebahagiaannya masing-masing. Maka saling menghargai dan menghormati pilihan hidup orang lain tanpa banyak berkomentar adalah sikap yang paling pantas.
Cobalah untuk bersikap bodo amat dalam pergaulan. Mungkin kamu bisa mencoba seperti saya yang ketika mendengar teman mengambil keputusan untuk childfree, saya hanya menjawab "Oh oke!"
Sesederhana itulah sikap bodo amat yang saya maksud. Dia mau childfree kek, mau apa kek, tidak perlu menanggapi dengan ucapan yang aneh-aneh, apalagi sampai membuatnya tersinggung. Tak perlu juga bertanya-tanya apa alasannya. Semua kembali pada haknya masing-masing.(*)