Salah satu contoh, pada formulir penerimaan karyawan baru, biasanya kandidat diminta untuk menuliskan alamat email pribadinya pada salah satu kolom yang disediakan. Namun, kini tak hanya alamat email pribadi yang diminta oleh perusahaan, melainkan juga akun media sosial yang dimiliki oleh calon karyawannya.
Untuk apa kira-kira perusahaan ingin mengetahui tentang media sosial milik calon karyawannya? Ada banyak kemungkinan untuk menjawab pertanyaan ini.
Pertama, perusahaan ingin mengenal lebih jauh tentang bagaimana sosok pribadi sekaligus kehidupan sosial calon karyawannya. Siapa dia, siapa teman-temannya, dan mungkin tentang bagaimana gaya hidupnya.
Kedua, dengan mengamati postingan yang diunggah dalam media sosial tersebut, perusahaan dapat mengetahui karakter dan kepribadian calon karyawannya. Berapa sering ia mengupdate status dan membagikan momen lewat foto.
Ketiga, memiliki media sosial menjadi sebuah pengakuan tersendiri. Di mana saat calon karyawan tersebut memiliki media sosial, perusahaan menilainya sebagai pribadi yang aktif, memiliki koneksi yang baik, dan yang pasti tidak ketinggalan zaman.
Tak sebatas untuk urusan pekerjaan yang terikat dengan perusahaan, kini memiliki akun media sosial telah menjadi sebuah persyaratan umum dalam berbagai kepentingan, yang menyangkut setiap individu dalam kehidupannya sebagai makhluk sosial.
Namun, terlepas dari segala tuntutan tersebut, bukankah setiap individu juga berhak untuk menjaga privasinya? Maka, mengambil pilihan lowkey merupakan pilihan yang tepat dalam bermedia sosial.
Mengutip situs unesa.ac.id, lowkey adalah slang yang digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang dilakukan atau dirasakan dengan intensitas yang rendah, tersembunyi, atau tidak terlalu mencolok.
Dalam hal bermedia sosial, lowkey berarti seseorang berusaha membatasi kehidupannya lewat apa yang harus diunggah, dan tidak perlu diunggah di media sosialnya.
Perilaku tersebut bukan berarti menutup diri sepenuhnya dari dunia maya, melainkan upaya untuk menjaga privasinya tetap aman, dan memanfaatkan media sosialnya untuk satu tujuan/ kepentingan tertentu saja.
Ketika seseorang menerapkan lowkey dalam bermedia sosial, ia akan terkesan lebih misterius bagi siapapun yang mengunjungi halaman profilenya.
Mungkin sebagian orang lebih senang mempublikasikan kegiatannya, teman-temannya, dan lokasinya secara berkala di media sosial, yang tanpa disadari hal tersebut dapat membawa dampak kurang baik bagi privasinya sendiri.
Lain halnya jika lowkey yang diterapkan, maka orang lain tidak akan mengetahui terlalu banyak hal yang menyangkut dirinya.
Selain dapat melindungi privasi, memilih lowkey dalam bermedia sosial juga dapat membuat seseorang menjadi lebih fokus kepada hal-hal lain yang lebih penting. Artinya, ia tidak perlu was-was memikirkan bagaimana reaksi dan komentar pengguna lain terhadap setiap postingannya.
Memilih lowkey, ternyata dapat menjaga kesehatan mental agar lebih stabil. Sebab, dalam penggunaan media sosial yang terlalu aktif atau terlalu sering mengunggah postingan (terutama berupa foto), hal tersebut kerap memberi semacam tekanan atau tuntutan untuk selalu tampil sempurna di mata pengguna lain.
Dengan memilih lowkey bermedia sosial, berarti seseorang tengah berusaha menjaga kesehatan mentalnya dari hal-hal yang sebenarnya tidak penting, dan justru dapat membuatnya tertekan.
Perwujudan sikap lowkey ini dapat ditunjukkan dengan intensitas orang tersebut memposting kegiatannya di media sosial. Biasanya, ia hanya sekali-sekali saja memposting momen kegiatan yang dianggapnya memang sangat penting untuk dibagikan di media sosial.
Namun, memilih untuk lowkey bermedia sosial atau tidak, hal tersebut tetap kembali pada kepribadian masing-masing orang. Serta sejauh mana seseorang ingin memanfaatkan akun media sosialnya secara maksimal dalam menunjang beragam aspek kehidupannya.(*)