Damar dibunuh oleh komplotan yang tidak pernah ia kenal sebelumnya. Hanya satu nama yang Laras tahu, Doni, yaitu orang yang memimpin komplotan kejam itu.
Laras mengusap air matanya yang jatuh. Sudah bertahun-tahun sejak malam itu, tapi dendamnya masih berkobar. Ia tahu apa yang harus ia lakukan. Selama ini ia diam, berlatih dan menyusun rencana.
Derap langkah sepatu Laras menggema di lorong sempit sebuah gudang tua. Ia tahu Doni ada di sana, bersembunyi bersama para anak buahnya. Tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya, dalam balutan sarung tangan kulit hitam.
Laras menendang pintu dengan satu pukulan kuat. Pintu itu terhempas ke dinding, membuat beberapa anak buah Doni yang berada di dekatnya menoleh kaget.
Seorang pria bertato mendekatinya dengan tongkat di tangan. "Heh, apa-apaan ini? Siapa...?"
Laras tidak membiarkan pria itu menyelesaikan kalimatnya. Ia menerjang ke depan, melayangkan tendangan ke perut pria itu. Terdengar batuk dan jerit kesakitan saat pria itu terhuyung mundur. Laras tidak memberinya kesempatan untuk pulih, dengan cepat ia menyikut dagu pria itu hingga terjatuh.
Dua orang lainnya yang berada di sudut gudang saling bertukar pandang, dan salah satu dari mereka menarik pisau dari pinggangnya untuk menyerang Laras. Namun, Laras telah siap.
Dengan gerakan cepat, ia menangkis serangan itu, mencengkeram pergelangan pria itu, lalu memutar lengannya hingga terdengar suara patah yang terasa ngilu.
Laras melepaskan tangannya, membiarkan pria itu jatuh berlutut, memegangi lengannya yang patah. Ia menoleh ke arah pria yang satu lagi, menatapnya dengan dingin. "Di mana Doni?"
Pria itu mundur selangkah, "Saya.. saya ngga tau!"
Kebohongan begitu jelas terlihat di wajah pria itu. Laras tidak punya waktu untuk basa-basi. Ia melayangkan pukulan ke rahang pria itu hingga jatuh pingsan.
Laras berjalan melewati tubuh-tubuh yang tergeletak di lantai, menuju ruangan besar di tengah gudang. Di sanalah, di balik pintu besar itu, Doni pasti bersembunyi.
Ia mendorong pintu besar itu dengan kedua tangannya, dan di sana ia melihat Doni yang duduk santai di kursinya, dengan rokok menyala di bibir. Di sekelilingnya, beberapa orang bersenjata menjaganya.
Doni menoleh dan tersenyum miring saat melihat Laras. "Akhirnya kamu datang juga. Saya kira kamu sudah menyerah setelah kematian Damar."
"Kamu salah. Malam ini, aku datang untuk menuntaskan semuanya."
Doni tertawa, dan mematikan rokoknya. "Kamu pikir kamu bisa melawan kami semua? Sendirian? Kamu cuma seorang perempuan!"
Laras mengabaikan ejekan itu. Ia tahu, ini bukan soal kekuatan jumlah, tapi ketenangan dan ketepatan.
Dua pria bergerak maju, mengayunkan pentungan dan pisau. Tapi Laras lebih cepat. Ia berguling ke samping, menghindari ayunan pentungan, lalu melompat ke arah pria pertama, menendang lututnya hingga terdengar suara retakan. Pria itu jatuh, memegangi kakinya yang cedera.
Tanpa menunggu, Laras menangkap tangan pria yang satunya, menekuknya ke belakang hingga pisaunya terlepas dari genggaman. Ia menghantam pria itu dengan lutut di wajah, membuatnya roboh ke lantai.
Sisa anak buah Doni maju serentak, namun Laras tetap tenang. Ia menendang, memukul, dan menghindari serangan dengan ketangkasan luar biasa. Latihan bertahun-tahun di dojo membuat tubuhnya seolah tahu ke mana harus bergerak tanpa perlu berpikir panjang.
Setelah beberapa menit, hanya Doni yang tersisa, memandangi anak buahnya yang tergeletak tidak berdaya.
Doni mulai melangkah mundur, "Laras, dengar! Kita bisa omongin dulu, semua ini salah paham. Saya ngga pernah bermaksud membunuh Damar!"
"Kamu yang suruh mereka," ucap Laras dingin, mendekat perlahan. "Kamu bertanggung jawab atas kematiannya."
"Oke, dengar! Kamu mau uang? Saya bisa kasih kamu banyak uang. Kamu ngga perlu melakukan ini!"
Laras berhenti tepat di depan Doni, menatapnya dengan penuh kebencian. "Uang ngga bisa menghidupkan Damar lagi."
Dan kali ini, Laras menodongkan sebuah pistol tepat di kepala Doni. Bersiap menarik pelatuknya. Tapi sebelum itu, suara langkah terdengar dari belakangnya.
"Laras, cukup!"
Laras berbalik, melihat sosok temannya yang bernama Fery berdiri di pintu. Fery yang selama ini membantu Laras menyusun rencana, melangkah menghampiri tempat Laras berdiri.
"Ini bukan kamu, Ras. Jangan menjadi seperti mereka!"
Laras terdiam sejenak, dan menurunkan pistolnya. Ia tahu Fery benar. Damar tidak akan suka jika ia berubah menjadi monster seperti orang yang membunuhnya.
Akhirnya Laras melepaskan Doni. Ia mundur perlahan, memandang wajah Doni yang pucat. Tanpa berkata apapun, ia berbalik dan melangkah keluar, meninggalkan Doni yang masih gemetar.
Di luar sana, Fery menyusul Laras. "Bagian kamu sudah cukup, Ras. Kita lihat sejauh mana hukum bertindak."
Laras mengangguk, ia tahu dendam itu tidak akan mengembalikan Damar, tapi setidaknya malam ini ia sudah mendapatkan sebagian dari keadilannya.(*)
*) intip masa remaja Laras dan Damar dalam cerpen Dikejar Bola Mas Damar