Judi.. judi.. Meracuni keimanan
Pasti.. pasti.. Karna perjudian
Orang malas dibuai harapan..."
Begitulah kira-kira sebait penggalan lirik lagu berjudul Judi yang diciptakan oleh raja dangdut tanah air, bung Rhoma Irama pada tahun 1987 silam.
Tahukah Anda, bahwa lagu yang sarat makna dan pesan ini ternyata menjadi lagu yang paling lama dibuat oleh beliau? Hal itu dikarenakan bung Rhoma harus melakukan observasi atau riset yang panjang. Lagu ini diciptakannya karena terinspirasi dari Porkas atau Pekan Olahraga dan Ketangkasan pada era orde baru.
Porkas sendiri merupakan undian berhadiah yang kental dengan praktik perjudian di bidang olahraga. Untuk itu, riset dilakukan agar dapat memahami baik buruknya dan apa yang dialami oleh masyarakat pada saat itu.
Berjudi jelas dilarang dalam ajaran semua agama, karena tergolong perbuatan dosa. Dalam Islam, Allah menyatakan bahwa judi (maysir) merupakan dosa besar, karena memiliki bahaya dan mudarat yang jauh lebih banyak dibanding manfaatnya.
Namun diketahui, praktik judi di dunia ternyata sudah dimulai sejak 3.500 sebelum masehi. Dan dikenal di Tiongkok sejak 4.000 tahun yang lalu. Berawal dari sebuah permainan Liubo, yaitu permainan kognitif di mana pemainnya harus menggunakan strategi khusus untuk menang.
Pada awalnya motivasi pemain bukan uang atau keuntungan materi, karena permainan ini menekankan pentingnya strategi kognitif. Tapi lama-kelamaan, motivasi pemain justru berubah drastis. Dalam permainan berikutnya, mendapatkan sejumlah uang menjadi motivasi utama para pemainnya.
Tak hanya di Tiongkok, jejak sejarah keberadaan judi juga terbaca di Mesir kuno, Yunani kuno, Italia dan masih banyak lagi di belahan dunia lainnya. Hingga seiring berkembangnya zaman, Macau dan Las Vegas menjadi tempat perjudian terbesar di dunia.
Di negara kita sendiri, jejak judi tersirat dalam cerita Mahabharata. Dari sana diketahui bahwa Pandawa dibuang ke hutan selama 13 tahun karena kalah dalam permainan judi melawan Kurawa. Pada masanya, judi sabung ayam menjadi bentuk judi tradisional yang populer.
Ketika VOC datang ke Indonesia sekitar tahun 1620, mereka memberi izin kepada semua rumah judi kartu untuk beroperasi. VOC mendapat keuntungan yang sangat besar dari rumah judi tersebut karena diterapkannya pajak yang tinggi.
Sedangkan judi ala Eropa seperti mengundi dadu, mulai masuk ke Indonesia pada abad ke-19. Model judi ini masuk sebab para penjajah Belanda gemar memainkannya hingga kemudian tersebar di kalangan rakyat Indonesia.
Dengan semakin berkembangnya sistem teknologi di dunia, praktik perjudian pun turut mengalami perkembangan pesat. Kemudahan akses dan sistem informasi di seluruh dunia seolah melegalkan praktik ini untuk dapat terus bertahan di tengah arus perkembangan zaman.
Maka dari itu, situs web perjudian online pertama kali diluncurkan pada pertengahan tahun 1990an. Praktik ini mencakup poker virtual, judi slot, taruhan olahraga, dan lain sebagainya. Diketahui kemunculan judi online bermula di negara Karibia Antigua dan Barbuda pada tahun 1994.
Menilik perjudian online yang kian marak dan merebak di kalangan masyarakat kita, menurut Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Polisi Krishna Murti dalam keterangan resminya di Bareskrim Polri Jakarta, Jumat (21/6/2024) beliau menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia menjadi awal mula maraknya judi online yang menyebar hingga ke Asia Tenggara dan China.
Beliau juga menyampaikan bahwa selama pandemi Covid-19 yang membuat jutaan orang meninggal dunia, para bandar judi online internasional mulai melebarkan sayapnya ke negara lain. Banyak WNI yang menjadi korban karena dipekerjakan sebagai operator. Padahal ia tidak mengetahui dengan jelas apa yang dikerjakannya itu.
Meski pandemi Covid-19 berakhir, tak berarti praktik perjudian online juga berakhir. Faktanya praktik ini kian memakan korban hari demi hari. Iming-iming untuk mendapat keuntungan besar dengan jalan yang mudah dan cepat, selalu menjadi magnet bagi siapapun yang mudah terjerat, tanpa sempat memikirkan akibatnya.
Jenis dan beragam cara perjudian online seolah menyesuaikan dengan tingkat kemampuan modal pemainnya. Siapapun dapat mengundi peruntungannya, mulai dari kalangan ekonomi bawah, menengah hingga kalangan atas.
Sekali menang, ia akan ketagihan dan kembali memasang taruhannya. Namun jika tak berjalan sesuai harapan, ia akan tetap mengupayakan berbagai cara agar ia dapat kembali terlibat dalam perjudiannya, dan mencapai kemenangan kembali.
Sejauh pengamatan penulis, tampaknya praktik perjudian online maupun offline di negara kita masih sulit diberantas dengan maksimal. Meski hukum yang mengatur perjudian telah digalakkan, hal tersebut sepertinya belum mampu mengalahkan praktik perjudian terselubung yang telah mengakar begitu kuat di tengah masyarakat.