Terbaru, 15 Mei 2024 seorang wanita terjatuh ke kolong peron di Stasiun Sudirman, Jakarta Pusat. Sejauh pengamatan mereka yang berada di lokasi, celah antara peron dan KRL berjarak 15 cm. Hal ini tentu menjadi perhatian khusus dan dikeluhkan oleh para anker.
Mundur satu bulan, 14 April 2024 seorang anak kecil juga terjatuh di antara celah peron yang terdapat di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan. Dan jika harus mundur hingga tahun lalu, masih ada beberapa kasus serupa yang terekam dalam jejak digital.
Adakah evaluasi yang dilakukan PT. KAI sejauh ini terhadap keluhan pengguna terkait celah peron ini? Mengapa harus menunggu sampai ada korban berjatuhan?
Meski para korban tidak sampai kehilangan nyawa, namun bukan berarti masalah ini bukan menjadi masalah yang serius. Setiap kali kejadian serupa terjadi, Leza Arlan selaku Manager Humas Commuter selalu bereaksi dengan memberi himbauan kepada pengguna KRL agar mendahulukan penumpang yang turun. Serta tidak melewati garis kuning saat menunggu kereta demi kenyamanan bersama.
Beliau juga mengimbau setiap orang tua yang membawa anak agar memperketat penjagaannya saat naik dan turun dari kereta. Dalam keterangannya beliau juga menyatakan kesigapan petugas peron yang langsung melakukan evakuasi terhadap korban yang jatuh ke celah peron.
Seolah masalah ini selesai karena dapat diatasi dengan baik oleh petugas peron dan petugas kesehatan yang memberikan pertolongan pertama jikalau terdapat luka pada tubuh korban.
Mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 63 Tahun 2019 tentang Standar Pelayanan Minimum Angkutan Orang dengan Kereta Api, telah diatur batas maksimal jarak celah peron dari kereta adalah 20 cm.
Menurut pengamat transportasi, hal ini merupakan sebuah kemunduran yang mana sebelumnya pada PM Perhubungan Nomor 24 Tahun 2015 tentang Aturan Keselamatan Perkeretaapian, menyatakan celah peron adalah maksimal 10 cm.
Mengapa PT. KAI harus mengikuti aturan baru sementara dengan celah jarak 15 cm saja seperti di Stasiun Sudirman, pengguna KRL sudah jatuh terperosok?
Yang terbaru, Leza Arlan menjelaskan pihak KCI (Kereta Commuter Indonesia) akan memperkecil jarak antara peron dengan kereta. Dalam kutipan wawancaranya dengan media, beliau mengatakan, "Untuk memperkecil gap antara peron dan kereta disesuaikan dengan masing-masing stasiun. Apakah dengan menggunakan bancik atau inovasi lain, sedang kami analisis dan uji coba."
Dan dalam kesempatan ini pula beliau kembali mengimbau pengguna KRL untuk fokus saat melangkah di celah peron. Memang tidak ada yang salah dengan segala himbauan yang beliau utarakan, tapi bukankah akan lebih baik jika saja sebelum kejadian demi kejadian terjadi, pihak terkait telah melakukan evaluasi mendalam yang didasari oleh karakteristik pengguna KRL.
Dengan waktu berhenti kereta yang terbatas, tentu calon penumpang tidak bisa menunggu dengan sabar hingga semua penumpang selesai turun. Bisa-bisa saat penumpang selesai turun, kereta keburu jalan dan yang mau naik tidak sempat naik.
Karena hal inilah, yang menjadi sebab para pengguna KRL kerap dorong-dorongan saat hendak naik. Sementara penumpang yang mau turun juga kerap dorong-dorongan karena mengejar kereta di peron lain ketika harus melalui stasiun transit.