Di depan layar televisi yang masih cembung, kuhisap rentetan masa lalu. Tawa, tangis, canda, marah, sedih, gembira bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat terelakan untuk menjadikannya berharga.
Seribu delapan ratus detik lagi usiaku bertambah, belum ada yang mengusik pikiranku, lantas ? Bukankah hidup harus punya rencana ?