sebagai generasi yang lahir di era 80 akhir, saya belum pernah melihat timnas indonesia setidaknya menjuarai ternamen bergengsi di kawasan asean. bahkan sejak pertama kali saya menonton sea games tahun 90an, yang saya saksikan adalah kekalahan timnas garuda di final kala berjumpa tim gajah putih thailand. kekecewaan saya pun berlanjut ketika di piala tiger 1998 mursyid effendi menceploskan bola ke gawang sendiri secara sengaja.
di era masa kini, sepakbola indonesia tak kunjung di rundung masalah, mulai dari politisasi, perpecahan, dualisme kompetisi dan dualisme tim nasional yang jelas-jelas mencoreng semangat persatuan di indonesia. ya tentu saja timnas yg didasri perpecahan, tentu memberikan hasil yg tidak maksimal di turnamen resmi.
ke dua belah pihak yang berseteru pun menganggap timnas bentukannya adalah yg paling baik. dan menganggap organisasi di bawah pimpinannya merupakan organisasi paling benar. yang satu menganggap dirinya sebagai juru selamat sepakbola indonesia, yang satunya lagi menganggap dirinya induk yang resmi.
coba sedikit kita melihat ke eropa...................
jerman misalnya posisi ketua umum federasi, di duduki oleh "MANTAN" pemain bola, bahkan para kader yang duduk di kursi exco adalah mantan pemain yang notabene tahu aturan main sepakbola.
lalu bergeser ke semenanjung iberia, negeri juara dunia spanyol, menunjuk fernando hierro untuk nenangani masalah federasi timnas. tentu semua orang pun tahu siapa itu fernando hierro.
begitu pula di PRANCIS, INGGRIS, BELANDA dan sebagainya.
yang jelas saya tidak pernah mendengar ketua umum PSSI adalah mantan pemain sepak bola. dan saya juga tidak tahu siapa itu ketua KPSI yang jelas baik Ketum PSSI ataupun KPSI, keduanya bukanlah orang yang tepat untuk mengurusi sepakbola indonesia.