Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Wagub Ideal bagi Anies Baswedan dan Warga DKI Jakarta

28 November 2019   20:35 Diperbarui: 28 November 2019   20:44 29 0
JAKARTA - Sudah 15 bulan penduduk DKI Jakarta tak memiliki wakil gubernur dan semua perdebatan kritis tentang kedudukan wakil gubernur DKI Jakarta seperti menghilang dari diskusi publik. Pentingnya wakil gubernur di Jakarta terlupakan oleh perhatian publik, bahkan terkesan dibiarkan oleh masyarakat. Penyebabnya adalah semua pembicaraan, diskusi dan perdebatan publik masih terfokus pada hasil pertarungan Pilpres 2019, rekonsiliasi Jokowi Prabowo,  nama-nama menteri kabinet Indonesia maju, para staf ahli presiden dan wakil presiden,  kasus-kasus penangkapan para pendemo,  rencana reuni alumni 212 nanti di Monas.  

Ibukota negara sudah lama kehilangan wakil gubernur,  sedangkan Anies sebagai Gubernur menanggapi secara datar tentang kebutuhan wakil gubernur yang begitu penting untuk membantunya menjalankan birokrasi pemerintahan DKI Jakarta. Dalam berbagai kesempatan Anies menyatakan fungsi wakil gubernur masih bisa dijalankan oleh Deputi Gubernur sesuai Peraturan Presiden nomor 55 tahun 2008 yang mengamanatkan adanya empat deputi Gubernur, yakni deputi bidang industri, perdagangan dan transportasi, deputi bidang pariwisata dan kebudayaan, deputi bidang pengendalian kependudukan dan pemukiman, dan deputi bidang tata ruang dan lngkungan hidup. Selain deputi gubernur, Anies juga masih dibantu oleh sekretaris daerah yang bertanggungjawab secara organisatoris roda birokrasi di pemerintahan daerah. Namun apakah jabatan dan kewenangan Sekretaris Daerah (sekda) dan 4 (empat) deputi gubernur dapat menggantikan tugas dan kewenangan Wakil Gubernur?

Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Tugas dan kewenangan Wakil Gubernur tak bisa digantikan oleh Sekda dan para deputi gubernur. Dalam pasal 66 UU 23 tahun 2014, Wakil Gubernur memiliki tugas untuk memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan  pemerintahan, kemudian wakil gubernur wajib memberi saran dan pertimbangan kepada Gubernur tentang pelaksanaan pemerintahan daerah. Selain itu, Wakil Gubernur memimpin bidang-bidang yang khusus yakni tim anti narkoba dan menindaklanjuti laporan Badan Pemeriksa Keuangan. Maka jelas tugas yang diberikan undang-undang tak bisa diambil alih oleh sekretaris daerah dan para deputinya. Jakarta adalah ibukota negara dan Gubernur Jakarta sangat memerlukan wakil untuk membantu dia menyelesaikan semua program yang dikampanyekan dan mengunjungi masyarakat secara langsung agar kondisi dan masalah yang dihadapi warganya, dapat dia jadikan rujukan kebijakan gubernur secara aktif dan responsif.

Dalam karir politik semua politisi mencari Wakil Gubernur tentu mudah, karena banyak politisi berambisi untuk merebutnya. Tak heran sampai saat ini Gerindra dan PKS sebagai partai pengusung masih kesulitan untuk mencari sosok ideal wakil gubernur pengganti Sandi yang bisa memenuhi harapan semua orang. Dalam polemik nama Wakil Gubernur, PKS mengklaim jabatan bergengsi itu adalah jatah PKS sehingga sejak awal PKS berkeras untuk terus menawarkan nama-nama cawagubnya ke Gerindra, mulai dari Mardhani Ali Sera, Nurmansyah Lubis, Agung Yulianto dan Ahmad Syaiku. Sementara Gerindra punya pendirian yang sama bahwa jatah wakil gubernur masih menjadi milik Gerindra. Gerindrapun menyodorkan empat nama calon yang merepresentasikan 3 unsur, yakni politisi Gerindra, Birokrat dan profesional yang sudah beredar saat ini. 2 kader Gerindra tersebut adalah Ferry Juliantoro dan Riza Patria, Sekretaris Pemda DKI Jakarta saat ini Saefullah dan Arnes Lukman seorang profesional.

Penduduk Jakarta dan birokrasi pemerintahan tentu punya kriteria yang berbeda dengan apa yang diinginkan oleh partai politik pengusungnya. Karena wakil gubernur Jakarta punya tugas yang sangat berat, salah satunya adalah menyelesaikan konflik politik ditengah masyarakat yang masih terus bertikai sejak Pilkada Jakarta dan Pilpres 2019. Situasi ini cukup resisten karena Gerindra dan PKS sedang mempertaruhkan citra politiknya di pentas nasional.

Apakah mereka akan terus mempertahankan sikap ego politiknya atau akan bersepakat untuk memberikan wakil gubernur terbaik untuk penduduk Jakarta? Apakah Wakil Gubernur itu hanya untuk membagi-bagi kekuasaan bagi Gerindra dan PKS? Atau jabatan itu untuk membantu birokrasi pemerintahan dalam melayani masyarakat?  Keputusan kedua partai ini punya resiko berdampak elektoral dalam pilkada serentak di seluruh Indonesia pada tahun 2020.

Penduduk Jakarta adalah masyarakat terdidik, berpendidikan, kritis, objektif dan sangat cepat menerima semua informasi sosial politik. Mayoritas penduduknya pengguna media sosial, pengakses berita melalui internet, aktif dan selalu cepat mengkonfirmasi semua berita yang beredar. Hal ini harus menjadi pertimbangan utama Gerindra dan PKS untuk menyepakati wakil gubernur, karena setiap nama wakil gubernur akan sangat cepat ditelusuri rekam jejaknya di semua media sosial dan internet. Begitu juga dengan semua pernyataan dan citra pribadi calon wakil gubernur,  apakah sosok itu banyak membuat pernyataan bermasalah, terlibat masalah hukum, punya konflik politik, rentan terhadap isu-isu sensitif di masyarakat atau tidak?

Jangan sampai wakil gubernur tersebut akan membuat Gerindra dan PKS kehilangan simpati akibat orang yang dipilih adalah orang yang bermasalah dan pernyataan-pernyataannya banyak kontroversial. Dalam tulisan saya sebelumnya stigma Anies yang menang karena isue identitas agama sangat penting untuk dijadikan bahan pertimbangan utama, karena wakil gubernur tersebut harus mampu hadir dan masuk ditengah-tengah kelompok masyarakat yang terus menolak Anies. PKS sebagai partai islam memegang peranan penting untuk menetralisir stigma politik identitas yang ditempelkan pada pribadi Anies, karena PKS adalah kunci dalam mengurai problematika persoalan ini.

Gerindra juga harus mempertimbangkan apakah dengan mengusulkan nama calon wakil gubernur dengan latar belakang pengurus partai Gerindra mampu menuai simpati atau justru akan menuai kritikan keras dari masyarakat karena memaksakan kadernya dan terkesan arogan serta ambisius. Apakah penduduk Jakarta saat ini butuh wakil gubernur dari unsur pengurus atau politisi Gerindra? Ataukah butuh seorang birokrat Pemda yang bisa menetralisir polemik ini? Atau butuh seorang sosok profesional yang akan menjawab kebutuhan penduduk Jakarta dan membantu tugas-tugas Gubernur?

Gerindra dan PKS harus menjawab kebutuhan politik dan tantangan jabatan itu. Memberikan wakil gubernur dari politisi cukup beresiko karena semua pernyataan, diskusi atau foto-foto para calon itu di masa lalu mudah di ungkap dan disebarkan di semua media sosial. Prilaku,  ucapan dan sikap para politisi tersebut dapat memancing perdebatan terbuka dan tajam di publik.

Calon dari unsur birokrat juga resisten untuk di telusuri rekam jejak karir di birokrasi.  Apakah birokrat tersebut banyak prestasi atau banyak masalah? Apakah pernah terlibat korupsi atau tidak? Apakah dalam berbagai jabatannya hanya pribadi pasif,  tanpa inovasi?  Rendah prestasi tanpa kreasi? Karena karir birokrasi,  walaupun dia mengetahui anatomi jabatan birokrasi pemerintah, belum tentu dia mampu menjawab kebutuhan masyarakat secara mendasar. Birokrat yang protokoler dan birokratis sering menyulitkan masyarakat untuk menggunakan pelayanan administrasi publik.

Bagaimana orang profesional yang duduk di jabatan politik?  Apakah prinsip-prinsip profesionalisme dalam dunia bisnis atau karir profesinya dapat ia terapkan dalam jabatan politik sebagai wakil gubernur?

Dunia profesi menuntut integritas, keterbukaan, kejujuran dan citra yang baik di mata publik. Karena citra perusahaan atau pribadinya sangat menentukan ditengah persaingan bisnis yang keras.  Dalam dunia profesi, kapasitas dan kapabilitas semua orang akan diuji,  orang yang tercela atau bermasalah pasti selalu tersingkir. Dunia profesi bukanlah dunia politik yang penuh kompromi.
Jejak digital orang profesional lebih mudah ditelusuri baik di media digital maupun di forum atau lingkungan profesi yang dia tekuni.

Orang yang berpengalaman dalam dunia profesi memiliki mentalitas, prilaku dan budaya yang profesional. Ketepatan waktu,  janji program yang sudah direncanakan,  sikap dan pernyataannya yang konsekuen menjadi modal kepercayaan mitra bisnis. Seorang profesional sangat detil membedah suatu masalah karena kesalahan kecil akan berdampak kerugian bagi usahanya dan ini akan mencoreng nama baiknya di kalangan profesional.  Keahlian dan kemampuan seorang profesional adalah modal kepercayaan mitra bisnisnya.

Penduduk Jakarta dan bangsa Indonesia tentunya sudah lelah dengan konflik politik, karena itu ada rekonsiliasi Jokowi dan Prabowo.  Perdebatan keras dan kasar
di media sosial sejak Pilkada 2017 hingga Pilpres 2019. Semua kegaduhan ini harus di akhiri,  karena konflik politik ini dimulai perebutan kursi gubernur wakil gubernur jakarta maka harus di akhiri oleh pimpinan eksekutif Jakarta pula. Sosok wakil gubernur inilah kuncinya.

Penduduk jakarta dan masyarakat indonesia umumnya, diperhadapkan pada realitas kehidupan sosial dan ekonomi. Kitapun sudah jenuh dengan konflik politik karena terus menerus terjadi, seakan tak akan pernah berakhir.

Apakah wakil gubernur dari unsur politik mampu memberikan ketenangan dari kebisingan dan kegaduhan politik ini? Apakah wakil gubernur dari unsur birokrasi bisa menjawab pelayanan masyarakat yang sejak lama ia berkarir? Apakah Gubernur punya chemistry dengan wakilnya yang baru, karena wakilnya bukanlah orang yang berjuang bersama di Pilkada. Gubernur juga butuh kenyamanan dan kepastian dari wakilnya, bukanlah orang yang akan membuat dia mendapatkan banyak pekerjaan baru karena banyak bermasalah.

Sebagai warga Jakarta yang sudah lelah dengan konflik politik, butuh ketenangan dan kenyamanan sosial politik. Jika wakil gubernur dari politisi kontroversial tentunya akan menambah kegaduhan di jakarta.  Jika wakil gubernur dari unsur birokrasi tentu juga perlu dipertanyakan layanan publik pemda Jakarta apakah sudah maksimal selama ia menjabat?

Kita butuh wakil gubernur yang membantu Gubernur mengurangi atau setidaknya menghapus stigma buruk Anies bagi pemilih Ahok. Dia juga yang bisa membantu mengubah citra partai politik di jakarta tidak ambisius dan arogan.

Maka, wakil gubernur yang setidaknya memenuhi unsur integritas karena rekam jejaknya,  bisa bersifat demokratis dalam memberdayakan struktur organisasi jabatan,  mampu mentransformasi program kebijakan yang ribet (birokratif prosedural), dapat bersikap melayani untuk memenuhi kepuasan pelayanan publik. Paling utama bisa menjadi problem solver, karena bisa hadir ditengah kelompok yang tidak suka dengan stigma Anies dan partai politik pendukungnya,  sehingga kita bisa menikmati kenyamanan dan keakraban sebagai penduduk Jakarta yang heterogen dan dinamis, warga Jakarta butuh sosok wakil gubernur dari unsur profesional.

Sebagai warga Jakarta kita butuh ketenangan dan ketentraman,  pengen asik nongkrong di pingir jalan Jakarta atau cafe-cafe bicara tentang peluang bisnis,  bicara prestasi dan melihat perbaikan kualitas politik di indonesia, serta melihat Gubernur dan wakil Gubernur DKI jakarta yang asik.

Itulah enjoy Jakarta
Semoga

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun