Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Angin Mata

21 Januari 2012   16:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:36 31 0
Sebatang riuh angin pedihkan mata

derai air mata berjatuhan di tanah pipi

namun segera tersapu sang bayu

jemari lentik mencolok kelopak

gelaplah sudah pandangan hati

robohkan pandangan

kaburkan perintah

rupa yang abstrak itu selalu muncul tak tentu waktu

menerjang kapan saja

tak peduli basah atau keringnya  hati

ia lumat semua sisakan puing-puing saraf yang terpecah

dan angin tetap berdesis

menunggu sikap para petuah

sebelum menari-nari

panggung sandiwara seakan abadi

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun