Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Pra Wedding (2)

14 Maret 2011   09:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:48 719 5

 

 Kamu memang gak bisa dipercaya! Baru dipercaya tanggung jawab mug aja nya hasilnya begini. Makanya jangan percaya begitu aja, meskipun yang buat sahabatmu! “ teriak Arini.

           “ Sudah undangan pokoknya cetak satu dulu, diperbanyak setelah aku dan  ibuku setuju! “ Arini mengancam dengan wajah merah padam.

          Aryo panas bukan kepalang, dia teringat Iman sahabat baiknya yang tulus menawarkan jasa untuk membuatkan souvenir dengan harga sahabat, juga Iman yang berulang kali menanyakan kapan dia sempat untuk melihat hasilnya dahulu sebelum memperbanyak sekalian, tapi Aryo sudah percaya dengan tangan Iman. Tanpa mengecek menyetujui aja untuk langsung produksi. Kalau Arini bukan gadis yang ia cintai rasanya ingin dia tinggalkan segala urusan ‘tetek bengek’ yang nggak penting dalam urusan perkawinan yang masih 3 bulan mendatang harus dijalani.

          Tetapi Aryo sudah tidak mau mengalami kegagalan yang telah terjadi 2 tahun lalu, apa kata saudara-saudaranya kalau sampai batal kawin lagi? Sementara umur sudah di ujung 30 thn.

          Minggu siang, Aryo sudah sangat pegal mengekor Arini dan ibunya mengubak-ubak pasar Cipadu pusat brokat, batik, dan bawaan srah-srahan untuk di berikan saudara yang bertugas dalam acara resepsi. Kepala Aryo sudah cenut-cenut, belum lagi dia harus menyetir dari ujung ke ujung. Di pasar Cipadu tidak cocok yang dicari,  pindah ke Mayestik, sampai di Mayestik ternyata harganya tidak semurah waktu di pasar Cipadu. Logika Aryo harga jadi mahal soalnya dia ngitung ongkos bensin dan capainya dia. Ibu Sri mamahnya Arini mulai membanding-bandingkan harga, “Wah masih murahan di pasar Cipadu ya Rin, barang sama tapi murahan di sana, mending kita balik lagi ke sana aja. Mama juga ada yang kelupaan nih seragam buat tante Mirna tadi gak jadi kebeli habis mama kira di sisni lebih bagus,  padahal hijau lumutnya bagus banget.”

          “Iya Mah, masih murah-murah di sana ya,” Arini kaya kerbau di cocok hidung, nurut aja kemauan mamanya, tanpa peduli Aryo yang sudah kecapaian mana besok Senin ada presentasi yang belum dia siapin.

          “Aduh bisa minggu depan gak sih Rin, aku udah capai banget” kata Aryo.

          “Sudah sekalian ah, biar masalah brokat-brokat ama batik-batik buat saudara selesai, kan sudah semakin dekat juga acara kita,” desak Arini.

          Aryo tidak ada pilihan lain, selain mengikuti kemauan Arini juga mamahnya.

          Akhirnya undangan, souvenir, saudara yang bertugas, catering, dukun manten, susunan acara beres! Aryo bisa agak bernafas lega setelah berbagai macam tragedi yang melelahkan lahir bathin. Betapa Aryo masih tercengang-cengan dengan perubahan Arini yang jadi temperamen dan ribet! Padahal di saat pacaran kerap terlontar segala sesuatu harus dijalani sederhana, yang penting adalah maknanya? Dan amanatnya dalam suatu perkawinan, dari pada hura-hura menghabiskan uang tapi perkawinan hanya seumur jagung. Padahal kita juga bukan artis. Aryo masih teringat segala celotehan itu, tapi kini berbalik 180 derajat? Kemana Ariniku yang sederhana dan serba parkatis. Memang ini bukan pengalaman pertamanya, saat dengan Kristan semua Kristan dan keluarganya yang atur, Aryo tinggal mengikuti. Keluarga Kristan juga modern tidak terlalu berbelit-belit dengan aturan upacara adat yang panjang.

          Hingga semua harus Aryo akhiri.

          Beberapa hari menjelang akad nikah dan resepsi mereka,  di suatu malam menjelang pagi, Aryo menyaksikan dengan mata kepala sendiri, Kristan yang seharusnya dipingit* kepergok Aryo habis keluar dari kamar hotel dengan mantan pacarnya.

          Malam itu juga Aryo menggiring Kristan dan pacarnya ke rumah calon mertuanya.        Aryo beberkan apa yang diliahatnya. Semua berlalu dengan pengakuan Kristan yang masih mencintai mantannya yang baru kembali dari Jerman,  setelah sekian lama meninggalkannya untuk bekerja.

          Bagaimana Aryo menangis darah setelah tinggal menunggu detik-detik terakhir indahnya mahligai pernikahan, hancur berkeping-keping. Hingga detik ini Aryo menutup rapat-rapat rahasia kepedihan hatinya.

          Untuk Arini Aryo hanya bercerita garis besar saja,  bahwa dia sudah pernah mau menikah tetapi tidak jadi. Tidak penting baginya bercerita detail bahwa semuanya sudah sempurna persiapannya. Aryo tidak mau menguak luka lama, bagaimana malunya dia harus menyampaikan kepada teman-teman, collega bahwa resepsinya batal! Cukup tersimpan dalam bagian hati yang Aryo tutup rapat-rapat.

           Hari yang cerah, Arini sudah cantik dengan busana untuk foto pra wedding nya, dari sekian amarah yang membuat Aryo pusing tujuh keliling, sedikit demi sedikit berangsur reda. Arini sudah tidak terlalu stress, mungkin seiring persiapan yang satu persatu beres.

          Aryo pernah mendengar curhatan sahabatnya, yang mengatakan memang wanita akan lebih senewen dan sensitive menjelang pernikahan, apalagi ditambah bila saudara-saudaranya juga banyak ikut campur.

          Hal ini membuat dia bingung memposisikian dirinya. Kadang harus mengikuti kemaunan orang tua, yang sebenarnya dalam hati kecilnya tidak setuju. Banyak pertimbangan dari pada ributt kerap kali lebih baik mengalah dengan mengesampingkan perasaan pasangannya.

          Aryo semakin sadar, inilah bumbu-bumbu menuju perkawinan. Aryo tersenyum sendiri mengenang amarah Arini kemarin-kemarin, hal sepele tapi jadi pertengkaran hebat.

          Aryo duduk terpekur di kursi sudut studio foto. Menunggu Arini yang masih dirias untuk acara  foto pra-weddingnya. Sekilas terekam wajah cantk Arini dengan busana ala White Snow sangat ayu, sedang dirinya adalag  sang pangeran yang tengah menantinya.

          Tapi tiba-tiba, ….”Prangggg” suara kaca pecah berkeping-keping. Aryo kembali kaget, teringat mug yang pecah terbelah-belah di banting Arini, tapi kali ini sebuah foto berukuran besar hancur berkeping-keping, tergolek dekat kaki Aryo.

          “Sampai kita mau menikahpun Mas tidak pernah mau terbuka dengan aku…!!” Arini menagis sembari memukul dada Aryo berkali-kali.

          Aryo tidak menyangka kalau foto pra wedding dirinya dan Kristan yang sangat romantis menjadi model dalam galeri studi foto.

 

Keterangan :

Ningrat : darah biru

Ngelangkahin : melompati

Adem ayem : tenang-tenang saja

Dipingit : tidak keluar rumah menjelang pernikahan 

 

Ilustrasi : pepitoku.com

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun