Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Memaknai Kehilangan

18 Desember 2011   10:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:06 127 0
Sore hari Minggu itu saya sedang galau dan suntuk karena suami sedang mengurus seminar yang diadakan di kantornya. Padahal hari Minggu itu kan saatnya berkumpul bersama keluarga, tapi saya olangan deui olangan deui…tapi mau gimana lagi, akhirnya saya relakan saja karena ini juga kan untuk kebaikan saya juga (setelah dibujuk suami bahwa pulangnya akan dibawakan makanan kesukaan)..hehe.. Saat itu untuk mengusir kegalauan dan kesuntukan terbersit dalam pikiran saya menelpon ibu. Menelpon merupakan salah satu cara berkomunikasi saya dengan ibu yang tinggal di kota yang berbeda. Meskipun masih dalam satu provinsi, dan hanya menghabiskan waktu perjalanan selama 3 jam, saya tidak bisa terlalu sering mengunjunginya karena terhalang oleh rutinitas saya mengajar..yaa..paling sering sebulan sekali lah..tapi masih mending saya, teman saya bahkan ada yang hampir setahun sekali mengunjungi orangtuanya. Saya pun mencari posisi & tempat yang enak untuk menelpon, karena betapa menjengkelkannya ketika kita sedang asyik ngobrol…tiba-tiba sinyal lenyap dan mengganggu obrolan yang sedang seru..apalagi di daerah saya yang berada di kawasan mewah (mepet sawah) meskipun kotamadya tapi sinyal masih sering terganggu dan tidak maksimal. Akhirnya nada sambung pun terdengar dan tak lama kemudian suara ibu yang saya panggil mamah itu pun terdengar, tapi kali itu terdengar lemas seperti kelelahan…saya pun maklum karena saya tahu bahwa mamah memang baru pulang dari kota lain untuk menghadiri pernikahan sepupu…tak lama mamah pun mengabarkan sesuatu yang cukup mengagetkan yaitu rumahnya (yang rumah saya juga) disatroni maling..! Saya pun kaget mendengarnya karena setelah kira-kira 30 tahun tinggal di situ baru kali ini rumah disatroni maling dengan membongkar pintu depan rumah, kamar dan lemari dengan brutal. Saya langsung menduga incaran maling itu adalah perhiasan yang memang disimpan di lemari, dan ternyata dugaan saya benar…perhiasan yang merupakan jerih payah orangtua saya selama ini raib dari tempatnya. Polisi menduga pelaku adalah orang yang sudah mengenal situasi dan kondisi…Dengan menegarkan diri dan menahan air mata saya katakan kepada mamah, “yang sabar & ikhlas aja ya mah…” diujung telpon mamah pun berujar,”iya teh….doain aja mamah sabar menghadapinya..padahal tadinya itu untuk anak dan cucu..hasil cape mamah ngajar itu teh…” ya ibu saya adalah seorang guru di sekolah negeri yang tidak punya sumber penghasilan lain selain gaji yang diterima setiap bulan. “iya mah…mudah-mudahan diganti dengan yang lebih baik lagi, harta masih bisa dicari, yang penting mamah selamat.” Ucapku sambil mengakhiri obrolan di telpon. Tak dapat dipungkiri kejadian itu membuat saya sangat sedih, kecewa dan gregetan..maling kok tega banget…masa ngerampok guru… gajinya berapa siiiiiih? ibu saya itu guru, janda pula tauuuuuuu! AAAARGH ! Ingin rasanya meneriakkan itu di telinga si maling, rampok aja para koruptor yang hartanya lebih banyak …bukan masalah materi yang hilang, tapi perhiasan itu mempunyai nilai historis dari usaha dan jerih payah orangtua saya selama ini, justru ketika masa kerja akan berakhir, hasil jerih payah itu lenyap termasuk lencana emas kenang-kenangan dari almarhum bapak pun turut raib. Pasrah yaa terpaksa harus pasrah..ikhlas terpaksa harus ikhlas…sepertinya wajar kalau saya dan keluarga yang merupakan manusia biasa ini masih sedih & kecewa..tapi Alhamdulillah..setelah musibah yang memilukan itu kita masih bersyukur karena masih mending 'cuma' perhiasan yang hilang...entahlah jika yang diambil itu nyawa atau anggota badan..mungkin saya dan keluarga tidak sanggup menghadapinya...mudah-mudahan Allah Subhanahu Wa Ta’ala memudahkan saya dan keluarga untuk menerima musibah ini dengan keikhlasan yang sungguh-sungguh..dan menghindarkan kami dari musibah yang tak mampu kami pikul...aamiin...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun