Merunut pada jumlah madrasah tahun 2016 yang pernah dipublish oleh ; ayomadrasah.blogspot.co.id disebutkan dari total jumlah madrasah sebanyak 92,1% adalah madrasah swasta. Data ini secara eksplesit menjelaskan konstribusi besar madrasah swasta. Besarnya jumlah madrasah swasta dibarengi pula dengan sebaran guru swasta di dalamnya.
Sebagai sebuah sistem pendidikan, guru dan madrasah tidak bisa dipisahkan. Untuk itu sangat naif kalau adanya dikotomi guru madrasah swasta dengan guru madrasah negeri. Selain itu, guru madrasah swasta masih dipandang sebelah mata oleh pemerintah. Sekadar contoh ; guru madrasah swasta banyak yang bergaji jauh dibawah standar buruh. Mereka digaji Rp 250.000,/bulan, sedangkan untuk buruh kategori non skill saja bergaji sesuai UMK masing-masing daerah yang kisarannya 1 juta lebih.
Meski demikian, guru madrasah swasta tidak pernah protes atau turun ke jalan layaknya buruh menuntut UMK saban tahunnya. Adanya sertifikasi dan inpassing bagi guru madrasah swasta cukup membantu, khususnya menyangkut masalah kesejahteraan. Program ini juga mengangkat muruah guru madrasah swasta.
Selain permasalahan tersebut, masih banyak permasalahan yang mesti diperhatikan pemerintah. Kalau dipetakan, guru madrasah swasta terbagi menjadi beberapa kategori dan problematikanya antara lain :
1. Guru GTY Sertifikasi Inpassing
Merupakan guru tetap yayasan, memiliki sertifikat profesi dan Inpassing (penyetaraan pangkat/golongan)
2. Guru GTY Sertifikasi
Guru tetap yayasan yang sudah memiliki sertifikat profesi
3. Guru GTY Non Sertifikasi
Guru tetap yayasan yang belum memiliki sertifikat pendidik.
4. GTT
Guru tidak tetap yayasan yang keberadaannya sesuai kebutuhan lembaga.
Empat kategori Guru di atas pola salary_nya berbeda. Kategori (1) digaji sesuai pangkat/golongan. Kategori (2) digaji Rp 1.500.000,-/bulan. Kategori (3) digaji dikisaran Rp 250.000 s/d 500.000,- sesuai dengan kebijakan masing-masing lembaga. Kategori (4) digaji hampir sama dengan kategori (3)
Melihat besaran gaji yang diterima setiap guru terdapat gap yang sangat besar. Sudah sepantasnya negara meminimalisir kesenjangan agar tak terjadi kecemburuan sosial. Langkah konkrit dari negara memejuangkan nasib guru swasta sangat dinantikan.
Melihat anggaran APBN untuk pendidikan sudah mencapai 20%, upaya menyejahterakan guru madrasah swasta tinggal ketuk palu. Semisal mengangkat guru inpassing menjadi PNS, meng-inpassingkan guru sertifikasi, serta menyertifikasi guru GTY dan GTT. Solusi tersebut bisa menjadi pertimbangan pemangku kebijakan.
Sebagai bahan pertimbangan pemangku kebijakan dalam hal ini; Kementerian Agama, perlu diuraikan problematika Guru Madrasah Swasta, diantaranya :
1. Terdapat Jurang pemisah yang besar antara guru madrasah swasta dan negeri;
2. Guru swasta banyak bergaji di bawah standar UMK;
3. Administrasi rumit pemberkasan Guru Sertifikasi dan Inpassing;
4. Pembayaran gaji tidak tepat waktu;
5. Adiministrasi guru menumpuk sering mengorbankan PBM;
6. Tidak adanya pola perekrutan Guru PNS dari guru Madrasah swasta;
7. Ketidakjelasan target sasaran penetapan guru sertifikasi dan inpassing;
8. Ketidakjelasan nasib guru swasta bila dikaitkan dengan UU ASN dan UUGD;
9. dll
Melihat kompleksnya problematika guru madrasah swasta tersebut di atas, sudah tentu negara tidak bisa sertamerta menyelesaikannya. Tidak cukup dengan kementerian yang ada tanpa melibatkan pihak lain. Hemat saya, hadirnya PGIN bisa menjadi mitra Kementerian terkait dalam menyelesaikan persoalan guru madrasah swasta. Wallahu'alam
Lombok Tengah, 150518.