[caption id="attachment_110785" align="aligncenter" width="640" caption="9teen87.wordpress.com"][/caption] Sebenarnya, sudah ada seorang kompasioner yang menulis tentang kawat gigi fashion (
di sini) khususnya di negeri Thailand, tapi, sebagai seorang warga negara Indonesia yang memang pernah memakai kawat gigi, saya merasa harus berbagi pengalaman dengan kamu muda yang saat ini telah memahami kawat gigi dengan konsep yang bisa dikatakan tidak tepat. Kawat gigi idealnya dipasang pada gigi yang tidak sehat, seperti bertumpuk, tidak lurus, atau gigi dengan rahang yang tidak normal. Pemasangan kawat gigipun tentu tidak sembarangan. Dibutuhkan seorang Orthodentist atau dokter gigi untuk memasangnya. Selain itu, biaya pemasangan dan harga kawat giginya pun tentu tidaklah murah, saat ini untuk pemasangan kawat gigi atas dan bawah biayanya berkisar antara 5 sampai 10 juta rupiah. Menurut sejarahnya (
sumber), kawat gigi telah ditemukan sejak sebelum kelahiran Yesus Kristus. Akan tetapi, perkembangan besarnya dimulai setelah seorang Dokter dari Prancis, Pierre Fauchard, menerbitkan buku mengenai cara untuk meluruskan gigi yang berjudul “The Surgeon Dentist. ” Di awal tahun 1900-an, kawat gigi sangat mahal karena terbuat dari emas dengan kisaran karat 14-18. [caption id="attachment_110728" align="alignnone" width="423" caption="archwired.com"][/caption] Sebagai seorang yang tumbuh dengan gigi yang bertumpuk, perlu waktu yang sangat panjang bagi saya untuk bisa memasang kawat gigi dan menyehatkan gigi saya. Gigi yang bertumpuk tidaklah baik bagi kesehatan mulut dan gusi, karena misalnya, sulit untuk membersihkan makanan yang terselip di sela-sela tumpukan gigi yang tidak terjangkau oleh sikat gigi atau
dental floss (benang untuk membersihkan sela-sela gigi) yang bisa mengakibatkan kuman berkembang di daerah tersebut. Setelah mendapatkan pekerjaan dan berhasil mengumpulkan uang, akhirnya saya memutuskan untuk memasang kawat gigi. Tidak hanya biayanya yang sangat besar, bagi ukuran pekerja kelas menengah ke bawah seperti saya, yaitu sekitar Rp 7 juta untuk pemasangan awal, tapi sakit yang saya rasakan pun luar biasa. Untuk meluruskan gigi yang bertumpuk, saya harus mencabut 4 gigi, dua di bagian atas dan dua di bagian bawah. Selain itu, karena gigi bungsu saya letaknya tidak bagus dan bisa menghambat proses pelurusan gigi bahkan berbahaya bagi kesehatan mulut dan gigi saya, sayapun harus melakukan operasi pencabutan 2 gigi bungsu dengan biaya sekitar Rp 1 juta untuk satu gigi. Perjuangan melawan sakit dan menghimpun biaya tidaklah selesai begitu saja. Setelah kawat dipasang, saya mengalami kesulitan untuk mengunyah makanan selama berminggu-minggu. Selain itu, setiap beberapa minggu sekali saya harus mengeluarkan uang untuk melakukan
check-up atau penggantian kawat gigi. Rasa sakit yang lebih hebat saya rasakan setelah melakukan operasi untuk mencabut gigi bungsu. Pipi saya bengkak selama satu minggu dan tentunya sulit sekali untuk makan atau melakukan aktivitas lainnya yang berhubungan dengan mulut. Perjuangan melawan rasa sakit dan menghimpun biayapun harus terus berlanjut sampai minimal 2 tahun pemasangan kawat gigi, atau sampai gigi benar-benar rata. Seperti itulah kira-kira perjuangan seseorang untuk memasang kawat gigi demi kesehatan dan tentunya keindahan. Saya hanyalah satu dari sekian banyak orang yang terpaksa harus menahan rasa sakit dan menghabiskan jutaan rupiah demi kesehatan dan keindahan gigi. Yang lebih penting tentu, demi kesehatannya. Jika boleh memilih, tentu saya dan kebanyakan pasien pengguna kawat gigi akan memilih untuk memiliki gigi yang sehat dan tidak harus memasang kawat gigi. Akan tetapi, akhir-akhir ini muncul fenomena yang cukup mengejutkan dan sekaligus menimbulkan tanda tanya. Kawat gigi yang pada dasarnya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki gigi tidak normal, sekarang banyak digunakan oleh mereka, khususnya anak muda yang giginya nyaris sempurna. Untuk apa? Ternyata, sekedar untuk "gaya-gayaan". Ternyata, banyak sekali anak muda yang menganggap kawat gigi itu "keren" dan tidak memikirkan fungsi kesehatannya sama sekali. Entah bagaimana konsep kawat gigi sebagai bagian dari kesehatan telah berubah menjadi aksi "gaya-gayaan." Akan tetapi, fenomena ini mendapat dukungan luar biasa dari kaum pebisnis yang menawarkan kawat gigi yang bisa dilepas dan dipasang sendiri oleh pemakainya. Di jejaring sosial
Facebook misalnya, banyak penjual yang menawarkan "behel keren untuk gaya-gayaan" dengan harga yang berkisar antara 100 sampai 500 ribu. Cara mereka menawarkan behelpun cukup unik, berikut saya kutip salah satu cara penjual kawat gigi menarik minat remaja yang terserang virus kawat gigi gaya-gayaan:
KEMBALI KE ARTIKEL