Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Gelar Itu (Tidak) Penting untuk Ditunjukkan

3 Februari 2010   14:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:06 2165 0
Beberapa waktu lalu saya menerima undangan pernikahan seorang teman lama via e-mail. Seluruh gelar akademiknya tertera lengkap di atas kertas undangan berwarna krem. Sebelumnya ia pernah bercerita sempat bersitegang dengan orang tuanya karena ia ingin mencantumkan gelar akademik tertinggi saja dalam undangan, sedangkan orang tuanya ingin seluruh gelar tertera lengkap.
Nyaris dalam setiap undangan pernikahan tertera gelar akademik pengantin. Nama-nama yang turut mengundang pun biasanya dihiasi berbagai gelar, termasuk gelar non-akademik, seperti titel kebangsawanan dan keagamaan.
Di luar Indonesia, saya malah belum pernah menerima undangan pernikahan yang mencantumkan gelar akademik pasangan pengantin. Jika ada, mungkin akan mengundang senyum lebar pihak yang diundang.
Bagi beberapa orang, gelar akademik sangat penting dan perlu untuk ditunjukkan. Seorang realtor yang berkantor di Jakarta Pusat menyerahkan kartu namanya yang dihiasi sederet gelar. Seorang arsitek lulusan sebuah universitas swasta di Jakarta Barat malah meminta karyawannya menyapanya lengkap sebagai "Bapak Insinyur A". Seorang teman tak pernah lupa membubuhkan gelarnya pada lembaran registrasi setiap kali menghadiri seminar.

Bagi saya pribadi, gelar akademik tak perlu dicantumkan kecuali jika si pemilik adalah seorang dokter (medis) atau dosen/akademisi. Sejak kecil saya terbiasa melihat orang-orang di sekeliling saya tak mencantumkan gelar akademik mereka. Tak ada gelar yang dipajang di kantor maupun kartu nama. Awalnya saya pun tak tahu apa gelar akademik oom itu, oom anu, tante itu, atau tante ini, meski kemudian ketika saya mencari tahu ternyata mayoritas menyandang gelar sarjana teknik dari berbagai universitas. Mungkin karena itu pula saya tak gampang terkesan dengan sederet gelar akademik yang disandang seseorang. Terlebih lagi jika yang bersangkutan sengaja menuliskan dan menonjolkannya dalam sikon yang tak penting.

Bicara soal gelar, saya jadi ingat peristiwa lucu di sebuah kantor travel agent di Jakarta. Waktu itu saya sedang duduk menunggu giliran dilayani. Tak jauh dari saya, seorang customer service yang tampak gugup sekaligus kesal tengah sibuk berbicara di telepon. Beberapa saat berlalu, ia pun menutup gagang telepon sambil menghela napas. Lalu dengan diiringi tawa hambar ia berkata kepada rekan di sebelahnya,”Si Bapak Anu marah-marah, katanya kok gelarnya nggak dicantumkan dalam tiket pesawat.”

Wah, saya sampai terpana mendengarnya. Ternyata bagi orang-orang tertentu gelar akademik itu sungguh-sungguh bermakna, tak boleh luput disertakan dalam setiap kesempatan, termasuk pada secarik tiket pesawat terbang. Luar biasa, kan?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun