GUBUK SANG PERI
Membalas pandanganya saat itu membuatku sejenak bermimpi, sungguh kebagiaan yang tak ternilai bisa bersanding denganya. Wanita mana yang mampu menolak laki-laki cerdas, sholeh dan setampan dia. Bisa mendapatkan pandanganya saja adalah hal yang luar biasa, kira-kira apakah mungkin wanita sepertiku bisa mendapatkanya.
“Hallow….!!!” Teriak teman yang ada di sebelahku,
“Ya Allah… gak usah teriak-teriak kenapa,” Sahutku.
Aku terperanjat dan tersadar, ternyata memang mimpi. Kemudian aku mengambil beberapa kertas yang berserakan diatas meja dan segera merapikanya. Lalu berdiri karena teringat ada janji dengan seorang teman untuk bertemu.
Ketika berjalan aku sejenak berfikir apakah seorang tukang sapu juga akan melahirkan anak tukang sapu juga. Setiap hari hampir cemoohan tak jarang kuterima, aku berusaha sabar serta hanya mampu menahannya dalam hati.
“Tetesan-tetesan air mata ini pasti akan terbalas dengan sesuatu yang berharga,” kalimat inilah yang selalu kutanamkan dalam hati ini. Biarlah aku yang merasa sakit atas cemoohan mereka, setidaknya aku tidak akan membalas membuat mereka sakit seperti apa yang mereka lakukan.
Tapi kenapa aku merasa ketegaranku semakin bertambah saat mereka menghinaku dengan kalimat, “Tukang sapu miskin aja mau menikah, memang ada yang mau?” Sebenarnya sudah satu tahun ini aku menjalin hubungan dengan anak seorang lurah di sebelah desaku, tapi aku tidak berani berharap banyak pada dia. Ditambah lagi hubungan kami juga tidak mendapat restu dari orang tuanya, tapi dia begitu tulus mencintaiku, hingga suatu hari dia harus ….(bersambung)
Nissa mariyana