Sejarah pembentukan Mahkamah Republik Indonesia (MKRI) memang erat kaitannya dengan peran perempuan. Tanggal 13 Agustus 2003 Presiden Megawati Soekarnoputri menandatangani UU Nomor 24 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316) yang disepakati para hakim konstitusi sebagai hari lahir MKRI.
MKRI telah memiliki dua orang perempuan sebagai hakim konstitusi yaitu Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. (16 Agustus 2008–13 Agustus 2018) dan Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H., M.Hum. (13 Agustus 2018–sedang menjabat).
Sebagai perempuan, saya bangga dengan kehadiran kedua hakim perempuan yang bertugas sebagai satu dari 9 (sembilan) orang hakim konstitusi. Selama ini, dunia hukum dan juga konstitusi masih identik dengan kesan patriarki yang kuat.
Padahal, menurut Pasal 27 ayat 1 UUD 1945:
"Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya."
Ini artinya semua warga negara memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dalam hukum dan pemerintahan tanpa membedakan apapun agama, suku, jenis kelamin, kedudukan, dan golongan mereka.