Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Naskah "Aduh" Karya Putu Wijaya dan Absurditas yang Ada

29 Juni 2023   19:23 Diperbarui: 29 Juni 2023   19:29 2422 1
Naskah Aduh merupakan karya dari seorang sastrawan yang produktif dalam menghasilkan karya sastra, Putu Wijaya. Menurut Jakob Sumardjo (1983:35) Putu Wijaya termasuk sastrawan yang menulis novel dengan cara baru, yaitu dalam bentuk yang tidak biasa. Dia menggunakan teknik yang mirip dengan yang digunakan dalam literatur teknik aliran kesadaran Barat. Menurut Sumardjo, ketidakkonvensionalan itu karena kronologi cerita yang kurang, ceritanya tidak berurutan atau melompat dari satu peristiwa ke peristiwa lainnya. Salah satunya adalah naskah Aduh ini.

Naskah Aduh merupakan salah satu dari naskah yang memiliki banyak absurditas. Menurut Hasanuddin (1996:54), drama absurditas adalah aliran drama yang menciptakan kisah tidak rasional, sulit diterima dengan akal, dan menyimpang dari logika manusia. Hasanuddin juga menyebutkan bahwa drama absurd tidak memiliki kejelasan mengenai latar, dan juga para tokohnya. Tidak ada latar baik waktu dan tempat, juga tokoh tidak dijelaskan secara detail dan sering kali anonim.

Dari ciri-ciri yang disebutkan oleh Hasanuddin tersebut, saya akan membahas mengenai absurditas yang ada dari penamaan tokoh di dalam naskah Aduh. Dalam naskah ini, identitas para tokoh tidak ditampilkan secara jelas. Dapat dilihat dari nama penokohan yang paling disebutkan, diantaranya yaitu “Salah Seorang”, “Si Sakit”, “Yang Lain”, “Yang Simpati”, “Yang usul” dan lain-lain. Pada awalnya pun tokoh yang ada hanyalah “Si Sakit” dan “Salah Seorang”, hal ini membuat kita tidak dapat mengetahui jumlah pasti dari tokoh yang ada di dalam naskah tersebut.

Munculnya tokoh selain “Salah Seorang” atau “Salah Satu” ditandai dengan narasi atau dialog. Kemunculan tokoh yang absurd ini membuat saya mencoba menganalisa narasi apa yang membuat para tokoh tersebut muncul, dan berikut merupakan hasilnya.

a) Si Sakit
“Tetapi hal tersebut tidak dapat dilaksanakan karena ada seseorang datang. Ia berselimut dan tampak sakit lahir bathin. Ia muncul seperti hendak mengadukan nasibnya pada kelompok itu.”

b) Yang Simpati
“Salah seorang yang sejak tadi memperhatikan si sakit dengan simpati menunjuk tubuh si sakit yang kaku.”

c) Yang Usul
Tidak ada narasi ketika Yang Usul muncul, namun ia mengatakan dialog seperti ini: “Boleh saya usul mumpung ingat?”

d) Pemilik Balsem
Tidak ada narasi, namun ia mengatakan dialog “Balsem cap macan mau?”, menandakan bahwa ia memiliki balsem.

e) Yang Iri
Tidak ada narasi yang menunjukkan kehadirannya, namun ia mengatakan dialog “Kalau dia tidak pelit, bukan dia namanya.” Dialog ini terjadi ketika Pemilik Balsem mencari kaleng balsem yang sudah kosong. Ia juga berdialog “Mentang- mentang punya toko, sok barat!” yang menunjukkan keirihatian.

f) Yang Berani
“Seorang bangkit pergi ke arah itu.”
“Orang itu tak menjawab. Ia masuk ke dalam gelap. Kelompok itu mengganggunya.”

g) Yang Kesurupan
“Suasana yang sunyi itu dipecahkan oleh teriakan orang yang kesurupan. Dia berdiri marah melihat kelompok. Tiba-tiba saja berbicara.”

h) Pemimpin
“Kelompok itu terpaku. Sesudah berbicara, yang kesurupan mulai lagi menangis pilu. Maju salah satu dari kelompok itu menjadi pemimpin”

i) Perintis
“Salah seorang berlari keluar hendak merintis jalan”

j) Yang Marah
“Salah satu dari kelompok itu maju karena marah. Bicara lamban.”

k) Wakil
“Perintis jalan tak bisa menjawab. Sementara ia berpikir maju satu orang menjadi wakil yang lain.”

l) Yang Satu dan Yang Lain
“Tinggal dua orang masih memegang mayat itu, sebab tak sempat lari. Mereka kebingungan juga tapi justru karena bingung keduanya tak bisa berbuat apa-apa.

Anjing-anjing itu menyalak dengan gaduh. Beberapa lama kemudian mereka
lewat menyalak dengan galak. Kedua orang itu memejamkan matanya.”

m) Yang Makan
Diawali dengan dialog dari Salah Satu yang menawarkan timun: “Kalau begini ada nafsu makan lagi. (Mengeluarkan sebuah mentimun menawarkan pada yang lainnya). Mau? (Tidak ada yang mau. Ia mulai membarut-barut timun itu).”
Ia lalu muncul sebagai Yang Makan setelah narasi berikut,
“Yang lain ketawa meledak. Di tengah ketawa itu yang makan timun menjerit.
Timunnya mental ke depan. Semua kaget.”

n) Pengusut
“Semua takjub. Salah seorang mencoba mengusut.”

Itulah para tokoh di naskah Aduh yang sudah saya analisa. Hal ini menguatkan perkataan Hasanuddin yang sudah saya tulis sebelumnya di awal, bahwa drama absurd tidak memiliki kejelasan mengenai latar, dan juga para tokohnya. Dari keabsurdan yang ada dalam naskah tersebut, kita dapat mengetahui bahwa penokohan ini terjadi berdasarkan kerangka situasi, bukan berdasarkan karakter para tokohnya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun