Mohon tunggu...
KOMENTAR
Film

New Screen Culture: Konten Kreatif Sebagai Celah Pasar Baru bagi Industri Perfilman

16 Juni 2023   10:52 Diperbarui: 16 Juni 2023   11:25 229 0

Pandemi Covid-19 telah berdampak besar bagi industri hiburan khususnya di industri film dan distribusi film. Petinggi di industri film sedang berjuang untuk menghadapi peraturan baru, pembatasan kegiatan, dan penutupan bioskop yang merupakan hal yang bisa dikatakan tak terbayangkan. Sementara keadaan ini dapat berpotensi keluar dari kendali pelaku film, ada banyak harapan yang dimiliki oleh banyak orang di industri film ini.

Pandemi telah menyebabkan pengubahan layanan sistem bisnis di industri film, termasuk biro iklan yang mengiklankan film dan promosi, hingga distributor film dan bioskop. Para distributor film melihat penurunan yang drastis datang dari penjualan tiket bioskop, juga distribusi streaming. Kebanyakan distributor mendapatkan kembali uang dari biaya tiket dan kemudian membagikan untuk produksi dan sisa pendapatan disalurkan ke pembuat film.

Berkaitan dengan sisa pendapatan, produser film dan produsen independen di industri film juga merasakan imbas pandemi Covid-19. Produser saat ini harus mengubah rencana mereka karena banyak event dan pemotretan di bioskop tutup untuk sementara. Oleh karena itu, beberapa studi film dan produser harus melakukan pemotretan di lokasi yang aman dan sejauh mungkin tidak ada orang.

Matsumoto Play, sebuah layanan streaming yang mempromosikan film ke luar negeri, menolak untuk mengurangi pemasukan karena iklan dan juga tiket film online. Ini adalah keputusan mereka untuk terlihat solidaritas bersama para produser film, distributor, dan pemain. Keputusan yang berani ini dipuji oleh produser dan distributor dan dianggap sebagai contoh bagi industri film pada maraknya masa pandemi.

Selain layanan streaming, film saat ini juga bisa diakses melalui layanan VOD atau Video on Demand. Layanan ini memungkinkan konsumen untuk menonton film online dan juga membeli dan menyewa mereka. Sistem ini dianggap sebagai cara yang aman untuk berpartisipasi dalam tontonan di masa pandemi. Konsumen juga dapat menonton semua tayangan terbaru dan film terbaik dari rumah masing - masing.

Ketika semua bioskop ditutup, masih ada cara untuk mendukung dan menghargai industri film, terutama film indie. Banyak bukti bahwa pemirsa tetap menonton film di rumah selama pandemi, meskipun jumlah penonton turun. Jadi para produser indie dan para distributor film indie harus menemukan cara baru untuk menarik pemirsa. Sementara penonton juga harus tetap memberikan dukungan dan harga terhadap industri film indie yang telah telah mengalami kemerosotan selama pandemi ini.

Perubahan ini secara obyektif telah membantu banyak pihak di industri film dan penyebaran film. Penggunaan teknologi dan informasi memungkinkan para produser dan penonton untuk menonton film di rumah, meskipun sekaligus perlu mengurangi promosi atau pemasaran produk mereka. Kebanyakan distributor film dan produser juga telah menggunakan livestream, webinar, juga program kampanye untuk mempromosikan produk mereka.

Industri film dan distribusi film telah beradaptasi dengan pandemi dan berusaha untuk bertahan meskipun dengan banyak penyakit masal. Kebanyakan bioskop telah tutup, tetapi layanan streaming, VOD, dan platform lainnya telah memberikan solusi baru untuk produser dan pemirsa. Karena industri ini masih terluka saat pandemi, para pemain di dalamnya harus saling mendukung untuk mencegah kehancuran total industri film dan distribusi film.

Dampak dari pandemi terhadap industri film tersebut juga dirasakan oleh seluruh produser di Indonesia, salah satunya adalah Dewi Umaya Rachman yang merupakan pendiri rumah produksi bernama Picklock Production.  Banyak film yang melibatkan namanya salah satunya adalah film "Guru Bangsa Tjokroaminoto". Berdasarkan hasil wawancara, beliau menjelaskan bahwa ruang -ruang bioskop banyak beralih  ke layar kecil, para konsumen film berkurang bahkan kosong sehingga investasi pun juga berkurang sekitar 60 persen. Adanya pandemi juga mengakibatkan biaya pembuatan film meningkat sekitar 20-30 persen dikarenakan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait ketatnya protokol kesehatan, syuting harus bergantian tidak boleh padat dan pembatasan ruang-ruang di lokasi syuting. Hal tersebut mengakibatkan produksi film melambat dan menaikan cost atau biaya yang dibutuhkan sedemikan rupa.

Lebih lanjut terkait distribusi perfilman, perilaku konsumen yang merubah gaya menontonnya menjadi new screen culture atau budaya menonton baru pada digital dan gadget tersebut membuat para produser merespon celah pasar baru dengan memperbanyak konten-konten kreatif mulai dari konten hiburan, pendidikan dan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan para penonton di rumah melalui platform digital. Tidak dipungkiri kemampuan para penonton lebih menyukai konten-konten yang pendek, lebih cenderung ke Tiktok, Viu dan Video. Setelah pandemi pun sudah berangsur baik karena para produser mencoba menawarkan cinema  experience yang lebih baik lagi untuk membuat penonton tertarik datang ke bioskop lagi.

Film Indonesia tengah mengalami masalah yang sangat parah saat pandemi. Akibat minat dan kesadaran warga masyarakat akan sinema tanah air, banyak film yang terlupakan karena manajemen yang buruk dan banyak lainnya. Oleh karena itu, sangat penting untuk memberikan solusi dan saran dari generasi muda untuk menghidupkan kembali industri sinema Indonesia.

Salah satu saran yang diberikan oleh Dewi Umaya Rachman adalah menggunakan teknologi untuk meningkatkan minat dan kesadaran warga Indonesia tentang dunia film. Mudah-mudahan, teknologi dapat digunakan untuk membangun kembali kesadaran dan minat terhadap film Indonesia. Generasi muda dapat membuat seni promosi yang menarik berupa video, gambar dan infografik tentang film-film Indonesia yang sangat dibutuhkan di media sosial. Ini dapat membantu meningkatkan minat dan kesadaran warga masyarakat akan film Indonesia. Sehingga, dapat juga memberikan edukasi kepada warga Indonesia tentang pentingnya sinema Indonesia bagi perkembangan seni dan budaya Indonesia. Hal ini sangat penting untuk menciptakan iklim apresiasi dalam industri film tanah air kita.

Selain itu, generasi muda juga dapat memanfaatkan teknologi untuk menyebarkan informasi mengenai film-film indonesia yang mereka sukai di media sosial. Dengan cara ini, banyak orang yang dapat menjadi kenalan dan mengenal film Indonesia yang mereka sukai. Generasi muda juga dapat menggunakan internet untuk membentuk komunitas film dan diskusi. Komunitas ini juga dapat dijadikan sebagai peluang untuk berbagi informasi, review dan diskusi tentang film-film Indonesia. Jadi, calon penonton dan pengamat film Indonesia dapat meningkatkan kesadaran tentang film-film tanah air kita.

Pada akhirnya, generasi muda harus terus menggunakan teknologi dalam berbagai cara yang dapat membantu industri film indonesia untuk tumbuh dan berkembang. Dengan demikian, industri film Indonesia akan semakin kuat dan berkembang, serta dapat menjadi kontribusi yang berharga terhadap perkembangan sinema di Indonesia.


KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun