Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Pilihan

Inilah Ramalan-ramalan Ekonomi Pengamat dan Karakter Mereka Ketika Indonesia Menghadapi Wabah Corona

17 Maret 2020   12:40 Diperbarui: 17 Maret 2020   17:24 960 2
Setiap bulan Februari, ada sekitar 2 juta Wildebeest dan lebih dari 300 ribu ekor zebra bermigrasi menyebrangi area konservasi Ngorongoro (Taman Nasional Serengeti-Tanzania).Itulah saat yang ditunggu-tunggu oleh buaya yang bermukim di sungai Grumeti untuk memangsa.

Alam, seperti juga ekonomi, mempunyai pola yang tetap yang disebut business cycle. Tinggal siapa yang menunggu di pintu waktu musim dan bisa memberi ramalan tentang lewatnya sesuatu.

Begitulah ekonom, selain membaca angka-angka, juga ada yang mengamati siklus 10-20 tahun sekali. Seperti terjadi di sini pada tahun 1965-1968 inflasi 660%, , lalu peristiwa devaluasi 1978 dan 1988, ditutup dengan krisis moneter 1998. Tak lama setelah itu ekonomi Indonesia terkena imbas subprime mortgage crisis dari Amerika tahun 2008.

Masa yang ditunggu-tunggu pada tahun 2018 rupanya belum sempat menghancurkan Indonesia. Namun diduga 2 tahun kemudian terjadi (2020). Menyusul wabah virus corona dan resesi ekonomi dunia. Saat migrasi atau siklus berubah, “buaya” pun menanti datangnya mangsa.

Menarik kita ulas cara pandang ekonom dalam ramalan-ramalan ekonomi mereka tentang tahun 2020. Saya hanya mengambil 8 nama yang sering dikutip media dan beberapa diantaranya sering memberi ramalan yang valid, sedangkan satu-dua banyak biasnya.

Faisal Basri

Sebelum tahun 2014, Faisal Basri dikenal sebagai ekonom yang kritis dan pesimis. Ia sering melebih-lebihkan keadaan dan menggunakan bahasa sinis.

Bahkan saat terjadi krisis di negeri Uncle Sam pun, Faisal sering beranggapan Indonesia akan bangkrut (memang IHSG sempat terjun sekitar 56%, tetapi UMKM dan dunia usaha Indonesia nyatanya hanya terganggu sebentar).

Tetapi begitu Jokowi terpilih, Faisal Basri tercerahkan. Ia menaruh harapan yang besar pada pembangunan infrastruktur dan perikanan-kelautan. Ia hanya terlihat sinis pada menteri BUMN Rini Soemarno (yang disebutnya Rinso), menteri Pertanian Amran Sulaiman, Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan.

Soal ramalan-ramalan ekonominya, para eksekutif, berdasarkan survey, memberi angka 7,5 karena dia mulai bisa lebih objektif melihat keadaan dan bisa menasehati “adik-adik”nya yang baru belajar dari indef. Besar kemungkinan ekonom-ekonom baru yang kurang modal ini masih belum bisa menggunakan econometric dan model-model ekonomi terbaru. Namun ada kebiasaan yang tak patut ditiru, yaitu “sinisme sebagai jalan menuju terkenal.”

Tapi baiklah, Faisal Basri, meski belum bergelar Ph. D, termasuk lumayan. Cuma harus hati-hati juga kita membacanya. Pada tahun 2020, Faisal meramalkan ekonomi Indonesia akan mengalami sedikit kemunduran, dipengaruhi oleh pelambatan ekonomi global dan wabah virus corona.

Rizal Ramli

Tak mudah menyebut orang ini sebagai ekonom. Sebab sekolahnya di ITB tidak lulus, lalu menjadi konsultan bisnis yang dibesarkan perusahaan-perusahaan kontroversial seperti Lippo Group. Saat menjadi dosen, Rizal sering membingungkan karena kuliahnya melebar kemana-mana.

Namun, tracking yang kami lakukan selama 20 tahun, Rizal tak pernah sekalipun berbicara yang positif tentang perekonomian. Kecuali saat mengenang dirinya menjadi menteri keuangan selama 3 bulan di era presiden Abdurrahman Wahid (Juni-Agustus 2001).

Di situ Rizal sering menyebut dirinya sebagai satu-satunya ekonom dan menteri keuangan terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Ia menjadi menko maritim yang juga hanya bertahan 10 bulan.

Rizal dikenal sensitif pada ekonom-ekonom UI, khususnya Sri Mulyani Indrawati (SMI). Ia pasti menggerutu setiap kali Sri Mulyani mengeluarkan paket-paket kebijakan ekonomi atau saat SMI mendapat awards.

Rizal dikenal dengan ramalan-ramalannya yang selalu kelam dan nyinyir pada siapa pun yang dibicarakan publik lebih hebat dari dirinya. Tak mengherankan bila tahun ini dia merasa paling benar, yaitu ekonomi Indonesia ambruk! Sesuatu yang sudah ia tunggu setiap tahun, selama 20 tahun. Satu ramalannya akan terbukti akhirnya. Dia meramalkan ekonomi kita bakal jatuh terus sampai tahun depan.

Penyebabnya? Bukan! Bukan corona virus. Tapi “Indonesia hari ini telah menjadi negara tanpa pemimpin, krisis kenegarawan,” katanya nyinyir seperti biasanya.

Tak perlu heran. Karir Rizal Ramli memang sudah berakhir. Tak ada lagi yang mendengarkannya kecuali RMOL, serta akun-akun social medianya. Plus TV One tentunya. Tak heran, survey yang saya lakukan dari pada eksekutif memberi nilai 5 saja.

M. Chatib Basri


Pernah menjadi Menkeu di era presiden SBY dan sekarang menjadi Komisaris Utama BRI. Mungkin diantara ekonom-ekonom senior, tinggal M. Chatib Basri (MCB) yang masih dipercaya sebagai tidak bias dan berbasiskan data.

Tak mengherankan kalau MCB banyak diminati perusahaan-perusahaan besar. Survey memberi M. Chatib Basri nilai 8.

Pada tahun 2020, ia meramalkan ekonomi Indonesia akan turun, tetapi masih di atas 4,5%. Ia menyarankan agar pemerintah mengambil pelajaran dari wabah penyebaran virus SARS (2003). “Jadi kalau teorinya bisa turun 1%, mungkin growth kita bisa turun 0,1-0,3%,” tuturnya.

Piter Abdullah

Ini adalah ekonom dari CORE Indonesia. Sebagai ekonom, track recordnya tidak banyak diketahui. Bisa dikatakan Piter baru belajar sebab analisisnya seringkali lari kemana-mana.

Namun baiklah, meski kurang pengalaman, tak pernah praktek sebagai pejabat negara atau mengangani riset-riset besar. Piter tak begitu negatif. Ia cuma mengatakan “pertumbuhan ekonomi kita akan sulit menembus 5%.” Karena baru belajar hasil survei memberi nilai 5.

Rhenald Kasali


Susah disebut ekonom, karena professor ini tampil sebagai bintang iklan, tetapi pemikiran-pemikirannya sangat mewarnai dunia usaha. Rhenald dikenal tajam pada dataran mikro. Lulusan S1 manajemen namun memperoleh gelar Ph. D dari Amerika.

Sesekali pandangannya menyentil ramalan-ramalan ekonom yang dinilainya kurang memiliki wawasan sektor riil. Sebaliknya ekonom menyerang balik saat menjelang pilpres dengan mengatakan “tak ada shifting, yang ada pelemahan daya beli.” Entahlah mana yang benar.

Rhenald Kasali berkebalikan dengan yang lain, dinilai terlampau optimis dalam memandang ekonomi dan terlalu mikro, bukan makro. Tetapi sebelum memasuki krisis, dia sudah mengatakan, “ekonomi Indonesia menghadapi tantangan disrupsi, yang membuat sulit menghadapi angin haluan yang menghadang dari depan. Solusinya, ya berubah.” Terhadap pemikirannnya survei memberi nilai 7,5.

Bhima Yudhistira

Ia juga termasuk ekonom yang baru belajar. Pegawai pada biro riset ekonomi Indef ini, memang sering menyebar luaskan press release ekonomi dan video dirinya ke berbagai media.

Sayangnya, Bhima kurang wawasan dan seringkali ramalannya meleset. Tapi ia selalu bangkit dan memberi yang baru. Memasuki tahun 2020, Bhima justru menjadi satu-satunya ekonom yang beda. Ia justru meramalkan bahwa Indonesia tidak akan mengalami resesi.

Ia tak sepesimis Rizal Ramli, dan belum segigih Faisal Basri, seniornya. Tetapi ia percaya tahun ini ekonomi kita masih bisa menyentuh angka 4,9-5%. Lumayan optimis dan punya potensi besar menjadi ekonom. Nilainya sementara masih 6.

Fauzi Ichsan

Fauzi Ichsan selama ini dikenal sebagai ekonom pada lembaga-lembaga seperti LPS dan Standard Chartered Bank. Meski latar belakang keuangannya lebih menonjol ketimbang ekonomi, namun ia bisa melihat ekonomi-keuangan dengan jernih.

Meramal keadaan ekonomi tahun ini, Fauzi mengatakan ekonomi akan membaik di H3-2020, menyusul ditemukannya vaksin terhadap virus corona dan rebound-nya China yang sudah lebih dulu menghadapi tekanan ekonomi. Survei memberi nilai 9.

Ari Kuncoro


Rektor UI dan Wakomut Bank BRI ini boleh dibilang juga pendatang baru, kendati ia sudah cukup senior. Dibandingkan dengan ekonom-ekonom lain yang cenderung monetaris dan Keynesian, Prof. Ari Kuncoro termasuk institusionalist. Jadi ia melihat persoalan ekonomi lebih komprehensif.

Walau demikian, terkesan kurang tajam dalam persoalan-persoalan ekonomi mikro yang mendesak dipecahkan. Mungkin karena terlalu lama menjadi peneliti.

Ditanya bagaimana prospek ekonomi 2020, Ari malah bercerita keadaan tahun 2019. Sedangkan pada tahun ini ia hanya menjawab normatif. Hasil survei memberi nilainya 6,5.

Penutup

Demikianlah ragam berpikir ekonom-ekonom kita. Dan melewati bulan ke-3 tahun 2020 sebenarnya tak sulit meramalkan apa yang akan terjadi, sebab separuh episode masalahnya sudah mulai tampak. Suram? Iya, sejak ada banjir dan wabah virus, hampir pasti ekonomi begitu. Tapi begitu menyentuh titik terendah pasti akan ada rebound.

Tetapi bagi ekonom yang biasa meramalkan kegelapan, tahun ini bakal naik pamor. Setelah 20 tahun menunggu dan setiap tahun meramalkan akan datangnya bencana, mereka yang selalu kelam, bisa menemukan pintunya seperti buaya yang menemukan wildebeest tadi. Ketika yang lain menangisi usahanya terancam , orang-orang yang biasa kelam hari ini bisa tersenyum bahagia.

Lalu bagaimana Indonesia?

Ah, masih ada yang namanya sunnatullah, kehendak Allah. Kita harapkan saja yang terbaik bagi republik ini. Siapa tahu cepat rebound?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun