Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Perseteruan Politik Hashim-Prabowo dan Ahok-Jokowi dan Akhir Nasib Mereka

12 Oktober 2014   07:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:23 625 10
Reaksi publik terhadap Ahok (baca: dan Jokowi) sangat berbeda dengan Hashim (baca: dan Prabowo). Publik menanggapi dan bereaksi berbeda terkait sepak terjang Ahok dan Hashim dalam berpolitik. Ahok tampak membela negara dan rakyat, sementara Hashim seluruh sepak terjangnya diarahkan pada dan untuk Prabowo. Ahok memihak kepentingan rakyat; sementara Hashim hanya demi kepentingan diri dan golongannya. Hashim (baca: Prabowo) dan Ahok (baca: Jokowi) akan mengalami nasib yang sama sekali berbeda. Mari kita telaah gambaran nasib keduanya dengan hati gembira ria dalam perspektif politik.

Hashim senang dengan kontroversi, Ahok pun demikian. Bedanya, Hashim senang dengan kontroversi yang tak jelas dan cenderung memfitnah. Tentang kemenangan Prabowo, tentang acara syukuran kemenangan Prabowo sebelum KPU memutuskan. Tentang Novela yang rumahnya dibakar di Papua. Yang terbarub tentang Jokowi yang akan melegalisasi PKI dan tentang Jokowi yang akan mengadakan referendum di Papua. Itu semua adalah isu tak berdasar cenderung fitnah yang sumbernya tak jelas. Orang seperti Hashim adalah potret manusia yang tak memiliki dasar pola pikir untuk membangun rakyat dan negara.

Ahok senang kontroversi untuk kebenaran dan kepentingan rakyat. Berbagai pernyataan yang disampaikan terkait masalah hukum, politik, administrasi pemerintah disarmpaikan dengan bahasa lugas dan jelas tanpa adanya unsur fitnah. Ahok hanya menyampaikan sesuatu kebenaran dengan bahasa kontroversial. Ahok bisa menantang pegawai pemda dan pejabat dengan kata-kata akan memecat, dst. Namun semua itu dalam konteks bahasa ala Ahok yang ceplas-ceplos dan jelas.

Menanggapi FPI yang anarkis pun Ahok tak mengalami ketakutan. Berbeda dengan Ahok yang pemberani, Hashim (baca: Prabowo) jelas ngeper dan takut dengan FPI dan menolak wacana pembubaran FPI.

Hashim (baca: Prabowo) hanya memahami politik sebagai alat berkuasa pribadi. Ahok menganggap politik hanya alat perjuagan untuk kesejehteraan rakyat. Maka Hashim menganggap kubu Prabowo adalah kekuasaan absolute dan permanen selama 5 tahun. Hashim tak memahami bahwa sesungguhnya Hashim (baca: Prabowo) tak memiliki apapun lagi untuk ditawarkan kepada Golkar, PPP, dan PAN.

Pada saatnya kekuasaan koalisi Prabowo di parlemen akan menenggelamkan politik balas dendam seiring Golkar, PAN, dan PPP tak mendapatkan apa-apa lagi setelah hanya euphoria politis di DPR dan MPR. Pada akhirnya para partai Golkar, PAN dan PPP akan sadar dan tak akan melayani nafsu dendam kesumat para tuan seperti Prabowo, Ical, Idrus Marham, Tantowi Yahya dan Hidayat Nur Wahid yang sangat bernafsu untuk menjungkalkan Jokowi-JK. Hanya nanti tinggal Gerindra dan PKS yang tersisa sebagai oposisi. Hashim (baca: Prabowo) tak memahami politik hanyalah sebagai alat untuk berkuasa.

Ketika kekuasaan hanya janji dan tak terbukti diberikan oleh Prabowo kepada para partai kubu Prabowo - kecuali PKS yang 100% sejalan politik dendam kesumat koalisi permanen - maka Hashim akan melihat orang seperti Jokowi dan Ahok yang meninggalkan Hashim dari koalisi Prabowo; maka Hashim akan marah dan dendam terhadap lebih banyak orang tak hanya terhadap Jokowi dan Ahok - akan lebih banyak lagi orang meninggalkan Hashim yang tak memahami arti politik. Ahok dan juga Jokowi adalah potret orang yang memahami politik sebagai alat untuk berkuasa dan dalam politik tak ada yang abadi kecuali kepentingan.
Ahok (dan juga Jokowi) pun melihat parpol dan politik sebagai alat perjuangan untuk kesejahteraaan rakyat. Ahok pernah meninggalkan Golkar demi untuk menjadi Bupati Belitung Timur dan juga meninggalkan Gerindra demi menolak Gerindra yang pro anti-demokrasi dengan mendukung pilkada oleh DPRD. Jokowi pun meninggalkan Hashim dan Prabowo dengan maju menjadi capres paadahal dua tahun lalu Prabowo dan Hashim mengusung Jokowi-Ahok.

Maka melihat strategi politik dan polah-tingkah dan kelakuan pribadi Hashim (baca: Prabowo) dan Ahok (baca: Jokowi) maka tampak sekali perbedaannya. Dasar pembeda langkah politik Hashim dan Ahok adalah cara pandang terhadap politik. Bagi Ahok, politik hanyalah alat untuk kesejahteraan rakyat sehingga parpol hanyalah alat semata dan bisa ditinggalkan, sementara bagi Hashim politik adalah alat memenuhi kepentingan pribadi dan personal.

Jadi,implikasinya, Hashim dengan pandangannya akan ditinggalkan oleh bukan hanya partai seperti PPP, Golkar, dan PAN serta Demokrat, namun juga pada 2019. Gerindra akan menjadi partai gurem yang dijauhi oleh rakyat. Terlebih lagi publik melihat Gerindra bukan sebagai partai yang berbuat baik untuk bangsa, namun hanya alat nafsu kuasa dan dendam pribadi Hashim (baca: Prabowo) terhadap Jokowi dan Ahok. Maka dengan langkah dan keyakinan politik mereka masing-masing, jelas Hashim (baca: Prabowo) akan terdampar dan Ahok (baca: Jokowi) akan berkibar. Buktinya? Ahok jadi Gubernur DKI, dan Jokowi menjadi Presiden Republik Indonesia. Hashim dan Prabowo? Berupaya mendongkel dan menjegal Jokowi lewat DPR dan MPR ... hehehehe (hingga tinggal menunggu kemarahan rakyat)...terhadap Hashim dan Prabowo...

Salam bahagia ala saya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun