Dari kecil, aku memang menyukai hewan peliharaan. Saat masih kanak-kanak hingga remaja, ikut kakek nenek di desa, kami pernah memiliki tiga ratusan bebek, termasuk angsa dan entog. Ayam kampung pun sengaja diternak guna menambah pemasukan ekonomi keluarga. Namun, kucing belum pernah aku memeliharanya.
Sejak pindah ke rumah timur, karena beberapa kali ada pencuri, kami memelihara anjing pemberian teman. Demikian juga seekor kucing persia tua warisan salah seorang wali murid les yang harus pindah ke luar pulau. Apalagi kondisi rumah dan halaman sangat luas sehingga memungkinkan untuk memelihara hewan tersebut. Pernah juga memelihara ayam kampung, tetapi sayang kami pelihara secara lepas tanpa kandang sehingga kotorannya ke mana-mana. Termasuk merusak cat kendaraan roda empat karena mereka tidur di atap kendaraan. Hmm, pagi-pagi saat hendak berangkat ke kantor harus kerja bakti mencuci mobil, mana tahan? Terpaksalah harus direlakan. Tidak memelihara ayam kampung dulu selama tidak memiliki kandang.
Beberapa tahun vakum tidak memiliki hewan piaraan, lima tahun silam kami memutuskan untuk mengadopsi kucing kampung guna mengusir tikus. Ya, karena rumah dekat sungai, tikus lumayan banyak membuat risih juga. Jadilah kami mengambil Miska, seekor kucing jantan sejak ia masih kecil. Namun sayang, karakter kucing ini kurang bagus sehingga dua tahun silam terpaksa dikembalikan ke habitat semula. Alam liar!
Seekor anak jantan yang dibawa Miska saat itu, berkarakter tenang, santai, tidak suka mencuri, tidak suka onar alias perang, dan sangat sabar. Nyaman sekali memilikinya. Memang aku pernah memarahi Miska dengan mengatakan, "Kalau kamu nakal, aku akan cari kucing putih bermata biru, loh!" Eh, ternyata ... suatu saat ia membawa anaknya seperti yang kuminta. Bulu dominan putih, dan anehnya bermata biru seperti keinginanku! Wuihhh, mrinding rasanya. Kok pingin kucing saja didengar dan dikabulkan oleh-Nya! Meskipun lewat si Miska, aku tahu itu adalah pemberian Tuhan!
Lucunya lagi, sekitar sebulan silam, si Kumoru (Kucing Moto Biru) membawa seekor anak betina berbulu warna oranye. Awal datang si anabul tampak stres berat dan buang air besar sembarangan di mana-mana. Saat datang malam itu, aku benar-benar kerja rodi membersihkan kotorannya hingga mencuci dua buah seprei sekaligus. Sungguh aduhai.
Namun, karena suami yang biasanya tidak suka kucing apalagi betina, tampak sangat senang, aku melakukannya dengan sukacita. Kasihan sekali kalau sampai mengeong-eong tak terurus seperti biasanya. Selain berisik, juga harus rela membawanya pergi jauh dengan menggunakan kendaraan roda empat.
Karena bawaan si Kumoru, mungkin salah seekor anaknya sebagaimana ia dulu juga dibawa oleh Miska, bapaknya, suami bilang boleh mengurus si Orange. Akhirnya kuberilah nama si Cantik.
Ya, wajahnya memang cantik sekali. Seolah Tuhan melukis wajahnya dengan hiasan simetris. Bahkan, dengan seuntai kalung alami berwarna cokelat gelap melingkari lehernya. Pada hari kedua atau ketiga, si Cantik sudah makin jinak dan lucu. Selalu mengekor bapaknya ke mana pun pergi. Namun, dasar bapaknya suka berada di luar rumah, si Cantik pun harus tinggal bersama kami, di rumah saja.