Damar Derana (Part 23)
Akhirnya ....
Malam itu ditemani suami, seorang ginekolog, dan seorang bidan ahli Nadya menunggu kelahiran si baby. Para ahli tersebut menangani kelahiran putri pertama itu dengan gangsar. Tepat tengah malam, putri cantik yang diberi nama Pamela Anggi Susetyarini lahir dengan BB 3,1 kg dan panjang 50 cm.
Baby imut yang sangat cantik itu membuat netra Pambudi dan Nadya langsung berembun. Plasenta sang baby sengaja dibiarkan dan tidak segera dipotong, tetapi dibiarkan hingga seharian di wadah yang sudah disiapkan. Sementara, si baby dilatih dan diajari inisiasi sejak dini. Dibiarkan tergeletak di dada telanjang mama agar belajar mencari puting susu sendiri. Sore hari ketika plasenta itu sudah tidak berdenyut, diupayakan dipotong dengan cara dibakar  sedemikian rupa.
Dikabarkan oleh Pambudi kepada keluarga bahwa Nadya telah melahirkan seorang baby yang sangat jelita. Kedua orang tua Pambudi pun bergegas menuju rumah baru mereka pagi dini hari itu juga. Demikian pula kedua orang tua Nadya. Ketika dikabarkan bahwa Nadya melahirkan, Â mereka berdua juga langsung berangkat ke kota tempat Nadya dan Pambudi tinggal.
Tidak kesulitan mereka mencari lokasi yang telah di share lok di gawai. Dengan mudah pula dicari melalui google map. Sopir kedua mobil yang berangkat dari kota berbeda itu diminta saling berkomunikasi dengan Pambudi yang memandu. Dengan demikian risiko tersesat bisa diminimalisasi.
Sesampai di klinik bersalin mungil yang indah itu, kedua orang tua Pambudi dan orang tua Nadya bertemu untuk yang pertama kali. Namun, mereka sudah sangat cocok sebagaimana keluarga dekat. Mereka berempat menyadari kondisi keluarga baru itu sedemikian rupa sehingga berusaha memberikan suasana bahagia kepada pasangan Pambudi dan Nadya.
Tiga hari setelah persalinan, Nadya kembali ke rumah baru mereka. Bik Irah dan satu sopir lelaki yang merangkap sebagai tukang kebun menemani mereka di rumah mewah tersebut sehingga Nadya tidak merasa kesepian. Bik Irah sangat senang karena jasanya tetap digunakan oleh keluarga yang sudah dianggap saudara sendiri itu. Apalagi, kondisi perekonomian Nadya semakin meningkat seiring dengan pernikahan kedua ini.
Pelan-pelan setiap hari Pambudi mengambil dan memboyong barang-barang Nadya dari rumah baru Nadya sehingga rumah itu menjadi kosong. Maksudnya, mereka akan mengontrakkan rumah tersebut agar tetap terawat.
Hari kedua orang tua Nadya berada di rumah itu, tiba-tiba ibu kandung mendekati sambil mengabarkan bahwa Vivi mengandung anak kedua mereka. Usia kandungan sudah memasuki bulan keenam. Konon kabarnya hasil USG janin laki-laki. Sinar mata sang ibunda berbinar-binar saat dikabarkan berita sukacita itu, tetapi Nadya tidak menghiraukan. Baginya kini lebih penting mengurus keluarga kecil yang diupayakan tetap harmonis dan bahagia.
Sang ibu lupa kalau Nadya sedang berusaha keras melupakan kesedihan masa lalu dan menjemput impian masa depan dengan keluarga barunya. Ibu yang tidak peka sehingga meski didiamkan, tetap saja bercerita ngalor ngidul tentang keluarga mantan suami itu. Nadya hanya bisa diam. Sengaja tidak digubris saat sang ibu menggunjing tentang Prasojo, Vivi, juga anak mereka.
Ketika sang ibu pamit pulang hendak melanjutkan ke rumah Vivi, diam-diam Nadya sangat senang. Dia ingin menutup mata dan telinga tentang berita yang disampaikan, terkhusus tentang mantan suami dan keluarganya itu. Maka dipersilakanlah sopir segera mengantar kedua orang tua itu. Sopir diberitahu agar setelah mereka berdua turun, tidak perlu singgah. Cukup diantar hingga pintu gerbang saja.
Nadya beruntung sekali karena suami kedua ini jauh berbeda dengan suami sebelumnya. Jika Pambudi bisa menyimpan cinta tulus sepuluh tahun, dia percaya bahwa suami kedua ini adalah tipe lelaki setia. Namun demikian, dia tetap akan menjaga keutuhan rumah tangga. Pengalaman yang lalu mengajarkan kepadanya bahwa tidak baik jika memasukkan siapa pun ke dalam rumah tangga.
Orang tua Pambudi masih berada di rumahnya. Ibu mertua itu dengan cekatan membantu merawat baby karena memang dahulu  pernah menjadi perawat. Namun, sejak menikah dengan ayah mertua, sang ibu dipersilakan resign dari pekerjaan.
Saat mengetahui ibunya mengajari Nadya merawat baby, Pambudi sangat senang. Pambudi pun, yang sedang mengambil cuti selama seminggu, berusaha belajar merawat dan terutama memandikan baby-nya. Dia ingin bisa membantu Nadya untuk mengerjakan segala sesuatu yang mampu dilakukan ketika sedang mengambil cuti.
Ketika hari ketiga sang ayah mertua izin pulang, Nadya ingin ibu mertua masih berkenan tinggal bersamanya barang seminggu. Namun, sang ayah tidak mengizinkan. Oleh karena itu, Pambudi segera memesan jasa seorang perawat yang bertugas membantu Nadya menangani Pamela putri cilik yang menggemaskan itu.
Bersyukur baik Nadya maupun Pamela keduanya dalam kondisi sangat prima. Tangis Pamela yang luar biasa keras berhasil membuat hati ayah bunda berbunga-bunga. Dibiarkanlah Pamela berolahraga dengan cara menangis sebab dengan demikian seluruh organ tubuh akan menyesuaikan diri dengan suasana sekitar. Dokter juga berpesan agar Pamela tidak banyak digendong sehingga memperoleh kebebasan mutlak untuk bergerak terutama saat tangis pecah seperti itu.
Hari-hari Nadya disibukkan dengan merawat dan mengasuh Pamela sehingga tidak terasa Pamela pun sudah berusia tiga bulan. Malam itu, suami mencoba mengingatkan untuk meminta jatah yang telah beberapa bulan tidak diperoleh. Nadya tertawa bahagia. Dia meminta maaf karena kesibukan mengurus Pamela sehingga seolah melupakan suami. Namun, Pambudi tahu dan memahami. Sementara, naluri untuk memperoleh jatah tidak dapat ditahan sehingga malam itu mereka  segera bersiap memberikan yang terbaik untuk pasangan.
"Mas, bagaimana kalau Pamela kita beri tambah susu formula? Bagaimana?" Nadya mencoba mendiskusikan dengan suami.
"Mhhmm ... iya, Nok. Besok coba kutelepon Dokter Mila untuk berkonsultasi, ya!"
"Baiklah, Mas!" jawab Nadya dengan senyum manis yang membuat lelah suami  sirna.
Setelah melaksanakan ritual ibadah pasutri berdua, seperti biasa, mereka masih memperbincangkan berbagai masalah keluarga yang harus diselesaikan. Mereka memang menomorsatukan kepentingan kebersamaan terlebih dahulu agar serumit apa pun kondisi keluarga, mereka tetap masih berada dalam lingkup percintaan.
Ya, mereka telah bersepakat bahwa dalam membahas aneka masalah, masih harus tetap berada di dalam pelukan, tidak boleh dengan bersitegang leher, apalagi dengan kemarahan meledak-ledak. Mengatasi masalah dengan smart dan senyum, pokoknya.
***