Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Pesantren Impian

8 Juli 2024   13:12 Diperbarui: 9 Juli 2024   10:37 53 0

       

PESANTREN IMPIAN

Oleh : Nimas Ayu Puji Astuti.


       Sore itu langit cerah, Angin berhembus sejuk sesekali menimbulkan desauan dedaunan yang saling  bergesekan, jalanan lenggang, anak- anak kecil Nampak bahagia bermain sembari berlarian kesana kemari, desa yang masih asri bersama dengan rumah-rumah sederhana, daerah yang sejuk, salah satu desa yang berada di kecamatan tersepi di kabupaten Kendal Jawa Tengah, namanya Limbangan, disinilah tempat Amaru Rinjani tinggal, seorang Wanita setengah baya bersama suami barunya, Amaru selalu berusaha untuk terus bertahan menjalani kehidupannya keluarganya yang dibenci sanak saudaranya  lantaran Amaru yang kerap gagal dalam pernikahan membuat mereka malu mengakui Amaru bagian dari mereka tak terlebih harta yang dimilikinya tak sebanding dengan mereka, mereka beranggapan Amaru adalah sosok Wanita yang tidak baik maka dari itu selalu gagal dalam pernikahan, tetapi Amaru tetap bersyukur meskipun begitu Keluarga intinya sangat menyayanginya,

        " Aduh dasar anak nakal, salah sendiri waktunya mengaji malah manjat pohon mangga, rasain jatuh sakit,kan?" ujar seorang wanita paruh baya dengan gamis cokelat dan kerudung senada, namanya Yuli dia adalah tantenya Amaru, terlihat Tante Yuli tengah memarahi anak Amaru, ananknya dengan suami pertamanya, ini adalah pernikahan keempat Amaru, dan sejauh ini Dandi adalah putra satu-satunya

        Dandi Manggala Putra, usianya menginjak dua belas tahun yang masih menduduki kursi kelas enam madrasah ibtidaiyah, Dandi hanya meringis sembari memandangi lututnya yang baru saja di pasang plester oleh sang ibu, Tante Yuli niatnya hanya ingin mengunjungu ibu dan ayah dari amaru, namun tak sengaja mendapati dandi yang tengah mengipasi lututnya di ruang tamu, setelah tau asal luka itu tanpa ragu Tante Yuli melontarkan  kalimat itu.

       " Dandi tadi mau turun nek, tapi malah terpeleset" ujar Dandi dengan wajah polosnya

      " Halah, alasan saja kamu, kamu itu sama saja kaya ibu kamu, dari dulu nakal, udah nakal gatel pula sama laki-laki, dasar keluarga tidak ada yang benar, saya tidak yakin dandi masuk pesantren, uang dari mana kalian? Lagipula kelakuan seperti itu tidak cocok masuk pesantren" ujar Tante Yuli lagi setelahnya ia pergi meninggalkan Rumah sederhana itu.

      Lantas Amaru perlahan mengahampiri putra semata wayangnya itu, mengusap lembut punggungnya menyalurkan ketenangan.

     " Memangnya dulu ibu senakal apa sih? Sampe Nenek Yuli bilang begitu" tanya Dandi

     " Dulu nakal ibu sama seperti Dandi, lari-lari jatuh, yah nakalnya anak kecil, ibu malas belajar ,tidak seperti tante sama om mu, ibu hanya lulusan SMA, tidak mampu kuliah atau mendapatkan beasiswa seperti anaknya Nenek Yuli, tapi Dandi harus rajin ya, supaya tidak seperti ibu" ujar Amaru diselingi dengan kekehan sejenak.

     waktu menunjukkan pukul 03.00 Wib. Terdengar dering alarm dari handphone Amaru perlahan amaru membuka matanya, mematikan alarm dan mengumpulkan kesadaran, ia terduduk di atas kausrnya, menyadari suaminya tak bersamanya, yah, saminya berangkat kerja malam ini, sebagai supir travel yang harus mengantarkan penumpangnya ke Surabaya.

      Perlahan ia bangkit, mengambil air wudhu mengenakan mukennya dan menghamparkan Sajadah Merahnya. menghadap Sang Pencipta, tak lupa ia selalu menyelipkan do'a untuk anaknya, meminta kelancaran untuk seluruh urusannya

      " Allahumma laa sahla illa maa ja'altahu sahla wa anta taj'alul hazna idza syi'ta sahla,allahumma inni asaluka ilman naafi'an warizqan tayyiban wa amalan mutaqqabala, rabbana aatina fiddunya hasanah wa fil aakhirati khasanah waqina adzabannar." ujarnya sembari mengadahkan kedua tangannya tak lupa ia menyelipkan do'a lainnya dan menutupnya dengan kata Aamiin, ia selalu meminta kemudahan dan kelancaran rejeki pada Sang Pencipta, keinginanya untuk memasukkan anaknya ke pesantren tahun depan, sedangkan pekerjaannya hanya seorang Asisten Rumah Tangga dan suaminya hanya seoarang Supir Travel, kehidupannya sangat sederhana, melihat biaya pesantren tak sedikit, meskipun sangat mustahil tapi biarlah do,a nya yang menetralisir.

      Sang mentari perlahan naik ke cakrawala, pagi telah tiba, Amaru bersiap-siap mengenakan gamis marun dan jilbabya tak lupa mengenakan cadar seperti biasanya, beruntungnya Amaru memiliki majikan yang baik lagipun pegertian yang tak menuntutnya dalam hal berpakaian, Amaru mulai berhijrah dengan cadarnya selepas pulang dari Hongkhong, tiga tahun lalu ia bekerja disana sebagai TKW ( tenaga kerja wanita) disana ia bertemu dengan orang- orang yang membawanya hijrah bersama ternyata pekerjaan TKW tak seburuk yang ia bayangkan, namun sekarang ia memutuskan untuk bekerja di Indonesia dan berkumpul bersama keluarga.

    " Dandi, sudah belum ?" tanyanya sembari bergegas mengambil kunci motor, sebelum kerja ia harus mengantar Dandi ke sekolah dulu,

   " Sudah ibu, Ayoo" ujarnya sembari menyusul ibunya, terlihat dandi sudah rapi dengan seragam Merah Putih dan Tas Ransel di pundaknya. Lalu mereka berangkat bersama.

    Seusai mengantar Dandi ke sekelohan, kini tibalah Amaru di tempat kerjanya, ia langsung memulai pekerjaannya, saat ia tengah menyapu tiba-tiba sang majikan menghampirinya

    " Ada yang bisa saya bantu, bu?" Tawar Amaru saat mendapati sang majikan berjalan kearahnya. Namun  sang majikan malah menyodorkan sebuah amplop.

    " Ambilah, saya tau kamu sedang membutuhkan biaya untuk Dandi, maaf ya dua hari lalu saya tidak sengaja mendengar percakapanmu dengan suamimu di telfon, katanya kalian membutuhkan uang lima juta untuk daftar ulang pesantren?" ujar Bu Anna panjang lebar, baginya mengeluarkan sejumlah uangnya tak akan membuatnya jatuh miskin apalagi profesinyaisebagai Dokter Gigi di Rumah Sakit Daerah.

    " Ta-tapi bu, apa ini tak terlalu berlebihan?" ujar Amaru tak enak hati, namun sang majikan malah tersenyum menanggapinya

    " Tidak apa-apa, lagipula kamu sudah lama bekerja bersma saya, jangan ditolak ya, ini rejeki untuk Dandi"

    " Terimakasih bu, Terimakasih banyak" Ujar Amaru ia tak dapat memendam rasa bahagianya, ternyata benar, pertolongan-Nya selalu datang di saat yang tepat, padahal memang bulan depan adalah batas pendaftaran pesantreen itu.

    Waktu berlalu begitu saja, tak terasa sudah saatnya Dandi berangkat ke pesantren, meninggalkan Rumah beserta kenangannya, Merantau, menuntut ilmu dan ia berjaji tak akan mengecewakan siapapun yang ditinggalkannya, pepatah mengatakan "Merantaulah, kelak kau dapat mengganti siapapun yang kau tinggalkan" itulah yang Amaru tanamkan pada anaknya.

    Hingga tibalah mereka di gerbang sebuah pesantren di kota Kediri setelah semalaman menempuh perjalanan,  pesantren yang berdiri tahun 1913 oleh KH. Abdul Karim. Gapura hijau putih, yang melekung dengan hiasan menara masjid di sisi kanan dan kirinya bertuliskan "PONDOK PESANTREN LIRBOYO"  Amaru menatap haru tulisan itu, jika bukan dia setidaknya anaknya harus lebih baik darinya.

     " Alhamdulillah" tak lupa ia mengucap syukur pada sang kuasa berkatnya ia sanggup berada di sini, di depan pesantren impiannya, ribuan mimpi ia sematkan untuk Dandi disini.

SELESAI


      

 Hikmah : Tetap langitkan segela harapan, jika semua terasa mustahil maka biarlah do'a mu yang menetralisir.




KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun