Suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya harus diberikan sanksi berdasarkan pemidanaan yang ada di hukum positif yang berlaku. Namun, Negara Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia memiliki hukum acara pidana yang mengatur prosedur pengenaan pidana sebagai suatu upaya ultimum remedium agar setiap tahap baik dari penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan dapat dilaksanakan tanpa menciderai hak warga negara. Berdasarkan pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 8  Tahun  1981 tentang  Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana  (KUHAP), tersangka adalah seseorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan. Dengan kata lain, seseorang dapat dinyatakan sebagai tersangka apabila terdapat bukti permulaan yang menunjukkan bahwa ia patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Seseorang tersangka pelaku tindak pidana harus dibuktikan di persidangan oleh Jaksa Penuntut Umum, sedangkan posisi tersangka yang statusnya naik sebagai terdakwa memiliki hak untuk didampingi oleh Penasihat Hukum demi memastikan bahwa tidak ada hak asasi yang dilanggar. Kendati telah diatur sedemikian rupa di dalam hukum acara pidana, tindakan salah tangkap yang dilakukan oleh pihak kepolisian masih kerap terjadi.Â
KEMBALI KE ARTIKEL