Tren baru muncul dengan tiba-tiba. Perilaku seseorang dengan namaÂ
Vicky Prasetyo sontak menjadi pembicaraan dimana-mana. Cara berbicara yang ‘sok’ intelek dengan beragam kosakata ‘
absurd’ nya seakan sekarang menjadi jargon populer yang menggantikan kosakata ‘gaul’ sebelumnya seperti ‘galau’ atau ‘
unmood’. Hanya saja, kosakata ciptaan dan rekaanÂ
Vicky sepertiÂ
kontroversi hati,Â
konspirasi kemakmuran,Â
labil ekonomi,Â
kudeta,Â
harmonisisasi, atauÂ
statusisasi menjadi olok-olokan dan penggunaannya sengaja dilebih-lebihkan.Seseorang akan sengaja menciptakan satu kata dengan penambahan imbuhan berupa akhiranÂ
–si atauÂ
–sasi merujuk padaÂ
kontroversi,Â
konspirasi,Â
harmonisisasi atauÂ
statusisasi alaÂ
Vicky. Misalnya, sebut saja seseorang akan menggunakan namanya sendiri untuk di ‘
-sasi’ kan:Â
Andisasi,Â
Budisasi, dan sebagainya. Hampir semua penyimak fenomena ini sadar bahwa ‘tabiat’Â
Vicky ini tidak tepat dan bukanlah kata-kata yang menunjukkan keintelektualitasannya. Sebaliknya,Â
Vicky terlihat (maaf) bodoh dan membingungkan karena susunan kalimat dan penggunaan kosakata ‘sok’ inteleknya susah dipahami dan hampir tidak bermakna. Seperti menurut seorang peneliti bahasa,Â
Gaffar Rushkan dari wawancaranya dengan surat kabarÂ
Tempo (
Selasa, 10 September 2013) yang menyatakan bahwa tindakanÂ
Vicky ini bukanlah sebuah tindakan intelek, namun lebih kepada faktorÂ
gengsi. Penggunaan istilah asing malah akan mengaburkan makna sebenarnya, apalagiÂ
Vicky nampaknya tidak benar-benar memahami makna yang sebenarnya dari kosakata-kosakata tersebut. KosakataÂ
Vicky yang menjadi populer dan bahan olok-olok tersebut menunjukkan bahwa semua penyimak media (masyarakat) sadar bahwasanya bahasa begitu penting. Penggunaan bahasa yang salah akan menimbulkan kesalahpahaman, ketidaktahuan dan bahkan ‘pelecehan’ dalam hubungannya dengan komunikasi. Bila sudah seperti ini, seharusnya masyarakat juga harus melihat fenomena bahasa ini dengan gambaran yang lebih besar. Bila banyak yang mengejekÂ
Vicky dengan kosakata ‘sok’ intelek dan pidato bahasa Inggrisnya pada pemilihan Kades yang juga dianggap tidak dapat dipahami dan salah, kita juga harus melihat kasus-kasus lain yang juga serupa.Â
Vicky di dalam video yang diunggah di Youtube juga terkenal dengan penggunaan bahasa Inggris yang ‘amburadul’ sepertiÂ
twenty nine my age,Â
my said,Â
inpest,Â
japanese and Asia, dan sebagainya. Rasanya, kita juga perlu menyimak ‘
common mistake’ atau kesalahan umum dalam bahasa Inggris yang dipakai oleh masyarakat Indonesia, terutama yang terjadi di dalam media massa dan jejaring sosial di Internet. Perihal fenomenal lain yang muncul di media televisi misalnya, adalah goyang atau jogetÂ
Caisar dengan musik dangdut yang dinamis. Begitu populernyaÂ
Caisar dan goyangan yang diciptakannya dalam beberapa show di sebuah stasiun televisi seakan bersanding dengan goyang ala KoreaÂ
Gangnam Style atau ala Amerika,Â
Harlem Shake. Selain goyangannya yang enerjik dan melibatkan massa,Â
Caisar juga dikenal dengan penggunaan bahasa Inggrisnya, yaitu ‘
Keep Smile’ yang diucapkan sebelum musik dan goyangan dimulai. Bila kita menjadikan penggunaan bahasa Inggris dan sok intelek campur aduk alaÂ
Vicky sebagai bahan ejekan karena kesalahan-kesalahanÂ
Vicky sendiri, ada baiknya kita juga sadar bahwasanya penggunaan frasaÂ
keep smile adalah tidak tepat. Ketika seorang pembicara bahasa Indonesia sadar dalam menggunakan bahasa asing, ia juga harus sadar untuk memahami ‘aturan main’ penggunaan bahasa asing itu sendiri. Dalam kasusÂ
Caisar,Â
keep smile hanyalah terjemahan bebas dari bahasa Indonesia ‘tetap tersenyum’ tanpa mengindahkan aturan dalam bahasa Inggris itu sendiri. Di dalam bahasa Inggris kataÂ
keep adalah sebuah kata kerja atauÂ
verba (
verb) yang ketika diikuti oleh sebuah kata kerja lainnya, harus ditambahkan dengan –ing. KataÂ
smile yang semula juga merupakan sebuahÂ
verba harus diubah menjadiÂ
verba yang di
nominakan (kata benda) atauÂ
noun dalam bahasa Inggris. Kasus ini disebut denganÂ
gerund. Jadi, frasaÂ
keep smile harusnya menjadiÂ
keep smiling. Begitu juga denganÂ
verba lain setelah kataÂ
keep:Â
keep talking,Â
keep walking,Â
keep thinking,Â
keep making, dan sebagainya. Beberapa kata lain dalam bahasa Inggris yang harus diikuti dengan bentukÂ
gerund adalahÂ
avoid,Â
enjoy,Â
finish,Â
miss,Â
imangine atauÂ
stop. Misalnya ketika kita memutuskan menggunakan kataÂ
stop,Â
verba setelahnya harus berupaÂ
gerund: ‘
I can’t stop thinking about you’Â
bukan ‘
I can’t stop think about you.’ Tulisan ini tidak menyoroti pada kesulitan atau ketidaktepatan pelafalan (
pronounciation) bahasa Inggris, seperti yang biasanya diutarakan oleh para non pengguna bahasa Inggris. Karena pelafalan bahasa Inggris sendiri memiliki banyak dialek, dialek Amerika, Inggris, Australia, Eropa, Jamaica, Afrika, Singapura bahkan melayu. Oleh sebab itu Indonesia pun pasti memiliki dialek khas tersendiri yang membedakannya dengan bahasa Inggris yang berasal dari negara asalnya (Inggris dan Amerika). Jadi pelafalan, selama masih dapat dipahami, bukan merupakan letak kesalahanÂ
Caisar, melainkan tata bahasa dan ketidakpahamannya (atau siapapun yang menggunakan kataÂ
keep smile) pada bahasa Inggris. Daftar ‘kesalahan’ ini juga ternyata cukup panjang. Penggunaan bahasa asing ‘alaÂ
Vicky’ sebenarnya terjadi di banyak sisi, terutama yang akan disoroti adalah dalam dunia jejaring sosial. DiÂ
Facebook misalnya, penggunaan istilahÂ
tfc (
thanks for confirm), frasaÂ
thanks God di dalam status, (
feel)Â
boring, atauÂ
unmood (silahkan cek tulisan saya mengenai unmoodÂ
disini), digunakan secara sporadis tanpa memperhatikan kaidah tata bahasa, penulisan, dan makna yang tepat.
1. Tfc yang biasa dikenal sebagai kependekan dariÂ
thanks for confirm juga merupakan terjemahan bebas dari bahasa Indonesia ‘terimakasih karena sudah mengkonfirmasi’ atau ‘terima kasih atas konfirmasinya’. Ini tidak tepat, karena yang seharusnya dipahami adalahÂ
thanks for confirming atauÂ
thanks for the confirmation. SebuahÂ
verba dalam bahasa inggris harus ditambahkan denganÂ
suffix (imbuhan)Â
–ing (
gerund) bila didahului denganÂ
preposition (kata depan) sepertiÂ
at,Â
in,Â
on,Â
for,Â
to, atau kata-kata sepertiÂ
before,Â
after,Â
beside, dan sebagainya. Misalnya saja kalimat ‘
I am good at making people happy’ (saya pintar membuat orang bahagia) adalah tepat karena setelahÂ
preposition at verbanya menjadiÂ
gerund. Begitu pula denganÂ
tfc harusnya menjadiÂ
thanks for confirming karenaÂ
verba confirm menjadiÂ
gerund setelahÂ
preposition for. KataÂ
confirm dapat pula diubah menjadiÂ
nomina denganÂ
suffix –ion menjadiÂ
thanks for the confirmation.
2. Thanks God juga tidak tepat. Kesalahan umum yang sangat sederhana. -Â Â Â Â Â Â
Thanks adalah bentuk informal dariÂ
thank you yang artinya terimakasih. -Â Â Â Â Â Â
Thank merupakanÂ
verba yang berarti ‘berterimakasih’. -     Â
Thanks juga merupakanÂ
nomina jamak dariÂ
thank. JadiÂ
thanks bisa berarti ‘banyak terimakasih’. Jadi frasaÂ
thanks God adalah terjemahan bebas dari ‘terimakasih Tuhan’ atau ‘alhamdullilah’ atau mengutarakan kelegaan dan rasa syukur. Pada faktanya, dalam bahasa Inggris tidak dikenal frasaÂ
thanks God, melainkanÂ
thank God (tanpa huruf ‘s’).Â
Thank God adalah tepat karena konsepnyaÂ
thank God adalah ‘
I thank God’ atau saya berterimaksih kepada Tuhan. Merunut pada penjelasanÂ
thanks pada poin pertama diatas,Â
thanks God bisa saja benar bila kita berkomunikasi langsung dengan Tuhan:Â
thanks,Â
God (terimasihÂ
ya Tuhan), sama seperti berterimakasih kepada seorang teman atau kekasih atas hadiah yang ia berikan ‘
thanks for the gift’ (terimasihÂ
ya atas kadonya). Jadi, ketika seseorang bersyukur atas apa yang terjadi, atau merasa lega terhadap sebuah situasi, ia harus mengatakan ‘
thank God’ bukannya ‘
thanks God’.
3. Kesalahan umum lainnya adalah penggunaan kataÂ
boring. Lagi-lagi secara literal,Â
boring diterjemahkan sebagai bosan. Padahal boring adalah bentukÂ
adjektiva (
kata sifat/
adjective) dalam bahasa Inggris yang merupakanÂ
present participle. Dalam bahasa Inggris, ada dua bentukÂ
adjective, yaituÂ
present participle danÂ
past participle.Â
Present participle biasanya adalah sebuahÂ
adjektiva yang ditambahkan dengan akhiran –
ing yang menunjukkan ‘sifat’ sesuatu. MisalnyaÂ
interesting,Â
amazing,Â
relaxing, danÂ
boring. Benda atau keadaanlah yang dapat dijelaskan dengan kata-kata ini. Misalnya: ‘
the movie is interesting’ (film tersebut menarik), ‘
you are amazing’ (anda luar biasa), atau ‘
my life is boring’ (hidup saya membosankan). Sedangkan bentukÂ
past participle biasanya sebuah adjektiva ditambahkanÂ
–ed, misalnya:Â
interested,Â
amazed,Â
relaxed, danÂ
bored. Kata-kata ini digunakan untuk menunjukkan ‘perasaan’ atau ‘keadaan’ seseorang. Misalnya ‘
I am interested to the movie’ (saya tertarik pada film tersebut), ‘
I am amazed by you’ (saya terpesona oleh anda), atau ‘
I am bored with my life’ (saya bosan dengan hidup saya). Jadi bila seorang pengguna jejaring sosial meng-
update status ‘campuran’ bahasa Indonesia dan bahasa Inggris ‘SedangÂ
boring nih’, maknanya akan berbeda, yaitu ‘saya sedang membosankan’ padahal mungkin yang ia maksudkan adalah ‘saya sedang merasa bosan’ atau ‘sedangÂ
bored nih’ atau dalam bahasa Inggris adalah ‘
I am bored’ atau ‘
I am feeling bored’. Tulisan ini secara sederhana ditujukan untuk kita semua, masyarakat Indonesia baik penyimak media massa (termasuk Internet) maupun masyarakat biasa non penyimak untuk sadar bahwa fenomenaÂ
Vicky (atau mencuri gaya Vicky sendiri menjadiÂ
Vickynisasi) adalah bentuk dari ketidakpahaman dan keacuhan kita akan penggunaan bahasa yang benar. Lebih jauh,Â
Vicky hanyalah korban dari sumbangsih masyarakat yang tidak hanya kurang paham, namun juga acuh terhadap bahasa, baik bahasa asing atau bahasa Indonesia itu sendiri. Dengan memperolok penggunaan bahasaÂ
Vicky sebenarnya suka tidak suka kita juga memperolok diri sendiri karena toh kita juga acuh terhadap kesalahan bahasa yang kita buat. KasusÂ
Vicky ini juga mungkin dapat menjadi ‘peringatan’ kepada orang-orang dengan status sosial yang dianggap tinggi untuk bijak dalam berujar, dimana orang-orang tersebut acapkali menggunakan kosakata ‘intelek’ dan asing dalam ranah politik, ekonomi atau sosial itu sendiri untuk mendapatkan kesan ‘tinggi’.
KEMBALI KE ARTIKEL