Contoh paling sederhana, setiap hari kita harus memutuskan akan membeli lauk apa untuk disantap. Misal ingin makan soto, kita juga perlu memutuskan apakah pedas, sedang, atau biasa saja. Semua keputusan itu punya konsekuensinya sendiri.
Dalam hal sederhana saja, keputusan itu begitu berdampak, apalagi kalau di dunia politik. Baik buruk seorang pemimpin, cerdas atau tidaknya dia, memiliki jiwa peduli atau tidak akan sangat berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Aku sepakat jika setiap pemimpin itu mempunyai gayanya masing-masing. Tapi walau begitu, gaya tersebut harus berorientasi pada hak rakyat bukan demi kepentingan dia dan kelompoknya. Walaupun realita tak selalu indah, karena nyatanya masih banyak pemimpin yang mengambil jalan memperkaya diri dan lupa untuk mengabdi.
Bagiku, setidaknya hanya ada satu hal yang bisa membedakan pemimpin satu dengan pemimpin lainnya, yaitu keberpihakan. Secara jelas, kita bisa melihat hal itu melalui program kerja dan aksi nyata seorang pemimpin. Kalau dia ngopeni rakyat, bisa dipastikan dia berpihak pada rakyat. Tapi kalau muncul saat ada perlunya saja, keberpihakannya patut dipertanyakan.
Maka kemudian itulah yang menjadi sebuah jalan politik seorang pemimpin. Dan itulah yang menjadi dasar aku sebagai warga biasa, melihat gaya memimpin di negeri ini. Hal itu juga yang menjadi pertimbangan aku untuk memutuskan akan memilih siapa untuk pemilihan presiden 2024 mendatang.
Di tengah riuh pembahasan soal pencapresan, aku melihat sosok pemimpin yang tak ubahnya seperti pohon mangga. Karena walau dilempari batu, dia malah membalasnya dengan buah. Walau kerap diserang dengan narasi fiktif, sosok ini tak begitu peduli. Malah dia terus membalas dengan aksi nyata yang dirasakan manfaatnya oleh rakyat.