Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

POLITISI “Sejarimu Menunjuk Empat Jarimu pun Bertanya”

4 Oktober 2014   19:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:24 123 1
Kata Politik berasal dari dua penggal kata dalam bahasa Yunani yaitu polis dan teta, dimana polis berarti kota/negara sedangkan teta yaitu urusan. Pada hakikatnya politik dapat pula diartikan sebagai langkah serta usaha mengelola dan menata sistem pemerintahan dalam mewujudkan apa yang jadi kepentingan atau cita-cita hidup bernegara. Memang banyak sudah batasan terkait kata politik itu yang dikemukakan para ahli politik dalam berbagai sisi pandang mereka masing-masing seperti : 1) Aristoteles mengartikan politik sebagai Usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. 2) Joice Mitchel : pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijaksanaan umum untuk masyarakat seluruhnya. 3) Roger F. Soltau : Bermacam-macam kegiatan yang menyangkut penentuan tujuan-tujuan dan pelaksanaan tujuan membuat konsep-konsep pokok tentang negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision marking), kebijaksanaan (policy of beleid), dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation). 4) Johan Kaspar Bluntchli : Upaya memperhatikan masalah kenagaraan yang mencakup paham, situasi, dan kondisi negara yang bersifat penting. 5) Hans Kelsen : a) etik yang berkenaan dengan tujuan manusia atau individu agar tetap hidup secara sempurna. b) teknik yang berkenaan dengan cara (teknik) manusia atau individu untuk mencapai tujuan.

Secara Etimologis kata "politik" dapat disepadan serta disatu siratkan dengan kata-kata "polisi" dan "kebijakan". Dengan demikian memandang makna kata "kebijakan" dalam kaitannya dengan "politik" maka yang tersirat adalah perilaku-perilaku terkait pembuatan kebijakan. Demikian halnya dengan kata "politisi" yang mana dapat dimaknai sebagai pribadi/individu yang mempelajari, menekuni, mempraktekkan perilaku-perilaku terkait politik. Akhirnya "POLITIK" itu sendiri dala definisi atau makna sederhana merupakan tindakan, perilaku serta aktivitas bertujuan mewujudkan berbagai kebijakan yang sesuai tatanan dan cita-cita negara agar tercapai keselarasan, keharmonisan serta kenyamanan hidup bersama dalam masyarakat suatu negara.

Apapun konsekuensi waktu terkadang harus berhasil membawa perubahan atau pergeseran baik pemaknaan, realitas, konsekuensi. Demikian hal dengan wajah dan nuansa perpolitikan dimanapun di muka bumi ini. Berkecimpung serta mengamati sepak terjang perpolitikan di tanah air belakangan ini maka mungkinnya maka terlihat jelas hal itu pun terjadi dimana wajah, nuansa, warna politik pun mulai mengalami perubahan serta pergeseran dari makna yang terbangun sejak awal. Hal itu pun terjadi pada dunia perpolitikan di tanah air (Indonesia) akhir-akhir ini, mengapa hal tersebut terjadi semua ini diawali dengan politik mulai dihinggapi banyak "lalat pasar" yang sebagaimana diketahui binatang sejenis ini sekalipun kecil tak ternilai tapi luar biasa kemampuannya dalam menularkan bakteri pembusuk, berpindah dari suatu tempat ke tempat lain selain mencari makanan dia pun sekaligus meninggal benih pembusukan yang jika segera mungkin disikapi maka tanpa sadar apa yang telah jadi sasaran hinggapan lalat pasar tersebut akan menerima dampak kehadirannya yakni cepat membusuknya sasaran hinggapannya (kalau itu makanan) dan akhirnya harus berurusan dengan bagaimana disampahkan saja sasaran hinggapannya akibat telah membusuk.

Politik memang sejak awal memiliki konsep dan tujuan yang cenderung positif, Tapi apa mau dikata tak dapat dielakkan jika watak dan kepribadian manusia sebagai pelaku serta waktu dan tuntutan pun mengiringi perjalanan pemaknaan politik, dengan model intervensi yang memaksa. Sehingga tak sadar politik kini mengalami perubahan pemaknaan yang awal positif kini hanya berkulit positif dan berisi negatif atau boleh dikata bertopeng positif berwajah aslikan negatif. Dulu politik identik dengan semangat untuk mengusahakan terwujudnya keharmonisan dan ketentraman dan kebahagiaan hidup bersama dalam suatu Negara akan tetapi kini seiring waktu semuanya menjadi berubah akibat telah banyak dihinggapi lalat pasar secara berbondong-bondong untuk tujuabn mencari makan sekaligus menaruh benih pembusukan melalui bakteri pembusukan yang dibawa, demikian mungkinnya warna-warni kegilaan politik di tanah air kita (Indonesia). Tapi semua itu haruslah terpahami sebagai suatu proses kemajuan dalam tanda kutip, lantas yang jadi masalah siapa yang siap dikutipi dan siapa ingin pula dikutipi, serta kutipannya bagaimana, hal demikian yang mungkin patut diwaspadai dalam membangun Negara Republik ini menjadi besar dalam berbagai hal bukan hanya besar jumlah penduduk dan juga besar jumlah lalat pasarnya. Akan tetapi lebih diharapkan pada bagaimana berkembang menjadi besar dalam jumlah rakyat yang menikmati hasil dan pembangunan yang bermartabat dan bermanfaat akibat semangat positif yang dibangun para politisi "luwak".

Politik dan perubahan warna dimanapun tempat di muka bumi adalah hal yang wajar tapi mengamati yang apa yang sementara terjadi di Negara akhir-akhir ini, maka mungkin politik dapat dimaknarubahkan demikian aktifitas merancang dan menggunakan topeng, dengan tindakan bagai ular dibawa daun untuk tujuan menggapai ekspektasi tertentu yang sifatnya bunglon". Politik di Negara kitapun bisa dikata merupakan serangkaian aktivitas yang bersifat diam-diam, bersembunyi, tak kelihatan, staregis bertujuan oleh pribadi ataupun kelompok atau antaranya untuk menggapai suatu harapan/ekspektasi tertentu. itulah yang bisa digambarkan untuk eksistensi dari POLITIK di Negara kita saat sekarang ini.

Dimana pun tempat kita berpijak sering kita mendengar kata "politik itu kotor, licik, tak manusiawi, tak bermata, serakah serta masih banyak lagi". Tetapi jarang mungkinnya kita dengar hal sebaliknya bahwa politik itu baik ataupun politik itu memiliki tujuan mulia dan membahagiakan. Kalau pun ada yang demikian boleh saja langsung divonis adalah pembohongan.

Pelan-pelan merangkak, menabur benih, menumbuhkan, menjalarkan/menularkan, memanfaakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Demikian gambaran eksistensi politik dalam kehidupan manusia. Memang politik harus diakui bahwa bukan merupakan sesuatu yang tabu bagi semua manusia. Karena sejak bayi saja semua dari kita telah ada dalam aktivitas perpolitikan. Sebagai contoh sederhana saja ketika seorang bayi nangis maka jika saja ibunya merasa belum sempat untuk menyusui bayinya maka ibu mulai melancarkan aktivitas perpolitikan sederhananya, dengan mungkinnya mencoba membujuk bayinya...."sudah-sudahlah nak neh coklat makan yuk mau nggak" siapa sih bayi yang nggak mau kalau diberikan coklat apalagi silver queen bukan sangat enak, maka sang bayi pun harus tergiur dengan coklat tersebut maka diambil coklat tersebut dimakannya kemudian diamlah sibayi tersebut maka ibu pun merasa berhasil membujuk bayinya (strategi pemenangannya berhasil), karena bisa mengelabui bayinya biar tidak lagi mengganggu aktivitas lainnya dengan hanya pengen menyusui padanya. Padahal mungkin saja anak tersebut tak punya keinginan awal coklat tapi ASI sebagai mana layaknya bayi yang lainnya, tapi karena terus dibujuk maka bayi tersebut pun terlena dan melupakan ASI ibunya dan sibuk sendiri dengan mengahabiskan coklat yang diberikan ibunya sebagai tindakan membujuk mempengaruhi untuk penuhi apa yang adalah tujuan ibunya saat itu. Begitu mungkinnya cerita sederhana menggambarkan dunia perpolikan di Negara kita saat ini. Sehingga modal awal masuk dunia politik adalah menguasai strategi dengan tepat dan akurat, dan ikuti selanjutnya dengan adanya sedikit kemampuan mematangkan sisi penerapan strategi sebagai kunci sederhana penentu keberhasilan melanggengkan diri ke kancah perpolitikan saat ini.

Politik dimana pun dalam eksistensinya selalu bermuka dua dalam artian sebentar tampak baik dilain waktu bukan tidak mungkin akan nampak buruknya sebagai embel pengikut tak kelihatannya, sehingga bukanlah mengherankan politik terkedang dikenal bagai barang atau makhluk aneh yang sangat sulit ditebak kapan baik dan kapan buruk atau kejamnya. Kalau pun ada baik-baiknya itu pun seperti apa dan buruk-buruknya pun seperti apa tak ada yang mampu menebak dengan pasti. Di lain sisi politik saat ini memiliki kecenderungan berkiprah dan mengarah pada pemberdayaan kelicikan baik secara perlahan (tidak langsung) maupun langsung untuk tujuan dan maksud terselubung tak transparan serta bersifat samar-samar mengelabui. Untuk itu terkadang banyak dari kita yang mengatakan "manis jangan lekas ditelan, pahit pun jangan lekas dibuang. Mengapa demikian karena dalam politik terkadang bernuansa "di ujung manis ada pahit atau sebaliknya di ujung pahit ada manis". Tinggal bagaimana subjek-subjek penderita menyikapi, menyimpulkan serta menindaklanjuti dalam versinya sendiri tanpa ada unsur tekanan atau paksaan sebelumnya.

Kerumitan arah, gerak serta haluan politik di tanah air akhir-akhir ini memang teramat mistrial, bagaimana bisa demikian karena politik pada dasarnya politik di tanah air kita ini bisa saja bercorak duren, dondong ataupun bisa jadi simalakama. Sehingga politik tanah air belakangan ini identik dengan kelicikan atau boleh kata politik bagai dua sisi mata uang tinggal pemahamanlah yang memberi arti baginya. Politik sendiri ternyata arealnya pergerakannya bukan di permukaan tapi di dasar laut dan di perut bumi, sehingga untuk menyelami, menggali, memahaminya sulit dan penuh seribu tanya jawab simpul yang berputar dalam suasana ketidakpastian yang bisa bersifat tidak permanen, semi permanen ataupun permanen.

Politik sendiri bisa memproduksi madu maupun racun, kapan politik menghasilkan madu dan kapan pula menghasilkan racun.pada dasarnya sangatlah bergantung pada kondisi, suasana, iklim, musim. Sehingga pemaduan konsep dan tindak dalam konteks tertentu adalah hal terpenting diusahakan dalam rangka merajut ketercapaian tujuan. Demikian mungkinnya bersemayam dan mendekamnya politik di tanah air belakangan ini yakni di dalam ruang dan waktu yang disesuaikan dengan strategi dan tujuan yang ingin dicapai.

Kapan politik jadi tujuan dan tujuan jadi politik ini pula terkadang menjadi misteri yang sulit terbaca dengan kaca mata pengamatan biasa, sehingga minimal dengan kaca mata berlensa sama, setara, serta seperguruan dengan pengaruh yang dimunculkan dari pemberi dampak. Sehingga tak dapat dielakkan mungkinnya jika terkadang politik akhir-akhir ini terkesan bertindak memaksa, pemaksaan ini pun memicu siapapun di sekitarnya untuk bagaimana berusaha mempunyai radar tinggi tangap (rensponsivibelyte high), tembok dan juga senjata penangkal dinamisasi dan mekanisasi politik setiap saat.

Memang Negara kita sedang menginjakkan jejak pada fase ini, yakni dimana politik kini berada pada masa sulit dimana motif penindakan berpolitik di tanah air akhir-akhir ini lebih mengacu pada perjuangan antara kesempatan, kesempitan, dan kepentingan, peperangan dan kemenangan. Itulah mungkinnya wajah ayu politik Indonesia yang jika tidak segera di perhatikan akan berubah menjadi monster laut membahayakan yang siap merongrong bangsa dan Negara ini dalam penindasan atau kolonialisme jilid 2 setelah Belanda dengan Politik "devide et impera" yakni politik memecah belah, sedikit orang yang datang sanggup mengalah bangsa kita dengan pengaruhnya yang begitu luar biar "manis di bibir memutar kata malah kau tuduh akulah penyebab segalanya" demikian syair lagu exist dari Malaysia yang menjadi panji perpolitikan di Indonesia belakangan ini.

Sebagai penutup yang adalah pertanyaan yang bakal jadi perenungan kita bersama mungkinnya, demikian apakah setelah Negara kita Indonesia merdeka pada beberapa tahun yang lalu yakni di Tahun 1945, itu tandanya kita telah merdeka secara berdaulat bukan pemerintahannya tapi rakyatnya. Apakah hal itu telah jelas terbukti ataukah kemerdekaan tersebut justru kayak sekarang ibarat sementara diperebutkan kembali antara para Politisi dan masyarakat, yang sebenarnya merindukan kehadiran politisi sebagai dewa penyelamat. Mengingat yang terjadi politisi berjuang mencapai kemerdekaan menjalankan politik partainya dan masyarakat berjuang memerdekakan kehidupannya dari keterbelakangan dan keterlantaran dan kemiskinan secara jasmani maupun rohani. Lantas jika demikian apakah arti sebuah kemerdekan yang pernah kita peroleh di tahun 1945 lalu. Apakah kemerdekaan itu merupakan simbol semata, dan bukan merupakan amanah sekaligus amanat yang penting dipelihara dijaga menuju arah kesempurnaan makna. Akhir bagi para politisi izinkan aku menitip ini untuk semua 1) bisakah kita semua kembali ke jalan kejujuran karena rasanya nikmat jika kita semua berjalan dalam kejujuran baik pikir maupun tindakan karena berbohong selalu berujung kesakitan mendalam yang bakal tak ada obatnya hingga kapan pun, karenanya jangan pernah buat hati rakyat menjadi luka akibat ulah tak professional tapi berani berprofessional"

2) Jangan beranikan diri untuk menjadi pejuangan perbaikan kalau kita sendiri belum sanggup dan belum pernah bisa memperbaiki karena ketika sejari kita menunjuk maka 4 jari akan berbalik mempertanyakan lantas kamu dimana sekarang dan sedang bagaimana sekarang. Saudara dipercayakan untuk amanat kemuliaan bukan amanat embelan, "rakyat menunggu kinerjamu bukan menunggu bicaramu******"Polikus hadir dan beraksi karena masih adanya Negara, karenanya dimana hati pahit sebagai ucapan terima kasihnya buktikan itu lewat kinerja".

Salam kebangsaan dari Timur Nusantara

"Sekali merdeka tetap merdeka, sekali berani harus buktikan"

Goresan Putera Timur Nusantara, 4 Okt 2014

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun